"Eeeeh, Terana, kan?"
Rana mengerjap, tak berani langsung berbalik ketika seseorang menegurnya saat hendak memasuki pintu apartemennya. Memangnya ada penghuni tempat ini yang mengenal dirinya?
Rana berbalik dan langsung bertemu dengan wajah orang itu.
"Iya, kamu Rana. Rana, gak nyangka loh, kita bertemu lagi."
Dia adalah Via, teman sekelas Rana saat SMA. Mereka adalah teman baik saat itu, tapi sayangnya Rana harus pindah ke Panama.
"Via? Hai!" dengan perasaan yang masih tegang, Rana berusaha bersikap seakrab yng ia bisa. Via pun mendekat dan keduanya memberi pelukan seadanya.
Saat Via masih memeluknya, Rana dengan sigap melepas cincin kawin yang masih setia melingkar. Dalam kondisi Via sekarang, Rana berpikir Via tidak mungkin mengethui berita pernikahanya beberapa pekan lalu.
"Gimana kabarmu, Rana? Apa sudah laku? Anakku sudah dua loh." biasalah, selalu diterpa pertanyaan seperti itu tiap kali ketemu teman lama.
Rana menggeleng sambil tersenyum. Dalam hati Rana bersyukur bahwa Via tidak tahu bahwa Rana seorang pengantin baru yang malang.
"Rana, aku juga tinggal disini. Ayo ikutlah ketempatku." Via mengajak Rana untuk mengikutinya. Rana pun dikenalkan kepada anak-anak Via yang sudah cukup besar.
Via memiliki dua anak. Berusia 8 dan 5 tahun. Suami Via sendiri bekerja sebagai petugas SPBU. Via menjelaskan tanpa ditanya.
Sebenarnya Rana cukup heran mengapa Via tinggal di apartemen level 2 ini. Rupanya kejayaan keluarganya berakhir saat jabatan ayah Via berakhir dari keanggotaannya sebagai Dewan Perwakilan Rakyat, yang diberhentikan secara tidak hormat karena sebuah skandal. Via menjelaskan semuanya.
"Beginilah hidup, Rana, kita tidak tahu apa yang akan terjadi di depan sana."
Meski hidup sederhana, Via tampaknya sangat bahagia dengan keluarga kecilnya. Cukup membuat Rana tersentuh dan akhirnya memetik pelajaran dari kisah teman lamanya ini. Bahwa kebahagiaan tidak hanya tentang uang banyak, harta melimpah dan belanja barang mewah.
Rana kembali ke kamar kecilnya dan kembali berbaur dengan perlengkapan lukisnya.
Tentu saja semangat Rana kian berkobar kala orderan lukisannya bertambah setiap hari. Meskipun tak seberapa, tapi pasti cukuplah untuk dirinya sendiri.
Mulai dari pembuatan, pengemasan dan pengiriman dikerjakan sendiri oleh Rana. Ia sangat senang ketika untuk pertama kalinya ia mampu mengerjakan sesuatu yang bermanfaat dan menghasilkan.
Lukisan pesanan Ezra sudah kelar. Tinggal menunggu transferan pelunasan maka Rana akan mengirimnya.
Lama ia memandangi wujud tampan dalam bingkai karya tangannya itu. Seingatnya, Ezra pernah mengatakan bahwa ia memiliki dua kembaran laki-laki. Tapi tidak mungkin wajah ini adalah salah satu dari mereka. Ezra tidak mungkin bisa semanis ini terhadap dua saudaranya itu.
Rana merasakan sedikit keanehan dan salah tingkah ketika saling tatap dengan pria tampan dalam bingkai ini.
Terasa seperti ... aku sedang melihat wajahku sendiri. Pria ini, aku merasa dia ... mirip dengan... Aku.
Rana menggeleng, tersadar dari apa yang barusan ia pikirkan. Lanjut, Rana mengerjakan pesanan berikutnya.
.
.
Kantor Perusahaan Antami.
Dibawah kepemimpinan Robian, Antami kini berkembang pesat. Tak disangka, Bian berhasil membawa nama Antami semakin melejit.
Yang mulanya hanya mengeluarkan produk-produk perabotan manual, saat ini Antami berkembang dengan memproduksi peralatan elektronik.
Sukses dalam pencapaiannya, Bian tentu berbangga hati.
Tok tok tok.
Suara ketukan pintu membuatnya menoleh. David Erlangga muncul, seperti biasa tanpa pemberitahuan.
"Sayap pesawatmu patah jadi Kau bisa pulang?" bukan sambutan hai atau sekedar sapaan, Bian - David memang sudah biasa saling sindir jika bertemu. Entah kapan mereka mulai akrab, yang jelas keduanya menjalin komunikasi dengan cukup baik.
Karena relasi yang sehat berhasil keduanya bangun, maka dengan mudah pula David membuat kedua teman baiknya semasa sekolah dulu, yakni Gio dan Roy, diterima bekerja di perusahaan ini.
"Apa semuanya aman, Bian? Kudengar Kau baru meluncurkan sebuah alat masak yang sangat canggih."
"Ya, begitulah." sahut Bian dengan wajah bangganya. Apa lagi produk satu ini sangat di buru oleh para emak-emak sejagad raya.
"Selamat, Bian. Oia, ada yang ingin aku bicarakan." David tampak sedikit gelisah. Ia mengatur posisi duduknya serileks mungkin.
"Bicaralah. Kau tidak akan kesini kalau tidak ada pembahasan denganku."
Berhenti basa-basi, David pun memulai.
"Bian, apa Kau bisa bantu aku? Ah, kuharap Kau mau."
"Bantu apa? Kau kurang uang?" Seingat Bian, David sangat rajin menabung, bahkan hampir 70% gajinya sebagai tukang ojek udara ia transfer ke bunda Megan untuk disimpan supaya aman.
"Bukan soal uang. Ini Soal Keisya. Karena Kau sangat suka dia, tolong kejar dia sampai dapat."
"Berhenti bicara. Kau menyinggungku. Aku sudah tidak mau lagi mengejar cinta si Keisya itu."
"Aw kenapa? Bian, jangan menyerah. Tolong kau buat dia menyukaimu."
"Dia bahkan tidak menganggap keberadaanku. Gadis sombong itu, bukan tipeku lagi." Bian terlihat kesal.
"Keisya mengaku pada papa mamanya bahwa dia menyukai aku. Aku sedikit terkejut. Itu sebabnya aku kesini minta bantuan."
"Itu bukan urusanku, David. Aku tidak mau menjadi penyembuh luka. Memangnya aku ini obat patah hati?"
"Tadi aku ke rumahnya, tapi aku malah mendengar perdebatan antara dia dan orangtuanya. Mereka mengatakan Keisya harus menjauhi aku. Karena aku hanya seorang anak tiri yang tidak akan mendapatkan apa-apa dari bunda. Bahkan mereka merendahkan pekerjaanku sebagai pilot. Bian, kudengar mereka akan menjodohkannya dengan seorang pria tua yang kaya raya dari negeri Jiran."
Bian tersenyum miring.
"Urus saja sendiri, aku tidak akan mau dia lagi. Masih banyak pilihan lain di luar sana."
"Bian, jangan pernah menyesali kata-katamu ini. Ini adalah kesempatan emas Bian. Kalau Kau berhasil mencegah perjodohan dia, aku yakin dia akan terpesona padamu."
"Kenapa bukan Kau saja, dia kan maunya dirimu."
"Justru karena aku tidak bisa balas perasaan dia makanya aku meminta bantuanmu. Kau tidak paham-paham juga?"
Bian hanya tertawa malas. Mengatakan bahwa hatinya sudah mati rasa terhadap Keisya yang tak kunjung ia dapatkan sejak Zaman purba.
.
.
Erick Erlangga dari ruang kerjanya.
Baru saja ia menerima panggilan dari sang bunda, menanyakn kabar dirinya dan Rana. Erick masih berakting seolah semuanya baik-baik saja dan berdusta tentang Rana.
Namun, ketika bunda menyebut tentang Rana yang berada di Indonesia, Erick berubah gelisah karena kepikiran.
Tidak, tidak! Baby M pasti salah lihat. Memang benar kan, konon katanya kita memiliki 7 kembaran di dunia ini. Hal itu mungkin saja berlaku untuk Rana dan orang lain, terkecuali aku, hanya tersedia satu. Erick berusaha meyakinkan hatinya.
Tidak bisa fokus, Erick pun menghubungi Istrinya.
Drrruuuut druuuut,
[Halo,] terdengar suara itu dari kejauhan. Erick merasa lega.
[Rana, apa Kau baik-baik saja?] Sengaja tidak langsung ke intinya.
[Apa Kau berharap aku baik-baik saja?] bukan jawaban, tapi pertanyaan yang ia dengar.
[Rana, apa Kau marah? Kuharap jangan marah. Rana, besok aku akan ke Panama untuk menjemputmu.]
[Tidak perlu menjemputku. Aku sudah memeriksa hatiku, dan ... kita memang tidak seharusnya menikah.]
[Rana, jangan bercanda.]
[Aku tidak bercanda.]
[Ran, jangan menganggap enteng pernikahan.]
[Kau yang lebih dulu menganggap enteng pernikahan ini.]
Suasana berubah mencekam. Erick terdiam.
Mau bilang apa? Erick seolah tak bisa berpikir.
[Tunggu, aku datang menjemputmu sekarang juga. Dan-] sambungan telepon terputus.
Erick beranjak dari kursi kerjanya. Syukurnya hari ini pekerjaan sudah kelar. Ia pun menghubungi bunda dan memberanikan diri minta bantuan.
[Ada apa sayang?]
[Bunda, tolong, aku butuh helikopter untuk menjemputku sekarang juga.]
[Baiklah sayang,] bunda memang tidak mau berbasa - basi. Kalau sudah bilang baiklah, itu artinya Erick harus naik ke atap, menunggu sang pilot menjemputnya.
.
.
Oke, abis! Semangat bestie....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments
Indra Lapiz
mirip dengan david ,adik iparnya
2022-11-22
1
RahaYulia
c Arven buka Rana?
2022-11-09
2
nctzen💋
syukurin km bang E,,,Rana udah sakit hati sama km seenaknya sih sama anak org di kira org itu gak punya hati ya😏😏😎
2022-11-09
1