Kediaman Furuhashi
Orang tua Taro dan Misaki kembali dari pekerjaan mereka, namun kehadiran kedua orangtuanya membuat Taro dan Misaki seperti sesak nafas. Maksudnya terlalu banyak peraturan, sebagaimana orang kaya pada umumnya.
Misaki terdiam di kamar memikirkan apa yang kakaknya lakukan di sekolah, dia terus memikirkan apa saja yang kakaknya sembunyikan selama ini.
"Aku mulai melihat kejanggalan dibalik kasus kakak, entah kenapa makin kesini makin aneh. Disaat Maulana mencoba membantunya, kakak malah bersikap seperti musuhnya." Misaki memandangi jendela
Beberapa saat kemudian, sang kakak datang mengetuk pintu.
"Misaki, ayo makan siang dulu." Taro mengetuk pintu namun Misaki nampak tidak peduli
"Kakak makan saja, aku gak laper!" Misaki langsung berjalan ke arah kasur lalu tidur
Taro membuka pintu kamar Misaki, dia melihat Misaki menyelimuti diri dengan selimut.
"Hei, ayo kita makan. Papa sama Mama udah nunggu dari tadi, mentang - mentang hari minggu kamu jangan tidur terus." Taro menarik selimut Misaki
"Kakak bisa gak, gak usah ganggu aku! Mending kakak urus masalah kakak sama Yoshuke deh, aku gak mau diganggu." ucapan Misaki membuat Taro kesal, secara kasar dia menarik tangan adiknya
"Ih kakak apa sih? Gak usah narik bisa kan? Sakit tau.." Misaki nampak meringis
"Kamu tau apa soal masalah kakak? Denger ya, tugas kamu cuman gantiin kakak selama kakak gak bisa ke sekolah! Gak usah sok ikut campur masalah kakak sama Yoshuke!" Taro meninggikan nada bicaranya, seketika Misaki tersadar akan sesuatu.
"Jadi benar, kakak punya hutang sama mereka? gangster sekolah?" Misaki teringat dengan apa yang Maulana coba katakan, apalagi Maulana juga mencari tau masalah Taro dengan Yoshuke.
"Cukup ya, kakak gak mau denger alasan kamu apapun itu. Sekarang kita makan siang!" Taro kembali menarik lengan Misaki untuk dibawanya ke ruang makan
RS Tokyo University
Yuki saat ini menemani Maulana dan berniat untuk menginap, Maulana sudah beberapa kali mengatakan kalau Yuki tidak perlu menemaninya selama di rumah sakit.
"Hasegawa, besok sudah masuk sekolah. Lagian aku gak apa - apa kok disini sendirian, kamu jangan maksain diri." Maulana mengatakannya dengan nada rendah agar tidak melukai Yuki
"Tidak, aku berniat menginap. Lagipula aku bisa izin besok, plus aku gak perlu ketemu orang tuaku di rumah." Yuki memberi alasan yang Maulana anggap aneh
"Memang kenapa dengan orang tuamu?" tanya Maulana
"Mereka jarang berada di rumah, lagipula aku hampir tidak pernah pergi jauh bersama mereka. Meskipun ada kakakku, rasanya tidak lebih dari kesepian." wajah Yuki langsung berubah, Maulana sedikit merasa bersalah
"Ehmm maafkan aku, seharusnya aku tidak bertanya seperti itu. Aku tidak bermaksud menyakiti hatimu, maafkan aku." Maulana menatap Yuki begitu dalam
Yuki secara mengejutkan merubah mimik wajahnya menjadi malu dan kemerahan.
"Eh tidak apa - apa, kamu tidak salah. Aku juga tidak merasa disakiti kok, jangan merasa bersalah." Yuki sedikit tersenyum "Kamu gak perlu khawatir soal aku ya, kamu harusnya khawatir soal diri kamu."
"Aku baik - baik saja Hasegawa, hanya luka kecil." ucap Maulana
"Luka kecil tapi darah mengalir dari kepala ke seluruh tubuh? Pingsan? Masuk ICU? Sampe dokter harus memberikan transfusi darah? Ya Ampun Maulana." Yuki tertawa bersama Maulana
"Ngomong - ngomong, siapa yang memberikan darahnya untukku?" Maulana sedikit penasaran
"Furuhashi Misaki, dia yang memberikan darahnya untukmu." Yuki tersenyum
"Misaki? Aku akhir - akhir ini aku merepotkannya, apalagi mengenai Taro." Maulana sedikit merasa hutang budi dengan Misaki
"Aku dengar kalian bertengkar, soal apa? Kalau aku boleh tau." mendengar pertanyaan soal Taro, Maulana hanya bisa tertegun lesuh melihat tingkah sahabatnya itu
"Aku tidak bisa bicara apapun soal dia, hanya sedikit kesalahpahaman saja. Aku akan baik - baik saja, lagipula masih ada yang harus aku pikirkan selain soal Taro dan sekolah." Maulana kembali menatap Yuki
"Baiklah kalau begitu, aku tidak mau membuatmu pusing." Yuki pun menatap Maulana
Saling menatap satu sama lain, lalu keheningan muncul diantara keduanya. Baik Maulana maupun Yuki saling memberikan sinyal dalam hati, pandangan kosong menjadi tanda kalau keduanya sudah saling mencairkan suasana dan memikat hati.
"Aku ingin sekali setiap hari menjadi tempat kamu curhat, menjadikan aku ratu dalam rumahmu serta menjadi tempat kamu bersandar ketika lelah." tutur batin Yuki
"Maaf bila aku belum bisa menjadi apa yang kamu inginkan, belum bisa membahagiakanmu ataupun menjadi pasanganmu." tutur batin Maulana
Yuki nampak terkejut membaca mata Maulana.
"Eh, kok bengong?" ucap Yuki yang membuat Maulana tersadar juga
"Eh iya, tadi kamu juga bengong." ucap Maulana tersenyum
"Aku... sedang memikirkan seseorang yang aku suka, dan aku berharap dia menjadi suamiku nanti. Menjadi Ayah untuk anakku, dan menghabiskan sisa usianya denganku. Walaupun, nampaknya mustahil melihat sikapnya sekarang." Yuki agak melirih
"Apa tidak sebaiknya kamu katakan yang sesungguhnya kepadanya? Tidak baik memendam rasa terlalu lama, apalagi cinta bisa kadaluwarsa pada waktunya." ucap Maulana yang membuat Yuki terkejut dan semakin bingung
"Jika aku mengatakannya sekarang, yang terjadi selanjutnya akan membuatku dan dia menjauh. Aku belum siap mengatakannya, aku hanya berani bersikap tanpa mengatakannya." ucapan Yuki juga membuat Maulana terkejut
Secara tidak Maulana sadari, dirinya pernah menolak ajakan Yuki untuk berkencan. Bahkan Yuki beberapa kali mencoba merayu Maulana, yang pada akhirnya tidak terbalas.
Kediaman Furuhashi
Misaki menyantap makan siang bersama orang tuanya dan Taro, namun suasana di ruang makan nampak tegang. Beberapa kali Misaki mencoba tidak menatap siapapun di meja makan, kecuali hanya melihat hidangan yang tersaji.
"Misaki, apa kamu baik - baik saja?" tanya sang ayah
"Tidak, aku tidak baik - baik saja. Tumben Ayah menanyakan kabarku, ada apa?" Misaki nampak sedikit tidak peduli
"Ya Ayah cuman tanya, ya kamu jangan galak begitu dong." tuan Furuhashi mencoba tenang
"Tugas Ayah sama Ibu cuman ngasih aku uang, lalu pergi dari sini. Dan hidupku akan kembali normal, iyakan Taro?" Misaki melirik ke arah Taro
"Apa? Apaan sih kamu?" Taro sedikit kesal
"Eh sudah, habiskan makanannya. Ada yang mau Ibu dan Ayah bicarakan dengan kalian berdua, cepat habiskan makanan kalian." ucap Nyonya Furuhashi
Misaki menatap Taro agak sinis, begitupun Taro yang menatapnya dengan sinis juga. Setelah selesai makan, tuan dan nyonya Furuhashi pun berbicara mengenai pekerjaan mereka di luar Jepang.
"Ayah dan Ibu sepakat akan pindah dari Thailand menuju Jerman, dan Ayah pikir salah satu dari kalian harus ikut kami ke luar negeri. Bagaimana, kalian setuju?" tuan Furuhashi bicara namun baik Misaki ataupun Taro nampak tidak terlalu peduli
"Aku gak mau, lagian aku sibuk sama sekolah. Aku gak mau ninggalin teman - temanku." Misaki kemudian menatap Taro penuh tanda tanya
"Apa yang membuat kalian berpikir aku akan ikut jika Misaki tak ikut? Aku ini anak, bukan boneka." Taro bangkit dari kursi lalu berjalan menjauh
Baik Misaki maupun Taro memang pada dasarnya tidak dekat dengan kedua orang tua mereka, hingga beberapa kali Misaki dan Taro hanya mendapatkan rasa kecewa bila mengikuti keinginan kedua orang tua.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 58 Episodes
Comments