After The Rain
"Perusahaan Papa bangkrut."
Itu adalah sebaris kalimat yang mampu membuat hidup Kinara jungkir balik. Langit yang tadinya cerah mendadak mendung. Bumi tempatnya berpijak seolah diguncang gempa dahsyat hingga membuat tubuh kurusnya sempoyongan. Matanya berkunang-kunang dan tenggorokannya tercekat.
Perusahaan Papa bangkrut. Dia mengulangi kalimat itu di kepalanya sekali lagi, berusaha mencernanya dengan baik sekaligus memastikan bahwa dia tidak sedang bermimpi.
Saat matanya bertemu dengan Mama, Kinara sadar kenyataan pahit ini memang mau tidak mau harus ia terima dengan lapang dada.
"Kok bisa?" Kinara pikir, ia mengatakan itu di dalam hati. Tapi ternyata suara yang dia buat lebih lantang dari dugaannya.
Papa yang duduk di hadapannya menatap sendu. Kentara sekali ada perasaan bersalah yang begitu besar dari sorot mata pria paruh baya itu.
"Sebastian membawa kabur uang perusahaan, mengadakan kontrak palsu dengan klien sehingga banyak yang menuntut ganti rugi. Semuanya habis, Nara. Nggak bersisa sama sekali."
Kinara bisa melihat mata Papa memerah. Ada kabut bening yang menyelimuti mata pria itu, pertanda air matanya akan tumpah sebentar lagi.
"Lagi-lagi ulah Sebastian!" Kinara geram. Pasalnya, ini bukan kali pertama pria brengsek bernama Sebastian itu membuat ulah. Beberapa tahun yang lalu, saat perusahaan Papa baru berkembang, Sebastian pernah kepergok mengorupsi sebagian dana proyek. Tapi Papa memaafkannya begitu saja karena Sebastian berdalih uang itu digunakan untuk pengobatan sang ibu.
Sebenarnya, sejak pertama kali bertemu dengan Sebastian, Kinara sudah punya firasat buruk tentang lelaki itu. Siapa sangka kalau firasat buruknya benar-benar menjadi kenyataan sekarang?
"Maafin Papa, Nara."
Kinar menatap Papa sebentar kemudian beralih menatap Mama yang duduk di sebelah Papa. Wanita itu sedari tadi hanya diam. Tidak menampakkan ekspresi apapun. Meski begitu, Kinara tahu Mama sedang menahan amarah dan rasa kecewa yang teramat dalam.
"Terus sekarang kita gimana?" Kinara kembali menatap Papa. Sekarang ini, mencari solusi untuk kehidupan mereka ke depannya tentu lebih penting ketimbang menyesali apa yang sudah terjadi.
"Terpaksa mulai dari nol lagi." Ucap Papa sedih.
"Oke, itu nggak masalah. Nara bisa bantu Papa bangun usaha dari awal lagi."
"Tapi, Nara..." Papa menggantungkan kalimatnya, terlihat ragu.
"Kenapa?" tanya Kinara.
Beberapa detik Papa hanya terdiam. Perasaan Kinara mulai tidak enak. Dia curiga ada hal lain yang Papa sembunyikan dari dirinya dan juga Mama. Sepertinya kabar mengenai perusahaan Papa yang bangkrut bukanlah satu-satunya kabar buruk yang akan dia terima hari ini.
"Pa?"
"Rumah ini akan disita oleh bank."
Bagai disambar petir di siang bolong, Kinara merasakan tubuhnya bagai terpental jatuh ke belakang. Soal perusahaan Papa yang bangkrut, Kinara masih bisa berpikir positif bahwa mereka akan bisa memulai semuanya kembali dari awal. Tapi rumah ini adalah persoalan yang berbeda. Rumah ini dibangun dengan jerih payah Mama dan Papa. Desainnya dirancang sendiri oleh Papa sedangkan segala perabot di dalamnya dipilih oleh Mama. Rumah ini sudah menjadi saksi perjalanan hidup mereka. Bagaimana bisa mereka juga akan kehilangan rumah ini?
Tidak. Kinara tidak bisa menerimanya. Saat ini, rasanya dia benar-benar ingin membunuh laki-laki bernama Sebastian itu dengan cara paling kejam sedunia!
"Apa nggak ada aset lain yang bisa disita? Kenapa harus rumah ini?!" Kinara memekik. Otot-otot di sekitar lehernya tampak begitu jelas. Matanya memerah menahan tangis.
"Nggak ada yang tersisa, Nara. Papa udah bilang kalau semuanya habis. Satu-satunya harta berharga yang masih kita punya cuma mobil kamu." Terang Papa. Berusaha keras menahan kegetiran yang memenuhi rongga dada.
Kinara terdiam dengan isi kepala yang mulai tidak keruan. Bagaimana mereka akan melanjutkan hidup hanya dengan bermodalkan sebuah mobil yang kalau dijual pun hasilnya tidak akan seberapa? Bagaimana dengan kuliahnya? Bagaimana dengan rencana Mama untuk membuka butik? Bagaimana dengan impian mereka untuk berlibur bersama ke luar negeri akhir tahun ini? Kepala Kinara sekarang hanya dipenuhi dengan berbagai pertanyaan tentang bagaimana nasib mereka ke depannya.
"SEBASTIAN SIALAN!!!" Kinara berteriak kesetanan. Dia kemudian berjalan cepat menaiki tangga dengan langkah yang menghentak-hentak, napasnya memburu, dadanya bergemuruh menahan emosi.
Sementara di bawah, di ruang keluarga, Papa hanya bisa menatap punggung Kinara yang semakin menjauh. Sejenak setelah sosok Kinara menghilang di balik pintu kamarnya, Papa menoleh kepada Mama yang masih diam seribu bahasa.
"Maafin Papa, ya, Ma?" Papa meraih tangan Mama, menggenggamnya erat.
Mama masih diam. Tidak bicara apapun. Tidak juga membalas tatapan Papa. Papa tahu Mama kecewa. Ia memang bodoh karena telah membuat keluarga kecil yang sangat disayangi harus menderita karena ulah orang asing yang terlalu dia percaya.
Andai waktu bisa diulang kembali, Papa pasti tidak akan sudi membawa Bastian masuk ke dalam hidup mereka.
"Maafin Papa." Itu adalah kalimat terakhir yang Papa ucapkan sebelum air matanya mengalir deras membasahi pipi.
...****************...
Pukul 11.45 malam, Kinara masih belum bisa memejamkan mata. Dia telentang, memandangi langit-langit kamarnya yang menampakkan gambaran langit luas berhias bintang-bintang. Kinara ingat stiker bintang-bintang yang hanya akan terlihat saat lampu kamarnya dipadamkan itu dipasang sendiri oleh Papa saat ulang tahunnya yang ke-16. Saat itu Kinara mengeluhkan mimpi buruk yang terus menerus datang selama beberapa hari sehingga membuatnya tidak bisa tidur dengan nyenyak. Lalu Papa berinisiatif untuk memasang stiker itu di langit-langit kamarnya. Katanya, supaya Kinara bisa lebih rileks saat menyaksikan hamparan langit malam nan indah itu sehingga mimpi buruk tidak akan datang menghampirinya lagi.
"Sebastian brengsek!" Kinara berbisik pelan. Iya, hanya berbisik. Sebab rasanya dia sudah tidak punya tenaga untuk meneriaki nama laki-laki itu dengan lantang. Sejak sore tadi saat pertama kali mendengar kabar buruk ini dari Papa, dia mungkin sudah mengutuk Sebastian sebanyak jutaan kali. Namun rasanya masih tidak cukup. Dia masih sangat marah pada laki-laki itu.
"Padahal Papa udah baik banget sama lo, tapi kenapa lo tega berbuat seperti ini sama Papa?" suara Kinara terdengar lirih. Yang tampak di langit-langit kamarnya sekarang bukan lagi hamparan langit malam yang indah, melainkan bayangan wajah menyebalkan Sebastian yang seketika membuatnya naik darah.
Kilasan memori tentang laki-laki itu satu persatu muncul. Mulai dari pertemuan pertama mereka di kantor Papa saat Papa mengenalkan Sebastian sebagai pegawai baru di sana. Lalu pertemuan berikutnya saat tahu-tahu Papa sudah mengangkat Sebastian sebagai asisten pribadinya hanya dalam kurun waktu beberapa bulan saja. Hingga adegan di mana Papa memaafkan kekhilafan Sebastian yang telah memakan uang proyek untuk kepentingan pribadinya.
Ah, kalau saja waktu itu Papa mau bersikap menjadi orang jahat untuk sekali saja, apakah hal buruk ini masih bisa dicegah? Atau paling tidak, keadaannya mungkin tidak akan jadi seburuk ini.
"Gue bersumpah ya, Sebastian, kalau sampai kita ketemu lagi suatu hari nanti, gue pastikan muka lo yang pas-pasan itu bakal habis sama cakaran gue!" Kinara menggerakkan tangannya ke langit-langit kamar, membuat gerakan seolah dia sedang mencakar wajah Sebastian yang sekarang sedang tersenyum kurang ajar kepada dirinya.
"Gue benci sama lo Sebastian!!! Brengsek!" Teriak Kinara terakhir kali sebelum membenamkan wajahnya ke dalam selimut. Di saat seperti ini, dia tahu akan sulit untuk bisa tertidur. Tapi dia juga tetap harus melakukannya. Pertama, karena dia masih manusia biasa yang butuh istirahat. Kedua, siapa tahu saja kan dia bisa bertemu dengan Sebastian di dalam mimpinya sehingga dia bisa merobek wajah laki-laki itu sepuasnya?
Enam puluh delapan detik berlalu, Kinara pun terlelap.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 111 Episodes
Comments
Mely Oon
insyaallah 🥺
2022-11-15
1
Zenun
Jangan terlalu percaya sama orang lain, bahkan saudara pun bisa melukai diri kita.
2022-10-28
3
Diana Ayu
nyimak dl
2022-10-27
1