Kepergian Nola

Reisya merasa sangat bersedih, kebahagiaan yang dirasakan malam itu seharusnya dapat diterima oleh seluruh anggota keluarga termasuk Nola.

Meskipun dia hanya seorang kakak angkat, tapi bagi Reisya.. dia sudah seperti saudara kandungnya sendiri.

Dua belas tahun hidup bersama, berbagi cinta dan kasih sayang dengan tulus. Melalui suka dan duka masa remaja bersama.

Namun di hari yang akan menjadi sejarah hidupnya, justru Nola tidak hadir sama sekali. Bahkan dia pergi menghilang tanpa kabar.

Semua orang di rumah besar keluarga Widjaya panik dengan menghilangnya Nola dari rumah mereka.

“Pa, ada apa dengan Nola.. kenapa tiba – tiba dia pergi meninggalkan kita?” resah Bu Widjaya dengan hati yang sangat cemas.

“Rei, apa Nola ada cerita sesuatu sama Kamu?” tanya Pak Widjaya serius.

Reisya hanya menggelengkan kepalanya pelan.

Reisya juga bingung dengan perubahan sikap Nola. Bahkan Reisya ingin menanyakan pada kedua orang tuanya apa yang telah terjadi sebelum dia kembali ke rumahnya.

“Ma, Pa.. sebenarnya apa yang telah terjadi? Atau ada sesuatu yang tidak Rei ketahui selama ini?” tukas Reisya sambil memandangi wajah kedua orang tuanya secara bergantian.

Bapak dan Ibu Widjaya saling melempar pandangan, seolah saling tunjuk – menunjuk untuk menjawab pertanyaan Reisya. Reisya pun semakin dibuat penasaran.

“Ma,” lirih Reisya memanggil sang Mama.

“Mama juga tidak tahu, Rei. Karena memang tidak ada yang apa – apa yang perlu dijelaskan,” pungkas Bu Widjaya.

“Lalu, kenapa Kak Nola berani memarahi Mama? Bukankah Kak Nola adalah orang yang sangat patuh? Bahkan apapun yang Mama-Papa katakan tidak pernah dibantahnya meski terkadang Kak Nola enggan melakukannya. Ada apa ini, Ma? Pa?” desak Reisya.

“Rei.. Rei..! Kamu tenang dulu ya. Papa dan Mama tidak ada menyembunyikan apapun dari kalian. Papa yakin, ini hanyalah hasutan dari rekan bisnis Papa yang kalah tender kemarin. Sejak dulu saat Papa dan Papanya Nola bergabung, Hutomo memang tidak pernah mendapatkan apa yang dia inginkan. Jadi.. mungkin sekarang dia ingin menjatuhkan Papa melalui Nola,” ungkap Pak Widjaya yang tersulut amarah.

“Jadi, kenapa Papa tidak menjelaskannya pada Kak Nola kalau ini hanyalah omong kosong?!”

“Rei, sejak Nola bertemu dengan Om Hutomo, dia banyak berubah. Lebih banyak diam dan jadi tempramen. Mama juga nggak tahu apa yang sudah dikatakan Om Hutomo sama Kakak Kamu itu. Sehingga dia sangat membenci Mama dan Papa,” timpal Bu Widjaya.

“Jadi, kepergian Kak Nola sekarang ada kaitannya dengan Om Hutomo?” tebak Reisya.

“Bisa jadi, tapi itupun belum pasti. Kita tidak bisa menuduh seseorang tanpa bukti yang jelas,” sahut pak Widjaya.

Reisya jadi semakin bersedih. Dia merasa bersalah telah menuduh kedua orang tuanya telah berlaku curang. Ternyata pikirannya salah.

Kemudian Reisya memeluk erat tubuh sang Mama sembari meminta maaf.

“Ma, maafin Reisya ya. Nggak seharusnya Rei berpikiran buruk terhadap Mama dan Papa,” sesal Reisya dengan mata yang berkaca – kaca.

Bu Widjaya pun mencium pucuk kepala Reisya penuh rasa sayang sambil tersenyum manis.

“Iya, Sayang. Nggap apa – apa, Mama sama Papa ngerti kok. Kamu terlalu menyayangi Nola, kan?”

Reisya pun mengangguk pelan.

“Ya sudah, kalau begitu.. Reisya ke kamar dulu ya Ma. Reisya mau beres – beres dulu biar nggak ada yang tertinggal,” pamit Reisya.

Ia pun menggiring langkah kakinya ke kamar untuk mempersiapkan semua yang akan ia bawa kembali ke Prancis.

Waktu terus bergulir, malam pun datang. Kini anggota keluarga Widjaya berkumpul mengitari meja di ruang makan. Suasana sedikit hening tidak seperti biasanya. Rasa kehilangan begitu kentara dalam diri mereka.

Bahkan Mbok Ana dan Pak Man pun tidak berani untuk banyak berkata – kata, hanya berbicara jika saat majikannya bertanya.

“Rei, tambah lagi ya,” celetuk Bu Widjaya memecah keheningan di ruang makan saat ini.

“Nggak, Ma. Ini sudah cukup,” sahut Reisya tanpa semangat.

Bu Widjaya pun tidak memaksanya.

Dia sangat mengerti perasaan anaknya. Sampai akhirnya mereka selesai makan. Reisya lebih memilih untuk kembali ke kamarnya.

Dengan langkah gontai ia menaiki anak tangga menuju kamarnya. Sekilas netranya menatap sedih pintu kamar Nola yang bersebrangan dengan kamarnya.

Lalu hatinya tergelitik untuk mencari sesuatu di dalam kamar Nola. Mungkin saja ia dapat menemukan informasi apapun yang bisa ia dapatkan.

Reisya pun mengayunkan langkahnya masuk ke dalam kamar Nola. Sejenak ia mengedarkan pandangannya ke setiap sudut ruangan.

Setelah beberapa menit ia melanjutkan langkah kakinya kemudian duduk di kursi meja belajar Nola.

Tangannya mulai bekerja mencari sesuatu yang mungkin bisa memberinya informasi dengan membuka lalu memeriksa laci meja belajarnya.

Ternyata Reisya tidak menemukan apapun. Hanya selembar kertas, foto Reisya dan Nola saat mereka sedang liburan ke Jogja. Terukir senyum di sudut bibir Reisya, dengan mata sayu ia kembali meletakkan foto itu di tempat semula.

Kemudian ia menggiring tubuhnya, berjalan membuka lemari baju yang tertutup rapi. Masih banyak baju – baju Nola yang tergantung disana. Tangan lentik Reisya menyibakkan satu persatu baju itu.

‘Kak, Kakak kemana sih. Apa salah Rei ke Kakak? Kenapa Kakak pergi begitu saja. Rei sayang banget sama Kakak. Rei juga ingin melihat Kakak bahagia.’ Reisya terus bermonolog, perang dalam batinnya terus menyelimutinya.

Kemudian Reisya kembali ke kamarnya. Ia membaringkan tubuhnya di atas kasur empuk dan menyelimuti tubuhnya dengan selimut sampai bagian dada.

Perlahan manik matanya mulai terpejam membawanya dalam tidur lelap.

Sampai datangnya pagi, Reisya masih tertidur pulas. Bu Widjaya sudah duduk di atas tempat tidur di samping Reisya. Ia berniat akan membangunkan sang putri yang akan segera pergi meninggalkannya.

“Rei.. Reisya, Sayang. Bangun yuk, Nak. Sudah subuh. Rei…,” ucap Bu Widjaya membangunkan Reisya dengan lembut sambil mengelus - elus kening Reisya.

Reisya yang merasakan sentuhan lembut dari Mamanya langsung membuka kelopak matanya perlahan. Lalu ia mengulas senyum saat di dapati sang Mama ada di depan matanya.

“Mama..”

“Iya, Sayang. Ini Mama. Bangun yuk, nanti kamu ketinggalan pesawat loh,” terang Bu Widjaya mengingatkan Reisya.

Reisya menggeliat, kemudian duduk sambil menggerak – gerakkan tangan dan juga kepalanya.

Lalu turun dari tempat tidur sembari menyambar handuk yang tergantung di kursinya. Sedangkan Bu Widjaya mengayunkan kakinya kembali ke dapur bersama Mbok Ana.

Satu jam kemudian Reisya tampak menuruni anak tangga sambil membawa koper berwarna biru muda di tangan kanannya, dan peacoat di lengan kirinya yang menenteng sebuah bag kecil berwarna hitam.

Ia segera bergabung bersama Papa dan Mamanya di ruang makan. Setelah beberapa menit kemudian Reisya pun berpamitan pada Mbok Ana. Karena pagi ini, Papa dan Mamanya ikut mengantarkannya ke bandara.

“Mbok, Rei pamit, ya. Do’akan Rei sehat, selamat sampai tujuan,” ucap Reisya sambil menggenggam kedua tangan Mbok Ana. Lalu memberikan sebuah pelukan hangat sebelum ia naik ke mobil yang akan di kemudikan oleh Pak Man.

“Ya sudah, Mbok. Jaga rumah baik – baik. Di kunci, hati – hati sama orang yang tidak di kenal,” pesan Bu Widjaya mengingatkan Mbok Ana.

“Iya, baik, Bu. Non Reisya, hati – hati ya. Semoga sukses sampai wisuda.”

Reisya pun tersenyum indah saat akan naik ke mobilnya. Kemudian Pak Man membawa mereka melintasi jalanan menuju bandara.

Terpopuler

Comments

Mbak Rin

Mbak Rin

dah pasti nola salah nahan dngn ortu angkatnya.... kena hasut hutomo y

2022-11-02

2

Heila

Heila

lanjut

2022-10-30

1

Aditya HP/bunda lia

Aditya HP/bunda lia

kemana tuh si Nola pasti kerumahnya si Hutomo

2022-10-30

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!