“Kau sudah sarapan, Raditya?”
“Sudah, Nona.”
Nona Cintya adalah putri tunggal dari keluarga Yasodana-satu dari tiga keluarga bangsawan yang berpengaruh di kota ini. Yasodana bersama dengan dua keluarga bangsawan lainnya dikenal sebagai pembangun dari kota ini dan telah menyumbangkan banyak kekayaan mereka untuk membangun kota ini hingga menjadi satu dari sepuluh kota besar di negeri ini.
“Kau pasti sedang berbohong padaku bukan, Raditya?” Nona Cintya yang sejak tadi bertanya padaku tanpa menolehkan kepalanya untuk melihatku yang berdiri di belakangnya, kali ini sengaja menolehkan kepalanya untuk melihatku dan ekspresiku yang tengah tertangkap basah olehnya. “Kau berbohong, Raditya. Aku dengar dari pengawal lain jika kau selalu punya masalah saat bangun pagi hingga kau selalu nyaris terlambat setiap paginya.”
Aku berusaha menjaga wajahku untuk tetap datar seperti satu dari aturan kami sebagai pengawal di keluarga Yasodana. “Maafkan saya, Nona. Saya tidak bermaksud berbohong pada Nona.”
Nona Cintya tersenyum padaku sebelum membalikkan kepalanya lagi ke meja di hadapannya. “Lain kali jangan pernah berbohong padaku lagi, Raditya. Aku tahu semua hal tentangmu dan sampai kapanpun kamu tidak akan pernah bisa berbohong padaku.”
“Maafkan saya, Nona. Lain kali saya tidak akan mengulanginya, Nona.”
Setiap pagi tepatnya pukul 7 pagi, keluarga Yasodana yang terdiri dari kepala Keluarga Yasodana-Indra Yasodana, lalu istrinya-Dara Yasodana dan putrinya-Cintya Yasodana akan sarapan bersama di ruang makan. Kami pada pengawal diwajibkan untuk berdiri di belakang tuan kami masing-masing dan ikut mendengarkan percakapan yang mungkin terjadi di ruang makan ini. Tuan Indra Yasodana sebagai kepala keluarga Yasodana memiliki dua pengawal: Raka sebagai kepala pengawalnya dan Bara-teman sekamarku yang menajdi asisten dari Raka. Raka sendiri adalah pria yang berusia sudah sekitar 30 tahunan dan sudah mengabdi bersama dengan Tuan Indra sejak masih muda. Bara sendiri sudah mengabdi selama kurang lebih lima tahun menggantikan asisten sebelumnya yang meninggal dalam penyerangan yang melibatkan keluarga Yasodana.
Lalu Nyonya di rumah ini-Dara Yasodana memiliki satu pengawal yang bernama Karia. Sama seperti namanya Nyonya Dara dikenal dengan kecantikannya di antara tiga keluarga bangsawan di kota ini dan mungkin kecantikan itulah yang menurun pada Nona Cintya hingga Nona Cintya pun mendapat julukan yang sama dan memiliki banyak pengagum di luar sana. Bodygurad Nyonya Dara-Karia adalah pengawal yang berusia tidak jauh dari Raka dan juga telah mengabdi sejak Nyonya Dara menikah dengan Tuan Indra.
“Bagaimana pengawalmu, Cintya?” Tuan Indra mengajukan pertanyaan di sela sarapannya kepada Nona Cimtya yang sedang menikmati roti panggangnya dengan santai. “Apakah kau hanya membutuhkan satu pengawal saja?”
“Raditya sudah lebih dari cukup, Ayah.” Nona Cintya menjawab dengan nada datarnya. “Aku tidak butuh pengawal lain yang justru akan membuatku dalam masalah.”
“Syukurlah kalau begitu ... Ayah senang mendengarnya kalau begitu. Hanya saja ... akan lebih baik jika kau punya satu asisten lagi, Cintya. Tidak lama lagi ... kamu akan memimpin keluarga ini, Cintya.”
“Tidak, Ayah. Raditya sudah lebih dari cukup. Aku tidak terlalu suka membawa banyak pengawal yang justru membuatku terlihat semakin mencolok saja.” Nona Cintya terus menolak permintaan Tuan Indra sementara aku yang berdiri di belakangnya justru setuju dengan pendapat Tuan Indra. Mengingat bagaimana pertemuanku dengan Nona Cintya pertama kali, aku merasa jika Nona Cintya harusnya punya pengawal yang lain.
Tiga bulan yang lalu.
Tiga bulan yang lalu ... aku hanyalah pria biasa yang bekerja sebagai driver pengantar makanan di kota ini. Meski aku memiliki latar belakang pendidikan yang cukup baik dan beberapa keahlian yang cukup meyakinkan, tapi sialnya aku selalu gagal untuk mendapatkan pekerjaan yang layak dan sesuai dengan pendidikan yang aku tempuh.
Kolusi, nepotisme selalu menjadi alasan aku gagal mendapatkan pekerjaan yang aku inginkan dan sialnya kejadian itu bukan hanya satu dua kali terjadi dalam hidupku. Jadi untuk terus menghidupi diriku yang merupakan anak yatim piatu yang dibesarkan di panti asuhan, aku bekerja di sana sini untuk mendapatkan uang untuk bertahan hidup.
Dor ....
Hari itu-tiga bulan yang lalu, aku mendengar suara tembakan pistol ketika aku sedang mengantar makanan sesuai dengan pesanan. Tadinya ... aku ingin mengabaikan hal itu karena di kota ini beberapa pertikaian sering terjadi ketika melibatkan tiga keluarga bangsawan termasuk Yasodana. Tapi nuraniku berkata lain dan tanpa sadar aku berlari melindungi Nona Cintya yang saat itu sedang terlibat adu tembak dengan penyerangnya.
Pada kejadian nahas itu, lima pengawal yang menemani Nona Cintya semunya tewas karena berusaha melindungi Nona Cintya. Mungkin jika saat itu aku tidak datang menyelamatkannya, Nona Cintya sendiri mungkin juga akan kehilangan nyawanya. Tapi hari itu aku beruntung sekali, tidak lama setelah aku datang membantu Nona Cintya, bala bantuan keluarga Yasodana datang dan adu tembak itu akhirnya berakhir dengan kemenangan Yasodana.
“Aku sudah selesai makan, Ayah, Ibu.” Aku menatap Nona Cintya di depanku yang sedang memberikan salamnya kepada Tuan dan Nyonya Yasodana sebelum meninggalkan ruang makan. Aku hendak mengikuti Nona Cintya ketika Nyonya Dara memanggil nama Nona Cintya.
“Cintya.”
Nona Cintya yang sudah berbalik, segera membalikkan badannya untuk menjawab panggilan dari ibunya. “Ya, Bu.”
“Kau tidak lupa bukan hari ini ada pertemuan untuk anak-anak tiga keluarga bangsawan?” Nyonya Dara bertanya sembari memakan sarapan paginya tanpa melihat ke arah Nona Cintya.
“Tidak, Bu. Setelah ini Cintya akan mengganti pakaian dan pergi bersama dengan Raditya.”
“Baguslah kalau begitu. Kamu bisa pergi dan bersiap, Cintya.”
Nona Cintya berbalik lagi dan aku mengikuti tepat di belakangnya. Sebelum ke kamar miliknya di lantai dua, Nona Cintya meminta sesuatu kepada pelayan untuk dibawa ke kamarnya ketika sedang mengganti pakaiannya.
“Silakan, Nona.” Aku yang sejak tadi berjalan mengikuti Nona Cintya langsung melangkah lebih cepat mendahuluinya untuk membuka pintu kamar Nona Cintya.
“Hari ini, ikut masuk ke dalam Raditya. Aku butuh bantuanmu.”
Tadinya aku merasa enggan untuk masuk ke dalam kamar Nona Cintya karena mengingat ucapannya tadi, Nona Cintya hendak mengganti pakaiannya untuk pergi ke pertemuan.
“Apa aku harus mengulangi perintahku, Raditya?”
Tapi mendengar ucapan itu, mau tidak mau aku harus masuk ke dalam kamar Nona Cintya dan mematuhinya.
“Duduk di sini dan nanti akan ada pelayan yang datang membawa makanan, aku ingin kamu memakannya sembari menungguku mengganti pakaianku dan bersiap-siap.”
“Tapi Nona ... saya tidak boleh makan ketika sedang bertugas.” Aku yang terkejut mendengar perintah itu langsung menjawab ucapan dari Nona Cintya. Aku masih berdiri di dekat pintu dan menolak untuk duduk di kursi seperti perintah Nona Cintya.
Tok ... tok.
“Masuk.”
Pintu terbuka dan serang pelayan wanita muncul dengan nampan di tangannya yang membawa sarapan berupa nasi goreng lengkap dengan telur dadar di atasnya.
“Di mana saya harus meletakkannya, Nona?”
Nona Cintya menunjuk ke arah meja di mana Nona Cintya tadi menyuruhku untuk duduk. “Di sana saja.”
Begitu pelayan yang mengantar makanan itu pergi, Nona Cintya langsung menatap tajam ke arahku. “Duduk dan makan itu, Raditya.”
“Tapi, Nona. Jika saya melakukan itu maka saya melanggar peraturan, Nona.” Aku masih menolak untuk duduk dan memakan makanan yang dipesan oleh Nona Cintya.
“Tidakkah kamu lupa peraturan pertama sebagai pengawal adalah tidak menolak perintah tuan kalian?”
Aku masih tidak bergerak dari tempatku berdiri dan menolak untuk duduk memakan nasi itu. Tapi entah sudah keberapa kalinya-aku tidak ingat, Nona Cintya mendekat ke arahku, memegang tanganku dan kemudian menarik tubuhku.
“Jangan menolak perintahku, Raditya.”
Nona Cintya menarikku ke arah kursi di depan makanan itu, membuatku duduk, kemudian mengambil satu sendok nasi goreng dan hendak menyuapiku.
“Saya akan makan sendiri, Nona.” Aku dengan cepat menarik sendok itu dan memakan nasi goreng itu dengan kedua tanganku.
“Bagus. Harusnya sejak tadi kau melakukan itu, Raditya.”
Sejak pertemuan pertamaku dengan Nona Cintya, aku merasa ada sesuatu yang tidak biasa dengannya dan perasaan itu semakin hari semakin terlihat jelas. Ditambah lagi mimpi-mimpi burukku semakin harinya semakin menyiksaku sejak pertemuanku dengan Nona Cintya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 110 Episodes
Comments