Sudah kesekian kalinya Hp Rani berbunyi. Untuk kesekian kali itu juga Rani mengangkat telphon dari mamanya yang sedari tadi sudah tersulut emosi.
"Masak untuk pertemuan sepenting ini kamu terlambat, Ran?" omel sang mama dengan nada kesal.
"Iya, Ma. Iya. Sepuluh menit lagi, Ma. Ini Rani hampir nyampai kok," jawab Rani sambil tetap melajukan mobilnya dengan kencang. Untung jalanan lumayan lengang. Jika tidak, perjalanan yang seharusnya 10 menit bisa menjadi satu jam.
Tak sampai 10 menit, Rani pun segera memarkir mobilnya di halaman sebuah restoran mewah, tempat sang mama dan keluarga Dewangga menunggunya sejak 20 menit yang lalu.
Setelah merapikan hijab dan menyambar tas punggung kecil di kursi sebelah kemudi, Rani segera berlari-lari kecil masuk dan mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru ruang. Karena merasa tidak menemukan sosok yang dicarinya, Rani segera meraih hp nya bermaksud menelpon sang mama, sebelum akhirnya ada seorang pelayan yang menghampiri dan menyapanya dengan sopan,
"Mohon maaf Bu Rani, ada yang bisa saya bantu?" pelayan yang sangat mengenal Rani sebagai satu-satunya legislator perempuan di kotanya itu menyapa dengan ramah.
"Ehh iya, Mbak. Saya ada janji dengan keluarga Dewangga" jawab Rani tak kalah ramah, meskipun dalam hatinya dia bergumam, "Ternyata aku seterkenal itu ya? Ha-ha-ha."
"Mari Bu Rani, saya antar." Balas pelayan itu sambil menunjuk ke satu ruang dengan tangannya.
Rani pun mengikuti langkah pelayan itu menuju sebuah ruang VVIP. Ketika pintu di buka, segera saja dia bisa melihat wajah mamanya yang memang posisi duduknya menghadap ke pintu. Di sebelah Mama Davina ada perempuan cantik setengah baya yang disimpulkan Rani sebagai nyonya besar Dewangga. Di sisi meja sebelah tempat Nyonya Dewangga duduk, terlihat Tuan Dewangga. Dan ada satu orang lagi yang duduk membelakangi pintu, Rani simpulkan itu adalah calon suami yang sama sekali belum pernah dilihatnya.
"Rani!" mendengar Mama Davina memanggil, seluruh keluarga Dewangga menoleh ke arah pintu dan melempar senyum bersahabat kepada Rani. Tentu saja kecuali Ryan yang memilih cuek dan sibuk dengan handphone-nya.
Karena tidak ingin semakin terlambat, Rani segera menghampiri meja itu dan mencium punggung tangan Mama Davina, Nyonya dan Tuan Besar Dewangga secara bergantian. Setelah itu, segera saja dia mendudukkan diri pada satu-satunya kursi kosong di sebelah Ryan, tanpa menyapanya sama sekali.
Prabu Dewangga yang tidak nyaman dengan kelakuan putranya yang masih fokus dengan handphone di tangannya itu pun segera menperkenalkan Ryan kepada Rani.
"Rani, perkenalkan ini Ryan putra Om dan Tante. Ryan, ini adalah Rani, anak semata wayang Tante Davina."
Mendengar ucapan papanya, Ryan hanya melihat Rani sekilas kemudian mengangguk, sementara Rani menelungkupkan kedua tangan di dadanya memberi salam.
Tidak ada 1 menit Ryan dan Rani bertemu mata. Namun dari tatapan yang singkat itu, baik Ryan maupun Rani sama-sama berkesimpulan bahwa mereka bukanlah tipe masing-masing.
Melihat Ryan yang tampil begitu elegan, dengan kemeja warna navy dan stelan jas warna senada, menampilkan gaya khas pemuda kaya raya yang tidak bisa diajak hidup susah dan berkotor-kotor menghambur dengan rakyat jelata. Sebenarnya Rani lebih suka orang lapangan, dengan celana jeans dan kaos oblong atau kemeja santai, dengan tas punggung di belakang tubuhnya dan topi gaul di atas kepalanya.
"Tidak bisa diajak hidup seperti rakyat jelata kayaknya ni orang," batin Rani dalam hati.
Sementara Ryan, melihat Rani sebagai seorang gadis kecil yang masih suka sembunyi di ketiak mamanya. Penampilannya yang masih seperti mahasiswa semester lima, dengan rok jeans dan jilbab yang dimasukkan di dalam jaketnya, juga tas punggung yang menempel di belakang tubuhnya dan sepatu ket yang dipakainya, membuat dia sungguh jauh berbeda dengan Meysie, gadis anggun, menawan, lemah lembut dan sangat feminin, yang masih saja singgah di dalam hatinya.
"Gadis kecil ini yang dipilih Papa mendampingiku menjadi orang nomor satu di kota ini?" Ryan mendengus kesal dalam hati.
Rani pun segera mengakhiri lamunannya. Begitu juga dengan Ryan.
"Maafkan Rani ya Om, Tante, Rani terlambat," Rani yang sangat merasa tidak enak karena datang terlambat, berinisiatif untuk meminta maaf.
"Tidak apa-apa, Sayang. Kami juga baru datang kok. Kamu terlihat capek dan matamu sembab seperti habis menangis. Apa ada masalah di kantor?" tanya Tuan Prabu penasaran, sekaligus ingin mendengar gaya Rani ketika berbicara.
"Tidak, Om. Rani dari rumah sakit. Ada balita umur 4 tahun yang meninggal ternyata positif HIV. Ayahnya sudah meninggal dua tahun lalu karena Over Dosis, dan sang ibu ternyata baru tahu kalau dia juga positif HIV setelah anaknya meninggal itu. Makanya dari sore tadi Rani harus mendampingi si ibu itu om. Rani mau ninggalin dia sendiri mengurus jasad anaknya tidak tega, apalagi dengan kondisi psikis ibu itu yang masih belum stabil saat tau kalau dia juga positif HIV. Setelah teman-teman dari Dinas Pemberdayaan Perempuan datang, baru Rani bisa meluncur kesini. Sekali lagi maafkan Rani telah membuat Om dan Tante menunggu. Maaf juga Rani tidak sempat bersih-bersih dan berganti baju formal menyesuaikan Om dan Tante. Maaf jika Rani membuat semua yang hadir tidak nyaman," jelas Rani panjang lebar kali tinggi.
Mendengar penjelasan Rani, Tuan Prabu dan istrinya justru tersenyum bangga. Caranya berbicara sungguh persis seperti ketika Tuan Prabu dan Nyonya Titania menonton Rani pada acara wawancara eksklusif di TV nasional itu.
"Tidak masalah, Sayang. Justru Om dan Tante sangat bangga sama kamu. Kamu benar-benar peduli kepada orang lain, persis seperti yang mereka bicarakan tentang kamu. Ryan akan sangat beruntung punya istri seperti kamu," Tuan Prabu memuji, membuat wajah Rani seketika memerah.
Berbeda dengan papa dan mamanya, Ryan yang sebenarnya tidak peduli itu diam-diam memperhatikan penjelasan Rani sambil berpikir keras, "Sebenarnya apa sih pekerjaan gadis ini? Ngeri banget harus bergaul dengan ODHA (Orang Dengan HIV AIDS)?" gumamnya dalam hati. Tapi kemudian Ryan memilih untuk tidak peduli.
Makan malam pun berjalan dengan sangat lancar. Meskipun malam itu obrolan di dominasi oleh Tuan Prabu dan Rani, namun keluarga Dewangga bisa mengambil kesimpulan bahwa Rani adalah gadis yang tepat menjadi menantu di keluarga mereka.
Sementara Ryan yang sebenarnya lebih menyukai gadis yang tidak banyak bicara, hanya mampu membayangkan apa yang akan terjadi padanya jika gadis secrewet itu benar-benar akan menjadi pendamping hidupnya. Apalagi jika dirinya akan menjadi orang nomor satu di kota itu, betul-betul akan terlihat aneh jika pendampingnya adalah gadis gaul yang sangat jauh dari sifat keibuan dan kelembutan.
"Apa kata dunia?" gumamnya dalam hati, sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal berkali-kali.
BERSAMBUNG
Pengumuman:
Jangan Lupa Vote, Like dan Favorit ya. Biar authornya semangat. Terima Kasih
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 401 Episodes
Comments
Catur Sulistyowati
suka ceritanya 👍👍👍
2021-02-23
0
Irfan Maulana
belum tau siapa si rani
2021-02-23
1
@M⃠ⁿꫝieʸᵃɴᵉᵉʰʜɪᴀᴛ𓆊🎯™☂⃝⃞⃟ᶜᶠ
lanjutt likeku di sini
2021-01-25
1