Rani dan Ryan masih dalam diam. Bahkan saat mereka fitting baju pengantin pun, mereka benar-benar tidak saling memperhatikan dan memberi masukan sampai mereka selesai dan akhirnya pulang.
Berada dalam situasi seperti itu selama berjam-jam bersama Ryan, membuat wajah Rani sudah tidak bisa dikondisikan lagi, bahkan saat itu wajah Rani menampakkan ekspresi yang sangat sulit diartikan. Sepanjang perjalanan dia terus menggerutu kesal meskipun tak ada satu kata pun yang bisa dia katakan dengan lantang.
Melihat sikap Ryan yang sangat tidak bersahabat itu, Rani benar-benar tidak bisa membayangkan jika mereka harus berpatner seumur hidup. Apalagi melihat karakter Rani yang lebih suka banyak bicara dari pada diam, jelas-jelas frustasi jika harus melayani Ryan yang karakternya sangat berkebalikan.
"Boleh kita bicara?" Rani yang sudah tidak tahan memberanikan diri untuk membuat sebuah penawaran.
"Baik. Kita memang harus bicara. Kita cari tempat yang lebih nyaman," jawab Ryan menyambut permintaan Rani. Ini adalah kalimat terpanjang yang Rani dengar dari mulut Ryan untuk pertama kalinya.
Setelah melaju sekitar 15 menit, akhirnya Ryan berhenti di tempat parkir sebuah restoran. Tak berapa lama, mereka masuk dan mencari tempat duduk yang agak lengang. Setelah mereka memesan makanan masing-masing, akhirnya Ryan membuka pembicaraan.
"Gimana?" tanya Ryan masih dengan gaya khasnya yang jutek.
"Dengan sikap Anda, saya bisa memahami bahwa Anda tidak menyukai perjodohan kita. Perlu saya tegaskan kepada Anda bahwa saya juga terpaksa menyetujui perjodohan ini karena menghormati mama saya. Jika memang Anda mempunyai kekasih, saya tidak akan keberatan dan akan memberikan kesempatan kepada Anda untuk melobby orang tua Anda hingga perjodohan ini bisa dibatalkan," jawab Rani serius.
"Besar juga nyalimu berani berbicara seperti itu kepadaku. Tapi sayangnya aku tidak punya kekasih dan tidak berniat membatalkan pernikahan itu," Ryan menimpali dengan wajah datar. Menunggu gadis kecil di depannya berani memberi penawaran apa lagi.
"Apa Anda punya rencana bercerai setelah kita menikah?"
"Sayangnya, sama sekali itu tidak terpikirkan,"
"Baik jika itu mau Anda, mari kita membuat kesepakatan," dengan berani Rani mengajukan penawaran.
"Oke, apa yang harus kita sepakati?" Ryan mulai antusias.
"Yang pertama, saya tidak akan bisa seumur hidup menjadi istri Anda jika sikap Anda sebenci itu terhadap saya. Yang kedua, saya tidak bisa jika selama bersama Anda saya harus mengunci mulut saya, dan yang ketiga, saya tidak akan bisa menjalankan misi sesuai dengan yang diperintahkan papa Anda jika Anda tidak bisa di ajak bekerja sama. Oleh karena itu, mari kita membuat kesepakatan!" dengan gaya sok dewasanya, Rani berbicara lantang.
"Silahkan dilanjutkan!" Ryan memilih untuk mendengarkan.
"Jika Anda tidak bisa menganggap saya sebagai pasangan Anda, mari kita mulai berteman sejak sekarang. Apa Anda keberatan menganggap saya sebagai teman?" Rani berbicara dengan gaya seorang negosiator.
Mendengar penawaran Rani, Ryan pun tergelak.
"Oke, penawaran yang bagus. Kita berteman. Aku suka gaya bicara kamu," ucap Ryan sambil mengulurkan tangan tanda kesepakatan.
Melihat respon positif Ryan, Rani pun tersenyum sambil menelungkupkan kedua tangan di depan dadanya.
"Oke," Ryan mengangguk tanda mengerti.
Pelan-pelan, Suasana mulai mencair setelah kesepakatan itu mereka buat. Merekapun memakan makanan yang telah di pesan mereka dan akhirnya pulang.
Meski sudah tidak secuek tadi, tapi rasa saling canggung itu masih tetap ada. Selama perjalanan, mereka justru sibuk menyelami pikiran masing-masing.
Setidaknya Rani cukup merasa lega bahwa meskipun tidak saling cinta, minimal dia bisa menikah dan menghabiskan waktu dengan menyandang status teman seumur hidup.
Sementara Ryan yang tadinya tidak peduli dengan gadis kecil yang saat ini duduk disebelahnya itu, justru menjadi sangat penasaran dengan keberanian dan kepiawaiannya dalam mengolah kata-kata.
"Boleh juga ternyata ini cewek", gumamnya dalam hati.
Setelah sampai rumah Rani dan bertukar
nomor handphone, akhirnya Rani turun.
"Pak Ryan mau mampir dulu nggak? Mama di rumah jika Bapak mau mampir", ucap Rani basa-basi.
"Aku langsungan aja, Ran, "untuk pertama kalinya Ryan menyebut nama Rani.
"Baiklah. Hati-hati," Rani terlihat bernapas lega.
"Oya, jangan panggil aku Bapak. Panggil aja Mas Ryan," lanjut Ryan terdengar mulai bersahabat.
Rani pun tersenyum sambil mengangguk dan melambaikan tangan hingga Ryan menghilang dari pandangan.
***
Satu pekan itu Ryan dan papanya benar-benar disibukkan oleh pertemuan-pertemuan dan jamuan-jamuan dengan berbagai parpol. Pagi, siang, malam, mereka benar-benar tanpa istirahat karena pertemuan hampir dengan semua tokoh penting di kota itu sudah terjadwalkan.
Dalam pertemuan-pertemuan itu Ryan selalu melihat keberadaan Rani. Dan pemandangan itu pemandangan yang tidak biasa menurut Ryan. Rani terlihat sangat biasa bergaul dengan tokoh-tokoh yang dipertemukan dengan Ryan. Seluruh yang hadir pun terlihat sudah familier dengan Rani jika dilihat dari cara mereka berbicara. Bahkan beberapa kali Rani terlihat ngobrol seru dan tertawa kencang, seperti bercanda dengan teman sendiri dan sudah bertemu berkali-kali.
Awalnya Ryan merasa biasa saja ketika Rani tidak pernah hadir bersamaan dengan Ryan dan papanya. Namun ketika puluhan kali melihat Rani selalu sudah berada di tempat pertemuan ketika Ryan datang, lama-lama ada tanda tanya besar yang menggelitik untuk segera di tanyakan. Herannya, Sang Papa biasa saja ketika melihat Rani berada disana, seolah-olah sudah tahu sebelumnya.
"Aku harus bertanya kepada Arya. Bukankah dia yang mengatur semua pertemuan ini?" gumamnya dalam hati.
Dan benar saja. Ketika pertemuan dengan tokoh terakhir di pekan itu selesai, dalam perjalanan pulang bersama Arya dan papa Prabu, Ryan benar-benar menghilangkan rasa gengsinya dan ingin mengakhiri rasa penasarannya.
"Pap, emang Si Rani itu kerjanya apa?" tanya Ryan polos.
Papa dan Arya yang mendengar pertanyaan Ryan tidak menjawab. Mereka justru tergelak secara bersamaan tanpa bisa dihentikan.
Ryan yang mendengar mereka tertawa sampai tidak bisa berhenti itu hanya mendengus kesal, merasa menjadi orang paling bodoh diantara mereka bertiga.
"Ryan... Ryan..., jadi dua pekan lagi kalian menikah, kamu sama sekali nggak tahu pekerjaan calon istrimu? Aku kasih tahu ya, satu-satunya orang yang tidak mengenal Rani di kota ini, sepertinya hanya kamu," jawab Arya sambil tertawa.
Papa yang mendengar celoteh Arya ikut tertawa, kemudian sengaja menambahi untuk menyindir Ryan, "Kan Ryan warga Amerika, Arya. Jadi pantas aja kudet alias kurang update."
"Emang siapa dia sampai aku harus tahu?" Ryan bergumam kesal.
"Coba aja kamu browsing. Ketik nama Arania Levana," Arya yang tidak tega akhirnya mengalah, meskipun tetap tidak mau begitu saja memberi tahu Ryan tentang jati diri Rani.
BERSAMBUNG
Hai Readers
Jangan lupa tinggalin jejak ya. Kasih vote, like, comment n favorit ya. jangan lupa juga kasih rate 5
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 401 Episodes
Comments
SariRenmaur SariRenmaur
wah kudet memang si ryan
2021-02-23
1
ⱮҼⱮҼყ ყιɳ 🎀
Masih nyimak kak ❤️
2021-02-17
2
@M⃠ⁿꫝieʸᵃɴᵉᵉʰʜɪᴀᴛ𓆊🎯™☂⃝⃞⃟ᶜᶠ
like..like..
asisten dadakan hadir..😘
mampir juga yuk..
semangat kak💪
2021-01-29
1