Menjelang maghrib, Kinara duduk diam di beranda rumah. Menyaksikan langit perlahan-lahan berubah warna dari oranye menuju abu-abu kemudian gelap. Di meja bundar di depannya, ada secangkir teh yang sudah dingin dan setoples biskuit regal favoritnya.
Di sore-sore sebelum hari buruk ini menghampiri, Kinara suka menghabiskan waktu menikmati senja sambil menyesap teh tawar buatan Mama ditemani beberapa keping biskuit regal yang manis. Tapi sore ini, semua hal yang tadinya merupakan favoritnya kini tampak tidak menarik. Teh tawar yang dibuatkan Mama dibiarkan dingin tak tersentuh. Begitu pula dengan biskuit regal yang dia biarkan berdiam di dalam toples, menatapnya sedih bagaikan anak-anak malang yang ditelantarkan ibunya sendiri.
Hela napas panjang mengawali gerakan tubuhnya yang lunglai. Kinara melangkahkan kaki ke dalam rumah tepat saat adzan berkumandang. Meninggalkan cangkir teh dan biskuit regal di atas meja. Mungkin, sampai besok saat waktunya mereka pindahan, dia tetap tidak akan memindahkan dua benda itu dari sana. Biar siapapun yang datang ke sini untuk pertama kali setelah kepindahannya tahu, bahwa di rumah ini, pernah tinggal seorang gadis yang bahagianya hanya sesederhana menyesap teh ditemani sekeping biskuit regal.
Sesampainya di kamar, Kinara malah merebahkan diri. Harusnya dia segera ke kamar mandi untuk mengambil wudhu lalu melaksanakan sholat maghrib. Namun entah mengapa hari ini dia benar-benar tidak berselera melakukan apa-apa.
Lama Kinara terdiam di atas ranjang. Pikirannya melayang kemana-mana. Adzan sudah tidak terdengar. Tergantikan suara detik jarum jam yang entah bagaimana terdengar lebih keras dari biasanya.
Kinara menatap sebal jam di dinding kamarnya. Jam berbentuk lingkaran dengan gambar tayo warna biru itu seolah sedang mengejeknya. Mengingatkannya bahwa waktunya tidak banyak lagi tersisa di rumah ini. Dalam beberapa kali putaran jarum panjang jam saja, dia sudah harus angkat kaki.
"Nara, sholat maghrib dulu." Terdengar suara Mama dari balik pintu. Kinara menatap pintu cokelat tua itu sebentar sebelum menjawab dengan satu kata "iya".
"Astaghfirullah... Gara-gara Sebastian sialan gue jadi hampir ninggalin sholat!" Kinara buru-buru bangkit dari kasur. Berjalan cepat ke kamar mandi sebelum waktu sholat keburu habis.
...****************...
Selepas menunaikan sholat, Kinara tidak lantas bangun dari tempatnya. Setelah berdoa seperti yang dia lakukan setiap hari (hanya saja kali ini ditambah beberapa doa baru) dia merebahkan diri di atas sajadah. Hari ini dia tidak sholat berjamaah dengan Mama dan Papa karena takut kegiatan ibadah ini akan berakhir dengan kegiatan menangis bersama. Tidak. Kinara tidak mau menangisi kejadian ini sebegitunya.
Di tengah sibuknya pikiran, Kinara tiba-tiba teringat pada Atharya Danapati, kekasihnya. Dia baru ingat sejak kemarin tidak memberi kabar sama sekali pada laki-laki itu. Padahal Kinara tahu Atha paling benci kalau dirinya sudah hilang-hilangan tanpa kabar.
Secepat kilat, Kinara bangkit dari posisi rebahannya. Masih dengan menggunakan mukena, dia melompat naik ke atas kasur dan mengambil ponsel dari dalam laci nakas.
Kinara meringis mendapati empat puluh panggilan tak terjawab dan tiga puluh dua pesan belum terbaca yang semuanya berasal dari Atha. Tanpa membuka pesan itu satu persatu pun, Kinara sudah bisa menebak isinya. Pasti tidak jauh-jauh dari Atha yang mengomel mengeluhkan dirinya yang tidak ada kabar.
Tidak mau menambah masalah, Kinara segera menelepon Atha untuk menjelaskan kondisinya.
Tiga detik kemudian, Atha mengangkat telepon. Laki-laki itu langsung marah-marah, mengoceh panjang lebar bahkan sebelum Kinara sempat berbicara satu patah kata pun.
"Maaf, kemarin aku lagi ada masalah." Kinara berusaha menjelaskan. Tapi seperti biasa, Atha tidak mau menerima itu sebagai sebuah alasan. Laki-laki itu masih terus mengomel hingga membuat telinga Kinara bak baru saja diuapi dengan suhu seratus delapan puluh derajat celsius alias panas!
"Kamu tuh kebiasaan suka ngilang! Kamu nggak tahu aku khawatir?!" nada suara Atha makin tinggi, membuat Kinara terpaksa menjauhkan ponsel dari telinga.
"Kok diem?!"
Kinara memutar bola mata jengah. Bagaimana dia mau bicara kalau Atha masih nyerocos terus sedari tadi?
"Kinara, kamu dengerin aku nggak sih?!"
"Iya, aku dengar."
"Kamu kemana aja dari kemarin? Ada masalah apa sampai kamu menghilang gitu aja, nggak ada kabar sama sekali?"
"Aku nggak bisa cerita lewat telepon. Nanti setelah kamu balik ke Jakarta, aku bakal jelasin semuanya."
Tidak ada sahutan. Kinara pikir sambungan telepon terputus. Tapi saat dia menjauhkan ponselnya dari telinga untuk memeriksa, telepon mereka jelas masih tersambung.
"Atha?"
"Oke, nanti setelah aku balik ke Jakarta, kamu harus jelasin semuanya."
"Iya."
"Kamu lagi ngapain? Udah sholat?"
"Baru selesai sholat. Kamu sendiri lagi ngapain?" Kinara merebahkan diri di kasur. Menatap langit-langit kamar dengan senyum tipis. Dia sedang membayangkan ada Atha di depannya saat ini.
"Aku di depan rumah, nunggu teman jemput karena kita mau kumpul di Malioboro malam ini."
"Oh... Jogja seru, ya?" tanyanya sambil memainkan ujung mukenanya.
"Seru. Kapan-kapan aku ajak kamu kesini."
"Janji?"
"Iya, janji. Eh, udah dulu ya, teman aku udah datang nih. See you!"
"See--"
Telepon terputus sebelum Kinara menyelesaikan ucapannya.
Ponsel itu dia biarkan tergeletak di atas dadanya. Bayangan wajah Atha semakin terlihat jelas di langit-langit kamarnya. Alis tebalnya, bulu mata lentik yang menjadi idaman para wanita, juga senyum manis bertabur lesung pipi yang memabukkan itu sukses membuat Kinara tersenyum.
Sudah tiga minggu dia tidak melihat wajah tampan kekasihnya itu secara langsung. Kuliah sedang libur dan Atha memutuskan untuk berlibur ke rumah kakeknya di Jogja. Kinara sempat ditawari untuk ikut, tapi Papa jelas menentangnya. Walau pun mereka sudah berpacaran selama tiga tahun, tidak serta merta membuat Papa menaruh kepercayaan penuh terhadap Atha. Biar bagaimana pun, Atha tetaplah laki-laki normal yang sangat mungkin berbuat khilaf jika ada kesempatan. Dan Papa tentu tidak akan membiarkan hal buruk terjadi pada putri semata wayangnya.
Di saat rasa rindunya pada Atha semakin membuncah, tiba-tiba saja sebuah pemikiran aneh melintas di kepala Kinara, membuat senyumnya seketika memudar.
Kalau Atha tahu keadaan ekonomi keluarga gue yang sekarang, apa dia masih mau pacaran sama gue?
Kinara mendadak resah. Atha adalah pacar pertamanya. Cinta pertama yang berhasil dia bawa ke dalam sebuah hubungan yang tidak main-main. Sangat tidak lucu kalau kisah cinta mereka harus berakhir hanya karena bangkrutnya usaha Papa.
Tidak mau pemikiran itu semakin menggerogoti kepalanya, Kinara menggelengkan kepala kemudian segera berlari ke dalam kamar mandi. Ia hendak mengambil wudhu lagi dan segera manunaikan sholat isya. Tadi, dia lupa mengucapkan satu doa ini: semoga Atha tetap bisa menerimanya dengan keadaannya yang seperti sekarang ini.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 111 Episodes
Comments
Zenun
Disana kinderjoy, disini biskuit regal
2022-10-28
2