part 3

Devina mengajak Rista untuk masuk kedalam rumah diikuti oleh Rafael yang menyusul anaknya yang sedang merajuk.

"Ibu sudah memasak makanan, kebetulan sekali ibu memasak banyak," ucap Devina menyuruh Rista untuk duduk di kursi sebelah milik Rafael yang biasanya dia gunakan.

"Bagaimana kabar mama mu?"

"Baik bu," balas Rista.

Devina tersenyum mengangguk. " Kita tunggu mereka sebentar lagi ya, Gabriel memang seperti itu. Walau perkataanya tadi tidak mengiiginkan seorang ibu itu bohong. Kau tau ibu selalu melihatnya menangis mengucapkan mommy,"

Rista diam mendengarkan, dia tak tahu apa yang harus dia katakan.

"ibu sangat berharap banyak padamu nak, tolong bantu dia yah bantu Rafael menjaganya. Umur ibu sudah tua entah sampai kapan ibu bisa menjaga Gabriel sedangkan Rafael harus pergi bekerja dan selalu menitipkan Rafael pada ibu." lanjut Devina dengan tatapan memohon.

Rista yang ditatap sperti itu hanya mengangguk kaku saja lagipula apa yang harus dia lakukan sekarang mamahnya juga memaksanya, mungkin ini yang bisa dia lakukan untuk mamahnya apalagi sebenarnya dia menyesal selalu melawan mamahnya tersebut.

Dilain tempat Rafael menyandarkan punggungnya menatap putranya yang sedang menelungkupkan kepalanya ke bantal dan punnggung anak itu bergetar, Rafael bisa menebak jika saat ini anaknya sedang menangis.

"Riel," panggil Rafael lembut. Gabriel menoleh dan mendapati daddy nya duduk diseberang kasurnya.

Gabriel berdiri dan menghampiri Rafael lantas memeluknya erat.

"Ada apa ini heum, jagoan dady memnagis?'

"Aku tidak menangis dad, salahkan saja air matanya yang turun padahal aku sudah menyuruhnya berhenti tadi,"ucap Gabriel menggembungkan pipinya yang membuat Rafael tersenyum gemas.

"Jadi dia tak mau mendengarkanmu ya,"

"Iya dad, air matanya nakal," balas Gabriel yang membuat tawa Rafael pecah dan meggelengkan kepalanya, ada-ada saja putranya itu.

"Baiklah-baiklah, ayo kita turun, daddy sudah lapar tau," ucap Rafael.

Gabriel menggelebngkan kepalanya. "Aku tidak mau makan disana jika wanita tadi masih disitu dad, suruh dia pergi dulu baru aku akan makan," bantah Gabriel.

"hei mana boleh begitu, itu tidak sopan daddy tak pernah mengajarimu seperti itu," tegas Rafael.

"Terserah daddy saja, aku tetap tidak mau makan dengan  wanita penganggu itu." teriak Gabriel keras.

"Gabriel," bentak Rafael.

Gabriel tersentak mana pernah daddynya membentak dirinya matanya kini sudah berkaca-kaca air matanya kini sudah menggenang di kelopak matanya.

"Hiks daddy membentakku gara-gara wanita itu hiks, Daddy tak menyanyangiku lagi," Gabriel menangis "Maaf daddy tidak suka jika sikap Gabriel seperti itu, jangan lakukan itu lagi!"

"Gbriel daddy tanya bisa?" ucap Rafael.

Gabriel akhirnya mengangguk berbeda dalam hatinya yang semakin tak menyukai Rista karena gara-gara dia daddy nya memarahi dirinya.

"Yasudah ayo turun," ajak Rafael merentangkan tangannya kode untuk agar Gabriel digendong olehnya.

"Aku bisa sendiri," tolak Gabriel menuruni kasurnya dan berjalan mendahului Rafael yang menghela nafas.

"Eh cucu nenek sudah lapar ya, ayo kemari duduk dekat nenek," ucap Devina.

Gabriel melirik tajam ke arah Rista tempat dia duduk didekat daddy nya kini sudah diduduki oleh Rista.

"Hei, itu tempatku, beraninya kamu mendudukinya!" pekik Gabriel.

Rista lantas berdiri ingin duduk ditempat lain melihat tatapan permusushan yang dilayangkan oleh Gabriel.

"Tak perlu pindah, duduk disitu saja," ucap Rafael yang baru datang.

"Dad?'' ucap Gabriel tidak terima.

"Duduk Riel, apa yang daddy katakan tetntang etika di meja makan," tegas Rafael.

Gabriel mendengus dan akhirnya duduk disamping neneknya.

"Terimakasih," ucap Rista pada Rafael yang repot-repot mengantar dirinya.

"Ya," balas Rafael.

"Tidak mau mampir?" ajak Rista.

Rafael menggeleng. "Lain kali saja, Gabriel akan mengamuk jika aku berlama-lama, titipkan salam ku pada mamah," ucap Rafael lalu pamit pergi.

"Astaga Rista, kamu darimana saja hah!" ucap Eve, terselip nada khawatir didalamnya.

"Dari rumah Rafael," ucap Rista lalu memasuki rumah yang diikuti oleh mamanya.

"Benarkah? jangan mencoba membohongi mamah," peringat Eve.

"Mama gak percaya sama aku, tanya aja sama ibu Devina," ucap Rista.

"Okey, baiklah Mama hanya khawatir kamu tidak pulang kerumah lagi," ucap Eve.

"Heum, jika bisa akan aku lakukan masalahnya aku akan jadi gembel nanti," Rista terkekeh .

"Jangan pernah berpikiran seperti itu, mamah sudah memikirkannya kembali sayang, mamah gak akan memaksa kamu lagi maaf terlalu keras terhadap mu," ucap Eve.

"Mah,"

Eve langsung memeluk putrinya itu .

"Maaf sayang, maafin mamah yah, kamu bebas memilih jalan kamu sekarang mamah akan dukung maafin mamah tolong jangan berniat pergi Rista mama gak bisa, cuma kamu yang mama punya sekarang," Isak Eve.

"Hei mah, Please don't cry, aku jadi merasa bersalah kalo kaya gini ," pinta Rista karena tak mau alasan mamanya menangis ada dirinya.

Eve tersenyum. "Tapi mamah harap kamu tak pulang larut lagi Rista, mamah khawatir,"

"Maaf mamah, aku tidak akan lagi, aku akan fokus ke kuliah ku sekarang." ucap Rista.

"Good girl, mau makan diluar? kita sudah lama tak makan diluar," ucap Eve.

"Boleh," ucap Rista tersenyum.

***

"Cit, citra," ucap Rista dengan nafas yang ngos-ngosan.

Dia lupa mengerjakan tugasnya mana sekarang jadwalnya dosen killer lagi.

Rista bisa saja tak mengerjakan nya tapi dia tak mau mendapat nilai yang buruk lagi apalagi dosen nya sekarang seperti mempunyai dendam pribadi padanya.

Rista mengambil jurusan manajemen.

"Ambil aja di tas," ucap Citra yang sudah peka sambil memain-mainkan ponselnya menunggu dosen tiba.

"Ahh anjir panjang banget ini, aduh gak keburu mampus kamu Rista," Rista mendesah kesal sambil mengacak rambutnya.

"Udah jangan banyak omong, langsung tulis aja keburu dosen hot Dateng," balas Citra.

Rista dengan tangan yang bergerak cepat menyalin tugas milik Citra, meski dia akan berhasil menyalin ini nantinya pasti dia akan ketahuan tapi yang penting tugasnya itu selesai dulu.

Citra memejamkan matanya saat tulisan nya semakin tidak jelas.

"Selamat pagi semuanya," ucap dosen mereka yang sudah datang.

"Pagi pak," ucap semua mahasiswa yang didominasi oleh teriakan perempuan karena dosen yang bernama Melviano itu adalah idola para mahasiswa dan banyak juga dari dosen muda yang menyukai dirinya.

Bagaimana tidak Melviano terkenal karena berhasil menjadi dosen di umur nya yang 25 tahun dan tentu saja pria itu merupakan direktur di kantor ayahnya.

Para mahasiswa dan dosen tentu sana tau karena Ayah Melviano adalah salah satu donatur terbesar di kampus tersebut.

"Silahkan kumpulkan tugasnya, Patrick kumpulkan di meja saya," ucap Melviano pada penanggung jawab kelas tersebut.

"Ris, udah belum ," bisik Citra saat melihat Patrick akan segera ke meja mereka.

"Belum, bentar dulu ih sabar Napa," kesal Rista .

"Kenapa kalian berbisik-bisik?" ucap Melviano membuat tangan Rista berhenti menulis.

"Nona Rista?" panggil Melviano.

"Iya pak," cicit Rista.

"Tugasmu sudah bukan?" ucap Melviano dengan pandangan tajam.

Rista meneguk ludahnya dia belum selesai pasrah sudah dirinya.

"Kedepan Rista," ucap Melviano tak mengalihkan pandangannya dari Rista.

Rista menghela nafas bisa dia lihat Citra menatapnya dan mengatakan sorry .

"Berdiri didepan sampai kelas saya selesai," ucap Melviano dingin.

TBC

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!