Erick baru saja menerima informasi tentang tempat tinggal istrinya.
Tanpa berpikir panjang, ia pun bergegas melaju ke tempat itu.
Sebuah rumah susun yang terletak di kawasan yang cukup padat penduduk.
Erick sungguh tidak menyangka jika istrinya sudi untuk tinggal dilingkungan seperti ini.
"Ran, Rana ...," mengetuk pintu beberapa kali, tidak ada respon sedikitpun. Merasa diabaikan, Erick membuka paksa pintu itu.
Kosong, tidak ada tanda-tanda kehidupan.
Erick berjalan ke arah pintu kamar yang sedikit terbuka.
Terkejut, malah bertemu dengan gambar dirinya dalam sebuah karya lukis.
Disini ia yakin bahwa lukisan ini adalah jejak Terana, Istrinya. Erick menyelip perasaan bahagia ditengah sibuknya mencari. Bagaimana tidak, mana mungkin ada lukisan dirinya ditempat ini kalau tidak berarti apa-apa bagi Rana.
Seseorang munncul tiba-tiba. Dari seragam yang ia kenakan, jelas ia adalah seorang security.
"Maaf Pak, Anda dilaporkan telah mengganggu ketenangan penghuni sekitar. Kenapa Anda membuka paksa pintu yang terkunci?"
"Oh, maaf. Saya datang untuk menjemput istri saya." Erick menegaskan tentng maksudnya dengan memperlihatkan foto Terana pada layar ponselnya.
Kembali ia mencari sosok istrinya, tapi tidak ia temukan.
Security itu pun menjelaskan bahwa Rana telah pamit pergi sejak kemarin untuk pindah ke tempat tinggal yang baru.
Mendengar itu, Erick tampak kecewa. Sayang sekali bahwa Rana sudah pergi dari sini.
Erick pergi dari sana dan tidak lupa membawa serta lukisan yang berlukiskan dirinya. Sebuah karya yang menurutnya lumayan bagus.
Dia meninggalkan lukisan ini, apa begitu tidak suka melihatku? Jahat sekali. Aku merasa dicampakkan.
.
.
Sementara di rumah sakit.
Dua orang petugas perempuan membawa Rana masuk ke ruang pembedahan untuk proses Kuret yang akan segera dilakukan.
Baby, kepergianmu tidak diketahui oleh papa. Sayang, mama minta maaf kalau selama ini tidak bisa menjagamu. Kau pasti lelah dengan pola hidupku yang berantakan dan akhirnya memutuskan untuk menyerah.
Rana tertidur setelah diberi anestesi atau pembiusan total.
Sementara Ezra hanya menunggu di luar ruangan. Sendirian menemani sekaligus menjadi wali untuk sahabatnya, Ezra merasa sangat khawatir.
Semoga Terana akan baik - baik saja. Jangan sampai terjadi hal yang membut aku kehilangan dia. Aku tidak mau untuk kehilangan Rana, satu-satunya teman yang aku miliki.
Meskipun ayah bunda-ku tinggal terpisah, tapi kami bahagia dan tidak pernah kesepian. Kasihan kamu Rana, tidak punya siapapun selain aku.
Seorang petugas medis datang menyapa. Rupanya ada satu berkas yang belum ditandatangani.
"Apa benar keluarga dati pasian Terana sedang berada di luar negeri?" tanya sang petugas.
"iya, benar. Me-mereka mempercayakan Terana kepada saya. Ibunya berada di Panama sedangkan suaminya di Jerman."
Sang petugas mengangguk, lalu pergi setelah Ezra membubuhkan tanda tangannya.
Ezra menarik napas dalam, hendak menghembusnya dengan perasaan lega.
Tag tag tag
Seseorang melangkah mendekatinya. Ezra merasa napas yang hendak ia hembuskan seolah tertahan kala wanita itu semkin mendekat. Dialah Megan, ibu mertua Rana. Ya, Ezra pernah beberapa kali melihatnya, termasuk saat menghadiri pernikahan Rana.
"Aku tadi mendengar nama Terana disebut-sebut."
"Oh, em ... itu... ak-aku ..."
"Apa Rana berada di rumah sakit ini?" Megan melirik ke arah pintu ruangan bedah yang tertutup rapat.
Ezra memang tidak jago dalam mengelak ataupun menciptakan kebohongan saat dalam situasi ini. Jujur, ia memang membutuhkan seseorang dari pihak Rana untuk ada disamping Rana saat dalam kondisi ini. Hanya saja, ia menghargai keputusan Rana untuk tidak mengabari keluarga.
"Jadi benar bahwa Terana sedang dirawat? Atau dia sedang berada di ruangan itu?" Megan menunjuk ke arah ruang bedah.
Ezra tak bisa main - main jika berhadapan dengan orang seperti Megan. Ezra harus mencegah, jangan sampai Megan mengeluarkan ancaman untuknya. Terpaksa mengangguk pasrah, Ia pun langsung menceritakan apa yang terjadi dan menjelskan mengapa Rana harus menjalani prosedur kuret.
Megan tak bisa menyembunyikan keterkejutannya. Ia tak menyangka kalau Terana akan tertimpa peristiwa semiris ini.
Kenapa Terana yang cengeng manja itu tidak pernah merengek selama menghadapi kesulitan ini?
Drrrt drrrt drrrt-
Panggilan masuk dari PUTRA SULUNG.
Megan menjawab tanpa menyapa, hanya diam.
[Bunda, dia menceraikan aku. Dia mengirimkan surat cerai serta cincin pernikahan. Bunda, bagaimana ini?] suara bergetar menahan tagis.
Megan semakin terdiam. Terbungkam seribu bahasa. Matanya menatap lama pintu ruang bedah itu, seakan sedang saling tatap dengan Rana.
Sebegitu sakitkah hatimu Rana? Sampai mengirimkan berks perceraian. Kemana perginya Terana yang tergila-gila pada Erick Erlangga?
Kenyataan ruapaya tak selalu selaras dengan perkiraan.
[Ayo bicara, datanglah ke rumah sakit.] Megan sengaja tidak memberitahu tentang Rana terlebih dahulu, takut kalau Erick menggila di jalanan dengan kecepatan tinggi.
Megan dan Ezra duduk berseberangan pada kursi yang tersedia. Tak lupa Megan mengabari Erick dimana pisisinya saat ini.
Sepuluh menit kemudian, Erick muncul.
Megan berdiri lalu menghampiri serta memeluknya, membiarkan Erick merasa sedikit bingung saat menangkap bahwa kadua mata ibunya itu sembab parah. Ia tak menyangka ibunya sampai menangisi berita tentag gugatan cerai dari Rana yang dibahasnya beberapa menit lalu.
"Sayang, kamu yang kuat, ya, bunda turut berduka."
"Bunda, tenang... Ini hanya keinginan Rana. Aku tidak kan mengabulkan permohonannya utuk bercerai."
"Sayang, sebenarnya kau hampir jadi seorang ayah, tapi sayang bayi kalian berhenti berkembang." Megan menjelaskan dengan deraian air mata.
Erick menggeleng. Ia masing bingung. "Sayang, Terana sedang menjalankan prosedur menggugurkan janin. Dia da di dalam sana."
"Ap-apa?" Erick megikuti arah jari telunjuk ibunya. "Maksud bunda ..."
Megan mengangguk, kemudian kembali menjelaskan tentang Rana.
Bergetar, keluh terasa seluruh tubuh Erick Erlangga. Antara percaya atau tidak, antara rasa sedih dan senang, Erick mendekat ke arah pintu. Ia ingin memastikan semuanya. Dia juga ingin menemani Terana.
Pintu itu terbuka.
"Keluarga pasien Terana,"
"Dok, kami adalah keluarganya." Megan berdiri di samping putranya.
Dokter menoleh ke arah Ezra. Ezra hanya mengangguk pasrah.
"Semuanya baik dan aman. Pasien akan kita pindahkan ke ruang perawatan." Ranjang pasien keluar membawa Rana yang belum sadarkan diri karena pengaruh pembiusan.
Bahagia, sedih, khawatir, merasa bersalah, semuanya bercampur aduk dihati dan pikiran Erick.
Bahagia karena kembali dipertemukan dengan sang istri, sedih karena merasa kehilangan bakal anaknya. Erick juga merasa khawatir kalau Rana akan kenapa-kenapa. Sungguh penyesalan terdalam ia rasakan.
Erick terus memegang tangan Rana dan tidak mau pergi dari ruang perawatan walau sebentar pun. Dia ingin menjadi orang pertama yang dilihat saat istrinya bangun nanti.
Kau mau setelah menikah denganku nanti, kau harus ikut denganku untuk tinggal di Jerman. Kau mau? Erick.
Aku mau dimana pun asalkan bersama denganmu. Rana.
Erick kembali menangis sendirian saat mengingat masa-masa kebersamaan mereka yang begitu singkat. Ada begitu banyak hal yang ia sesali ketika sadar telah memberi harapan palsu pada istrinya.
Teringat akan cincin pernikahan yang turut serta ia terima di dalam amplop berkas perceraian, Erick merogoh kantongnya mengambil benda itu dari sana. Ia pun mengenakan itu kembali ke jari manis Rana seperti semula, tidak peduli jika harus menerima protes saat Rana bangun nanti.
Apa dia jarang makan? Kenapa begitu kurus?
Beberapa jam berlalu, Terana terbangun.
.
.
Abis dulu ya...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments
Putri Nunggal
pasti anaknya keracunan obat pil tidur yang selalu dikonsumsi Rana supaya bisa terlelap
2023-04-27
1
NatalieLaurentRenes
duh Rana lakik mu itu baik bnget knp kau keras hati?
2022-12-11
0
Grendly Sinciho
blomm up y
2022-11-19
0