Sebenarnya Rani tidak suka jalan berdua dengan Ryan sebelum mereka menikah. Tapi karena titah sang mama tidak bisa di tawar, lagi-lagi Rani memilih untuk mengalah.
Berbeda dengan Rani, Ryan yang akhir-akhir itu dibuat sangat penasaran dengan calon istrinya, justru ingin berdekatan dengan Rani agar jawaban demi jawaban akan rasa penasarannya segera terkuak.
"Ayo, Ran," ajak Ryan ketika mereka sampai toko souvenir yang ditunjuk pihak Wedding Organizer.
Menyadari bahwa mereka sudah sampai, akhirnya Rani turun dan berjalan membuntuti Ryan.
Ketika pelayan membukakan pintu dan mereka masuk, berbagai pilihan souvenir pun segera memanjakan mata mereka. Ryan terlihat antusias, tidak seperti saat membeli cincin. Dengan telaten, Ryan mengikuti kemanapun gerak kaki Rani yang berputar-putar membandingkan pilihan satu dengan yang lainnya.
"Mas, Rani pengennya cari souvenir yang ada manfaatnya buat yang nerima. Kalau kita kasih parfum aroma terapi kayak gini gimana? Kemahalan nggak?" tanya Rani ragu, sambil menunjukkan kardus warna abu-abu muda berpita warna merah yang ketika dibuka segera akan terlihat parfum dengan kemasan cantik dan elegan.
Tanpa menjawab pertanyaan Rani, Ryan langsung mengambil parfum itu dari tangan Rani dan menyerahkan kepada pelayan toko.
"Mbak, yang ini aja. Untuk jumlahnya nanti pihak WO yang akan menghubungi," kata Ryan kemudian.
"Oke semua beres. Untuk menu gimana? Rani mau pilih sendiri atau mau diserahkan ke WO aja untuk mengaturnya?" tawar Ryan setelah urusan souvenir selesai.
"Serahin ke WO aja gimana Mas?" jawab Rani terlihat malas.
"Kalau gitu kita langsung ke hotel, cheking tempat ya? Pihak WO sudah menunggu kita disana," lagi-lagi Ryan mengikuti kemauan Rani.
Rani mengangguk, kemudian segera mengikuti langkah Ryan menuju mobil. Hanya dalam hitungan detik, mobil pun langsung melaju.
Mengingat banyaknya tamu yang akan mereka undang, demi menghindari kemacetan memang kedua orang tua mereka sengaja memilih hotel keluarga Dewangga yang lumayan jauh dari pusat kota. Ryan dan Rani pun tak mempersoalkan dimanapun mereka akan menikah karena pada dasarnya mereka menerima perjodohan itu dengan terpaksa.
Tapi karena lokasi hotel yang hampir di perbatasan kota, membuat perjalanan dari tempat souvenir ke hotel membutuhkan waktu cukup lama. Entah karena capek atau karena belum terbiasa, mereka lebih banyak diam meski sesekali bicara hanya untuk berbasa-basi.
"Maas, berhenti... berhenti...," setengah berteriak, tiba-tiba Rani meminta Ryan menghentikan mobilnya persis di atas jembatan yang sedang mereka lewati.
Karena kaget, Ryan pun menginjak pedal rem mobilnya dengan mendadak, sehingga Rani yang tidak siap terdorong kedepan dan keningnya terbentur.
Ryan yang melihat kening Rani memerah, bermaksud mengangkat kepala Rani dan ingin melihatnya. Tapi sebelum Ryan melakukan itu, Rani sudah dengan cepatnya turun dari mobil sambil berseru, "Mas Ryan, tolong palangkan mobil mas Ryan di depan mobil hitam itu," Rani menunjuk sebuah mobil pickup warna hitam yang sedang parkir tepat di atas jembatan.
Tanpa mengetahui maksud Rani, Ryan hanya mengikuti saja permintaan Rani tanpa bertanya apapun. Dari kaca spion, terlihat Rani sibuk menelphon beberapa orang dan menghampiri seorang laki-laki yang sedang berdiri di belakang mobil pickup itu.
Karena Ryan merasa khawatir, akhirnya dia turun dari mobil dan menghampiri Rani. Setelah Ryan mendekat, segera saja terdengar pembicaraan Rani dan laki-laki itu.
"Anda tahu tidak kesalahan apa yang sedang Anda lakukan?" ucap Rani dengan kesal.
Laki-laki itu tidak menjawab pertanyaan Rani. Dia memilih cuek sambil terus membuang barang-barang dari atas mobilnya ke sungai yang berada tepat di bawah jembatan.
"Heh, Anda tidak mendengar saya? Bisa tidak Anda hentikan kelakuan Anda. Ini merusak lingkungan. Anda bisa saya seret ke meja hijau jika Anda tidak menghentikan itu," Rani yang merasa perkataannya tidak dihiraukan berteriak semakin kesal.
"Jangan campuri urusan saya, Nona. Urusi saja urusan Anda sendiri," dengan cueknya, laki-laki itu berkata tanpa memperhatikan Rani sambil terus membuang sampah yang ada di mobil pickup-nya ke bawah sungai.
"Lihat saja, Anda akan menyesal," Ucap Rani sambil mondar-mandir memperhatikan laki-laki tidak tahu malu itu. Sesaat kemudian Rani memutar ke arah depan mobil pickup itu dan melepas kunci dari kemudinya.
Lima belas menit pun berlalu, tanpa menyadari kunci mobilnya sudah berada di tangan Rani, laki-laki itu masih cuek membuang sampah ke arah sungai. Sementara Rani, terus saja dia mondar-mandir sambil sesekali menghubungi seseorang.
Melihat jalanan yang macet karena mobil Ryan dipalangkan untuk menghalangi mobil si pembuang sampah sembarangan, Ryan berkata dengan hati-hati,
"Sudahlah, Ran. Lihat jalanan jadi macet karena kepalang mobil kita," Ryan menunjuk banyaknya mobil yang harus bergantian melewati satu sisi ruas jalan.
"Biarkan, Mas. Orang ini harus dikasih pelajaran" ucap Rani sambil mendengus kesal.
Tak lama kemudian, terlihat tiga mobil beriringan dari arah kota menuju lokasi mereka. Mobil pertama mobil Satpol PP, mobil kedua mobil derek dan mobil ketiga mobil pribadi yang entah siapa orang yang ada di dalamnya.
Seperti menyadari apa yang akan terjadi, laki-laki itu segera lari menuju arah kemudi namun akhirnya pasrah ketika menyadari bahwa kunci mobilnya sudah tidak ada di tempatnya.
Singkat cerita, laki-laki yang membuang sampah di sungai itu di amankan Satpol PP, dan mobil pickup nya segera di derek ke arah kota. Sementara mobil kecil yang paling belakang terlihat memotret beberapa kali, berbicara dengan Rani sebentar kemudian mengikuti dua mobil yang telah mendahului pergi.
Ryan yang sedari tadi mendampingi Rani dalam diam hanya memperhatikan sambil berdecak-decak. Entah apa yang ada di benaknya.
Setelah semua pergi, tanpa menunggu aba-aba Rani berjalan ke arah mobil, yang kemudian diikuti Ryan dari belakang. Setelah masuk mobil, terlihat Rani menyandarkan tubuhnya sambil mendengus kesal.
"Aduh, Bu Pejabat nakutin juga ya kalau marah? Mas harus hati-hati ini kalau besok kita udah menikah," Ryan terlihat ingin mencairkan suasana.
"Apaan sih, Mas Ryan," benar saja. Godaan Ryan bisa membuat Rani tersenyum.
"Udah ahh, Mas. Kita lanjut yuk," lanjut Rani kemudian.
"Sebentar, kita obati memar di kepala kamu dulu!" ucap Ryan sambil mengambil obat di kotak P3K, lalu mengoleskan sesuatu di kening Rani.
Setelah Ryan selesai mengobati Rani, akhirnya mereka melanjutkan perjalanan ke hotel dan menyelesaikan semua urusan persiapan pernikahan mereka di sana. Setelah konsep acara dan tempat mereka setujui, akhirnya mereka pulang.
Sebuah perjalanan yang menorehkan catatan indah dalam hari Ryan, tentang calon istrinya, Arania Levana. Sang ibu pejabat kecil, yang sebentar lagi akan dinikahinya dan menjadi Nyonya Ryan Dewangga.
BERSAMBUNG
Pengumuman:
Hallo kakak-kakak. Jangan Lupa Vote, Like, favorit dan comment nya ya
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 401 Episodes
Comments
@M⃠ⁿꫝieʸᵃɴᵉᵉʰʜɪᴀᴛ𓆊🎯™☂⃝⃞⃟ᶜᶠ
asisten dadakan datang lagi kak
cemangatt...💪
mampir juga yuk😉
2021-02-04
0
Sufarni Umar
tu kan bucin😍😍😍😍😍
2020-12-11
1
W⃠🦃𝖆𝖑𝖒𝖊𝖎𝖗𝖆 Rh's😎
lanjut
2020-08-28
2