4. Minuman atau Kedinginan?

"Hoam ...." Rio terbangun dari tidur tidak nyenyaknya, pria itu duduk di tepian sofa dengan kaki yang menjuntai ke bawah.

Rio memutar badannya ke kanan-kiri, lalu berdiri dan mengangkat tangannya ke atas seraya menarik badan. Setelahnya, dia menggerakkan kepalanya ke kanan-kiri.

Badannya serasa kaku semua setelah tidur di sofa. Dia sebenarnya tidak tega membiarkan Zahra tidur di luar, makannya Rio tidur di sofa ruang tamu. Pria itu takut jika Zahra kenapa-kenapa di luar.

Semalam Rio sempat mendengar Zahra mengigau dalam tidurnya, Rio sangat ingin mendekap Zahra saat itu juga. Tapi, pria itu kalah dengan egonya, Rio membiarkan Zahra di luar, pria itu takut jika dirinya kembali menyakiti Zahra.

Kakak mana yang tidak akan marah, ketika mengetahui adik satu-satunya pulang dini hari dalam keadaan mabuk berat. Ditambah perilaku Zahra yang keterlaluan saat pulang,  semakin membuat Rio marah.

Rio menampar Zahra, kemudian mendorong gadis itu hingga terjatuh di ubin depan pintu. Rio tidak membiarkan adiknya masuk ke rumah, pria itu mengunci Zahra di luar.

Rio mendengar suara dari luar, pria itu berjalan ke pintu, sepertinya Zahra sudah bangun. Saat dia membuka pintu, seorang gadis dengan wajah pucat dan rambut berantakan tengah menatap Rio. Pria itu menatap gadis di hadapannya sendu.

Maafin gue, Dek! Harusnya semalam gue nyuruh lo tidur di sofa, bukan di luar kayak gini. Ahkk, gue kenapa si? Ini Adik lo sendiri, bukan orang lain! Gue gatau kenapa bisa semarah itu kemarin? Padahal Ara adik gue sendiri, harusnya gue ga semarah itu semalam, kata Rio dalam hati.

"Kak ...." Gadis itu membuyarkan tatapan Rio.

Rio segera menggendong Zahra ke kamarnya. Ia menyadari jika Zahra kedinginan di luar, dia tau saat menggendong badan Zahra yang sudah menggigil. Rio membaringkan tubuh adiknya di kasur, lalu menyelimutinya sebatas dagu.

Zahra menatap Rio dengan beribu pertanyaan, gadis itu benar-benar lupa apa yang terjadi semalam. Sebab musabab kenapa ia tidur di luar pun ia tidak tahu menahu.

"Lo, diem di sini aja, jangan ngapa-ngapain. Gue mau ke bawah bentar," pesan Rio pada Zahra sebelum pria itu ke luar kamar.

Rio segera mengambil gelas dan menyeduh teh celup, pria itu kebetulan melihat Bi Heni di dapur. Rio meminta tolong Bi Heni  membuatkan semangkuk bubur untuk Zahra.

"Kok aden bikin teh, biar saya aja," kata Bi Heni.

"Udah, ga papa. Bibi bikin bubur aja. Ini tehnya saya taruh di sini, nanti bibi antar teh sama buburnya ke kamarnya Ara. Makasih, Bi."

"Iya, Den."

Rio kembali ke kamar Zahra, pria itu membawa sebaskom air hangat dan kompresan. Rio mengkompres Zahra yang memejamkan mata, sepertinya gadis itu butuh istirahat yang banyak.

Seseorang mengetuk pintu, Rio menduga jika itu adalah bibi. "Masuk!" sahut Rio dari dalam.

"Ini, bibi mau nganterin bubur sama tehnya Non Zahra."

"Bibi taruh aja di nakas, nanti biar saya yang suapin. Makasih, Bi."

"Ya udah, Den. Saya balik ke dapur dulu, ya?"

"Iya, Bi."

"De, bangun! Makan dulu, lo belum makan, kan? Bangun, makan dulu!" Rio menepuk-nepuk pipi adiknya, gadis berambut ombre toska itu membuka matanya. Rio membantu adiknya duduk.

"Minum dulu ...." Rio menyodorkan segelas teh hangat pada Zahra. Setelah isi teh tersisa separuh, Zahra mengembalikan gelas itu pada Rio.

"Makan dulu ya, Dek. Habis itu minum obat." Rio mengambil semangkuk bubur, lalu menyuapi Zahra dengan telaten.

"Kak, lo semalam kok ga bukain pintu buat gue si? Gue tidur di luar deh jadinya. Tega lo sama gue?" tanya Zahra saat pertengahan makan.

"Lah, De! Bukannya lo punya kunci cadangan, ya? Kan waktu itu gue udah bilang, kalo gue udah tidur lo masuk aja makai kunci yang gue kasih," jawab Rio beralasan, pria itu menutupi fakta sebenarnya.

"Iya, ya. Kok gue bisa lupa, ahh, be*o, gue be*o. Kebanyakan minum dah gue." Zahra membekap mulutnya seketika, saat dia tak sengaja mengucapkan kata 'minum'.

Rio menaruh kembali mangkuk bubur yang sudah kosong di nakas, pria itu tersenyum menatap Zahra. Rio mengambil obat pereda demam dan segelas air, lalu memberikannya pada Zahra.

"Minum lagi, Dek?" tanya Rio saat menerima uluran gelas.

"Ng, minum? Minum apaan, ngopi kali." Zahra tertawa garing.

"Udah, ga usah bohong lagi sama gue. Gue tau, kalo lo minum banyak. Lo ga akan kayak gini kalo minum beberapa gelas aja. Gue udah bilang kan sama lo, jangan—" Kalimat Rio terhenti karena satu kata, disusul dengan pelukan Zahra yang tiba-tiba.

"Maaf ...."

Rio balas memeluk adiknya, pria itu mengusap rambut Zahra yang bergelombang. Sangat mirip dengan rambut almarhum ibu mereka. Zahra melepaskan pelukannya dan menunduk, gadis itu mengucap maaf untuk kedua kalinya.

"Sorry, kemarin gue lagi kesel aja. Jadi pengen nyoba-nyoba guenya," cicit Zahra lirih.

Rio mengembuskan napas kasar. Rio ... jangan sampai lo emosi lagi. Sabar, adik lo lagi demam sekarang, katanya dalam hati. Pria itu berusaha meredam emosinya, jangan sampai ia mengasari Zahra kembali.

"Kenapa nyoba? Kan udah gue peringatin?" tanya Rio  dengan sabar.

"Lagi kesel gue. Ya udah, oke. Gue salah, jangan bahas lagi."

Rio hanya mengangguk-angguk.

Huhh, untung dia ga ingat soal first kiss itu. kalau dia ingat, gue ga tahu apa yang bakal terjadi, batin Rio.

"Ehh, Kak? By the way, kok pipi gue kayak memar gitu, ya? Terus, ini pinggang gue kok rasanya mau copot gitu, nyeri banget, Kak!" keluh Zahra tiba-tiba.

Rio terdiam sejenak.

"Semalam ada nyamuk kali, terus lo naboknya terlalu keras, jadinya gitu. Nahh, waktu nabok nyamuk kan ga kena, terus lo berusaha sampe kena hingga akhirnya lo jatuh. Gitu kali kronologisnya."

Zahra agak ragu dengan penjelasan yang Rio berikan, gadis itu hanya bisa menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

"Lo hari ini sama besok ga usah masuk dulu, biar gue yang bilang ke dosen lo."

"Besok?"

"Besok ke tukang urut," tukas Rio.

Zahra mengangguk kemudian tersenyum sumringah. "Kenapa, lo? Gue tau ya kalau lo kuliah nanti, palingan lo bolos. Ya udah, dari pada lo bolos mendingan lo istirahat aja. Oh ya, satu lagi, HP lo gue bawa selama dua hari," kata Rio mutlak, tidak ada penolakan.

"Hah? HP gue, tega lo. Balikin HP gue!" 

"Enggak! Kalau lo bosan nonton TV aja, yang udah pasti ada. Ga usah ngarep HP lo balik, sebelum lo sembuh!" kata Rio tegas.

"Yah, Kak?? Kok gitu, si?" rengek Zahra sambil menunjukkan puppy eyes miliknya.

"Enggak-enggak. Sekarang lo tiduran aja! Gue mau berangkat dulu." Rio mencium kening Zahra, sedangkan gadis itu hanya mendengkus kesal.

"Istirahat, jangan gerutu mulu," kata Rio sebelum menutup pintu.

****

Seperti biasa, Diki atau kerap disapa Bang Diki selalu mengantarkan adik-adiknya ke sekolah. Yaps, dia mempunyai dua orang adik, dia tinggal bersama dengan ibu dan dua adiknya. Ayah? Sudah meninggal dua tahun yang lalu. Jadi, Diki sekarang menjadi tulang punggung keluarga.

Berjualan nasi goreng adalah pekerjaan yang ia cintai, meskipun sederhana tapi ia suka. Dulu Diki pernah ditawari kerja oleh Rio, tapi Diki menolaknya. Pria itu beralasan ingin mengembangkan bisnis keluarganya.

Beberapa bulan setelah itu, Diki kembali ditawari pekerjaan oleh Rio. Kali ini Diki tidak boleh menolak, dia dijadikan rektor atau kepala universitas di gedung pendidikan milik keluarga Rio. Tentu pria itu akan berpartner kerja dengan Zahra. Tapi, Diki hanya sesekali ke kampus, karena jualannya yang tidak bisa ia tinggal begitu saja.

Tentu kalian bertanya kenapa Diki bisa terpilih untuk menjadi rektor di merpati putih? Tentu saja, Diki ialah salah seorang magister pendidikan, dulu ia pernah mengabdikan diri di kampusnya sebagai wakil rektor. Diki yang awalnya hanya menjadi Dekan, ditunjuk sebagai wakil rektor oleh pemilik kampus. Tapi itu tidak bertahan lama, karena ibunya ingin Diki meneruskan usaha nasi goreng keluarga.

Drttt ... drttt. Handphone Diki yang berada di atas nakas bergetar.

"Ini siapa, ya? Kok ga ada di kontak gue? Gue angkat aja ya, siapa tau penting," gumam Diki.

Diki menempelkan handphone ke telinganya. "Halo," sapa Diki terlebih dulu.

"Bang, lo bisa nga dua hari ke kampus. Lo gantiin gue ya, buat hari ini sama besok," kata orang di seberang.

"Maaf, ini siapa, ya?" Diki yang tidak tahu menahu siapa orang yang berbicara nyerocos dengannya akhirnya memutuskan untuk bertanya.

"Aelah, Bang. Ini gue, masa lo ga ngenalin suara gue. Tolong ya, lo bantuin gue, gue ga enak badan. Jadi, nanti abang yang ke kampus, itung-itung sambil lihat keadaan kampus. Ya, Bang? Kalo ga percaya abang bisa call Kak Rio."

"Ini Zahra?" Diki memutuskan untuk menebak.

"Ya, gue ga mau tau! Pokoknya lo harus masuk hari ini! Ingat, tanggung jawab lo!"

Diki menghela napas, belum sempat Diki menjawab, orang di seberang menutup sepihak teleponnya.

"Bang, bantuin gue napa!! Jangan tidur mulu, lo!" teriak seseorang dari lantai satu.

"Baru juga mau nyambung mimpi." Diki beranjak dari kasur dan segera turun.

Rumah Diki memang terdiri dari dua lantai. Setelah sampai di bawah, dia langsung membantu adiknya bersih-bersih. Setelah bersih-bersih rumah mereka langsung membersihkan diri.

"Yuk, Bang. Berangkat sekarang aja."

Diki akan mengantarkan adiknya yang pertama ke kampus, sekalian dirinya berangkat kerja. Saat membuka pintu, Diki terkejut melihat seorang laki-laki berdiri di depan pintu rumahnya.

Putra!! Orang yang sering Diki sebut sebagai bastard ada di depannya sekarang. Ekspresi yang ditunjukkan Putra juga tidak kalah terkejut dengan Diki.

Mata Putra tak pernah luput dalam memandang seorang gadis yang berdiri di belakang Diki.

Seorang gadis dengan kaos putih yang dilengkapi oleh sweeter navy, tengah memandang seseorang di hadapan abangnya dengan perasaan heran.

Diki memandang Putra dari atas sampai bawah. Tumben ni bocah rapi begini? Biasanya begajulan kek preman pasar? tanya Diki dalam hati.

Tidak kalah heran, untuk apa CS Rio ini berada di rumah gadis yang tengah digebetnya, begitu pikir Putra kira-kira.

Setelah terdiam cukup lama, Diki memutuskan untuk bertanya, "Lo ngapain, di sini?"

"Lah, lo juga ngapain di sini?" Putra bertanya balik pada Diki.

"Ini rumah gue!" ungkap Diki, yang tentu saja membuat pemuda di depannya itu terkejut.

"Hah!" Putra terlihat tidak percaya, jika rumah Una rumah Diki juga. Itu artinya ....

"Apa perlu gue ulang? Ini rumah gue! Lo mau apa ke sini? Mata lo juga ga usah jelalatan!" sentak Diki, yang membuat pemuda itu kembali ke dunia nyata.

Gadis yang berada di belakang Diki ikut bicara, "Abang bisa ga sih, ngomongnya biasa aja! Kan gue jadi malu, dia itu orang yang gue ceritain, yang nolongin gue waktu itu. Dia senior gue juga!"

Sebuah senyuman terlintas di muka Putra. Apa gadis yang di belakang Diki ini baru saja membelanya?

"Ohh, jadi ini toh orang yang nabrak, lo?" Pernyataan Diki membuat Putra berkecil hati, bukankah waktu itu ia tidak sengaja, lagi pula ia sudah bertanggung jawab.

"Elahh, Bang. Waktu itu gue ga sengaja. Lagian, Unanya juga udah sembuh." Pernyataan Putra barusan membuat Diki bernapas gusar. Tapi, memang benar bukan kalau Una sudah sembuh?

"Eh, iya. Kak Putra ngapain ke sini?" tanya Una, gadis itu tentu bingung. Untuk apa kakak seniornya ke rumahnya sepagi ini.

"Numpang boker, Dek! Ya mau ngajakin lo berangkat bareng lah, masa iya numpang boker," jawab Putra dengan sedikit candaan.

"Ga ada, Una harus berangkat sama gue, titik!" Putra mendapat penolakan telak dari Diki. Diki saja tidak rela kalau Zahra mempunyai hubungan khusus dengan pemuda di depannya ini, apalagi adiknya.

"Lahh, kenapa, Bang? Kasian tau, dia udah nunggu lama-lama, eh taunya malah ditinggalin." Diki geram sendiri dengan adiknya. Memang kalau dilihat-lihat Putra seperti menunjukkan kewibawaan di depan adiknya.

"Iya, Bang. Biar Una bareng saya aja, kan kita tujuannya juga sama." Putra mencoba merayu Diki.

"Ga ada!" Diki mengunci pintu dan menarik tangan adiknya sedikit kasar ke motor.

"Maaf-maaf," ujarnya sambil memberikan helm, Una menanggapi dengan anggukan. Memang Diki selalu protektif terhadap adiknya, apalagi jika sudah menyangkut cowok. Ini apalagi, bahkan Diki mengetauhi kehidupan Putra luar dalam.

Putra berdiri mematung di depan pintu rumah Diki. Pemuda itu memandang dirinya miris. Ternyata gebetannya ini adik dari CS-nya Rio?

****

Zahra menyibakkan selimut yang tadi dipakaikan kakaknya. Dia terbangun dari tidurnya karena merasa ada yang terlupa.

"Pusingg ...." Zahra memegang kepalanya yang terasa sangat pusing. Gadis itu duduk di tepian ranjang untuk meredakan pusing di kepalanya.

"Apa ini efek pertama minum Vodka, ya? Padahal cuma segelas?"

Gadis itu terdiam sambil mencoba mengingat-ingat sesuatu.

"Padahal semalam gue baik-baik aja. Gue minum apa aja ya semalam?" Zahra mencoba berpikir dan membuat kepalanya semakin pusing.

"Wine putih, itu kan alkoholnya tinggi." Zahra merutuki kepintarannya, bagaimana ia meminum kedua minuman itu sekaligus.

Setelah dirasa pusingnya agak berkurang, Zahra keluar kamar dan menuruni tangga. Untuk menuruni tangga itu pun dia harus berpegangan pada pembatas, kepalanya masih terasa berat sekarang.

"Bibi ...." Zahra menarik kursi di meja makan dan duduk di sana. Bibi yang saat itu sedang memasak pun jadi terkejut melihat kehadiran Zahra.

"Loh, Non. Kok di sini, bukannya istirahat?" Bibi bersedekap dada di depan Zahra. Sebelum menjawab, Zahra meringis terlebih dahulu.

Dulu sikap Zahra ke bibi tidak seperti sekarang, dulu dia suka marah-marah ke bibi dan anaknya tanpa alasan. Sampai akhirnya ayah Zahra memindahkan pendidikan anaknya bibi ke Amerika, padahal waktu itu anaknya bibi masih kelas 1 SMP.

Itu dulu, saat ayah Zahra masih ada.

Dulu Zahra ialah gadis sombong, manja, apa yang dia mau harus terkabul saat itu juga. Dulu Zahra memperlakukan orang seenaknya, banyak yang membencinya karena sifat itu.

Sejak ayah Zahra meninggal, Zahra hancur. Gadis itu kehilangan semangat hidupnya, dia juga pernah melakukan percobaan bunuh diri yang berakhir di rumah sakit selama satu minggu. Sampai akhirnya, Zahra bertemu seorang pria. Pria itu yang memotivasi Zahra agar meneruskan hidupnya.

Sejak itulah pribadi Zahra terbentuk, gadis itu berubah. Gadis yang dulunya manja sekarang jadi mandiri, tapi dia sedikit nakal. Beberapa kali Rio menyakitinya, tapi gadis itu diam.

Zahra tidak bisa melawan seseorang yang orang itu memiliki hubungan khusus dengannya, bahkan seseorang yang telah ia anggap sebagai keluarga. Zahra tidak bisa melawan mereka, seberapa keras gadis itu berusaha, Zahra tidak akan sanggup.

Zahra juga merubah sikapnya pada orang-orang di sekitarnya, terutama Bi Heni. Zahra menganggap Bi Heni seperti ibunya sendiri. Wanita itu juga yang menjadi pelarian Zahra saat dirinya dan Rio bertengkar.

"Mau pinjam HP-nya lagi!" Bibi merogoh sakunya dan memberikan HP-nya pada Zahra.

"Mau menelepon siapa lagi?" Kini bibi juga ikut-ikutan menarik kursi di depan Zahra.

"Mau lanjut yang tadi, ada yang lupa." Bibi mengangguk-angguk paham.

Bibi memperhatikan wajah Zahra lekat-lekat, wajah itu hampir berwarna merah padam. Bibi berjalan mendekati Zahra yang diam sambil mengutak-atik HP miliknya. Bibi menempelkan punggung tangannya pada dahi Zahra.

"Panas sekali," gumam bibi pelan,

"nun, ga dingin?"

Zahra hanya menggeleng pelan.

"Balik ke kamar, ya? Demamnya semakin tinggi." Lagi-lagi hanya dijawab dengan gelengan. Zahra mulai menempelkan HP itu ke telinganya.

Setelah menunggu lama akhirnya terdengar sahutan dari seberang. "Halo."

"Bang, udah nyampe kampus?"

"Udah. Kenapa?"

"Gue mau lo videoin temen-temen gue, lo tau kan? Terus Una and friends, ntar abang tanya aja deh sama Devan, genknya Una itu yang mana. Terus sama Genk Trio Chili. Oh ya, satu lagi jangan ketinggalan, lo juga harus videoin Putra and friends! Oke!"

Entah kenapa sebelum hari ini, Zahra curiga pada sesuatu. Gadis itu ingin memastikan sesuatu, sebelum kecurigaannya benar-benar terjadi.

Diki diseberang sana berpikir, Una? Apa Una yang dimaksud itu adiknya? Kalau benar itu adiknya, kenapa adiknya terlibat?

"Ngapain? Kuker banget? Mending kerjaan lo gue selesein."

"Ga mau tau! Pokoknya abang harus videoin mereka!"

"Gue jadi paparazi mendadak dong?"

"Jangan bercanda!"

"Iyaw. Emang lo ada masalah apaan sama mereka semua?"

"Enggak."

"Terus mau lo apain kalo udah ada videonya?"

"Lakuin aja, Bang! Gue ga mau tau, pokoknya lo harus kirimin video kegiatan mereka ke gue! Inget, dua hari! Jangan sampai lupa, kalo lo lupa, gue ga akan bayar lo! Ngerti?"

"Ribet banget dah, lo! Kenapa ga lo aja si yang videoin? Hah? Terus ini nomornya siapa? Nomor lo baru?"

"Jangan banyak tanya! Pokoknya abang harus videoin! Nomor? Ini bukan nomor gue, ini nomor punya bibi, HP gue lagi disita sama kak Rio. An*ir, dasar itu orang!"

"Wahaha. Ternyata HP lo dibawa Rio, pantes minjam HP-nya bibi."

"Udah ya, Bang. Gue ga mau bercanda, pokoknya lo harus videoin mereka, lalu kirimin ke gue. Udah ya bang, gue tutup." Sambungan telepon itu diputuskan sepihak oleh Zahra.

"Ayok, Non. Balik ke kamar. Nanti non demamnya tambah tinggi kalau lama-lama di sini." Zahra tetap bergeming ditempatnya.

"Ayo, bibi anter ke kamar." Zahra lagi-lagi menggeleng.

"Non, mau apa? Nanti biar bibi carikan, tapi non balik ke kamar dulu gimana?" Kali ini bibi mencoba menawarkan sesuatu pada Zahra. Gadis itu tampak berpikir.

"Jus blueberry," kata Zahra lirih. Setiap mengingat nama jus itu, ia selalu teringat dengan ibunya dan kakaknya dulu.

"Ya udah, kalau begitu non ke kamar dulu. Yok, bibi bantu jalan." Bibi membantu Zahra untuk berdiri, sekarang Zahra tampak lemas sekali.

Dari arah yang berlawanan, muncul seorang pria. Ia mengode bibi agar tetap menumpu Zahra, sampai ia berada dekat mereka.

Saat pria itu sudah berada di dekat mereka. "Kyaa ... kakak ... turunin...." rengek Zahra yang berada di gendongan pria itu. Zahra terkejut tiba-tiba ia melayang di udara. Gadis itu menyandarkan kepalanya pada dada bidang Rio, rasanya sungguh nyaman.

Ya, pria itu adalah Rio, yang baru saja pulang kerja. "Nakal, disuruh istirahat kok malah jalan-jalan," ujar Rio gemas pada adik terkecilnya ini.

"Nanti jusnya langsung bawa ke atas ya, Bi?" kata Rio pada bibi.

"Siap, Den."

Rio menggendong Zahra memasuki ruangan yang didominasi warna navy itu. Dia menurunkan tubuh lemah Zahra di ranjangnya.

Zahra menahan lengan Rio saat pria itu mau bangkit. "Jangan pergi ...."

Rio tiduran menyamping menghadap Zahra, dia mengusap kepala adiknya dengan sayang.

"Kenapa ga istirahat, hm?" Rio meletakkan punggung tangannya di dahi adiknya.

Panas gini, pantes ni bocah lemes, batin Rio.

"Kok kakak udah pulang aja, biasanya juga pulang sore." Bukannya menjawab pertanyaan Rio, Zahra malah mencibirnya.

Rio melihat benda yang melingkar di tangannya. "Emang salah kalau kakak pulang jam segini, mau nemenin adik sendiri masa ga boleh?"

Suara ketukan pintu terdengar, bibi masuk dengan membawa jus pesanan Zahra.

"Ini jusnya, mau di taruh mana?" tanya bibi.

"Sini, Bi." Bibi memberikan jusnya pada Rio. Setelah itu ia berpamitan untuk kembali ke dapur.

"Mau ...." rengek Zahra ketika melihat minuman kesukaannya itu telah sampai.

Rio mengambil obat penurun demam di laci nakas. Dia membantu Zahra untuk duduk.

"Diminum sama obatnya, ya?" Zahra mengangguki perkataan kakaknya.

Setelah selesai, Zahra memberikan gelas kosong itu pada Rio.

"Tidur yah, kakak temenin." Rio kembali tiduran di samping Zahra dan mengusap lembut kepalanya.

"Mau kakak nyanyiin?"

"Bolehh."

Suara Rio memang dapat memberi ketenangan tersendiri bagi pendengarnya.

Rio mulai bernyanyi.

"Sun goes down and we are here together."

matahari terbenam dan kita di sini bersama

"Fireflies glow like a thousand charms."

kunang-kunang bersinar seperti seribu pesona

"Stay with me and you can dream forever."

tetap bersamaku dan kau bisa bermimpi selamanya

"Right here in my arms (tonight)."

di sini di pelukanku (malam ini)

"It's magic, when you are here beside me."

ajaib, ketika kamu berada di sini di sampingku

"Close your eyes, and let me hold you tight".

tutup matamu, dan biarkan aku memelukmu erat

"Everything that i could ever need is

right here in my arms tonight."

semua yang saya butuhkan adalah di sini di pelukanku malam ini

"Sounds of day ....

Fade away ....

Suara hari Menghilang

"Stars begin to climb."

bintang-bintang mulai naik

"Melodies."

Melodi

"Fill the breeze."

isi angin sepoi-sepoi

"Sweeter all the time."

lebih manis sepanjang waktu

"My love ...."

cintaku...

"(Sun goes down and we are here together)."

(Matahari terbenam dan kita di sini bersama)

"Is always with you."

Selalu bersama

"(Fireflies glow like a thousand charms)."

(Kunang-kunang bersinar seperti seribu pesona)

"Whether near or far. How sweet to hold you."

apakah dekat atau jauh. Betapa manisnya memelukmu

"(Stay with me and we can dream forever)."

(tetap bersamaku dan kita bisa bermimpi selamanya)

"Right here in my arms, tonight!"

di sini di pelukanku, malam ini!

Rio mencium kening adiknya setelah Zahra benar-benar tertidur. Rio turun menuju dapur. Di sana ada seorang wanita, yang menunggunya sambil bersedekap dada. Ia memandang Rio serius. Rio duduk di depan wanita itu.

"Jelasin!" titah wanita itu.

"Semalam Rio membiarkan Ara tidur di luar, Rio lupa kalau Ara ga kuat dingin."

Wanita itu menghela napas panjang. Selalu seperti ini, batin wanita itu.

"Kontrol emosi kamu Rio, jangan sampai emosimu menyakiti adik kamu. Kamu ingat pesan ayah kamu?"

"Rio ingat. Maaf, Rio terlalu emosi." Wanita itu tampak menganggukkan kepala.

"Kamu udah ketemu sama dia?"

"Belum. Rio belum bertemu sama sekali dengan dia."

"Cepat akhiri kesalah pahaman ini, bibi ga mau adik kamu jadi korban. Dia pasti akan melakukan hal yang sama seperti yang ayah kamu lakukan."

"Rio secepatnya akan menyelesaikan masalah ini. Ya udah, Rio mau ke atas dulu." Rio pergi setelah wanita itu menganggukkan kepala.

__________________________

*Rektor : pemimpin perguruan tinggi di Indonesia dan beberapa negara lainnya.

*Dekan : pejabat yang memimpin suatu fakultas. Dalam bentuk ideal, ia adalah pemimpin administratif sekaligus pemimpin keakademikan tertinggi di fakultasnya.

Btw, nyanyian tadi yg dikurung itu Zahra yg nyanyi, ya.

Terpopuler

Comments

ᖴαуѕнα

ᖴαуѕнα

kan si Putra malah usaha deketin Una padahal dia masih jadi pacar Zahra, emang gk bener si Putra ini🙄

2023-06-25

0

𝐀𝗋ƶ𝖾ᥣα

𝐀𝗋ƶ𝖾ᥣα

Rio pasti nyesel banget udah nampar Zahra dan biarin Zahra tidur di luar

2023-06-25

0

Aℓιѕуα Ƶαναηуα

Aℓιѕуα Ƶαναηуα

bagus sih kalau Diki protektif sama Una, apalagi yg deketin Una sekarang spek buaya macam Putra

2023-06-25

0

lihat semua
Episodes
1 Prolog
2 1. Muqaddimah
3 2. Hari Kedua
4 3. First Date with Devan
5 4. Minuman atau Kedinginan?
6 5. Mimpi Buruk
7 6. Orang Misterius
8 7. Musuh dalam Selimut
9 8. Overdose
10 9. Menjemput Ketenangan
11 10. Tanda Tanya
12 11. Rasa yang Sesungguhnya
13 12. Perbincangan Malam Minggu
14 13. Awal dari Segalanya
15 14. Permulaan
16 15. Masih Gagal
17 16. Teka-teki
18 17. Hilangnya Aldo
19 18. Ketua Gretak
20 19. Manusia Hina
21 20. Jiwa yang Lain
22 21. Adik?! What the Fuck??
23 22. Pertanyaan yang Sama
24 23. Dia Pergi
25 24. Yang Sesungguhnya Terjadi
26 25. Kembali Tersenyum
27 26. Dating
28 27. Pasangan Kompak
29 28. Terkejutnya ke Dua Pangeran
30 29. Kebersamaan
31 30. Keluar Rumah Sakit
32 31. Serangan Pertama Sang Penghianat
33 32. Eksekusi
34 33. Ketika sang Putri Tumbang
35 34. Mulai Cerah
36 35. Calon Pacar
37 36. Olahraga
38 37. Gangguan Sebelum Tidur
39 38. Penculikan
40 39. Kepergok si Bungsu
41 40. Dalang dari Perundungan
42 41. Kebenaran yang Tersembunyi
43 42. Permintaan Maaf
44 43. Menjemput Saudara
45 44. Blood Brother
46 45. Kesepakatan
47 46. Hari yang Ditunggu-tunggu
48 47. Pesona Alam Wayag
49 48. Waiwo
50 49. Menemanimu
51 50. "Gue sayang sama lo, Marina. Love you."
52 51. Kembali ke Jakarta
53 52. Happy New Year
54 53. Kembali ke Kampus
55 54. Kesenangan Semu
56 55. Aula Belakang
57 56. Lima Sore
58 57. Gores-gores Srett, wkwkw
59 58. Sang Sahabat
60 59. Upaya Penyelamatan
61 60. Kejar - Kejaran
62 61. He-he-he
63 62. Ketemu Adek
64 63. Menemaninya
65 64. Rezeki, iya ga nih?
66 65. Ketar-ketir
67 66. Masa Kelam
68 67. Dikunjungi Temen
69 68. We Over!
70 69. Menuju Bandung
71 70. Akhirnya
72 71. Kalung tak Bertuah
73 72. Kemurkaan Rio
74 73. Penghianat!
75 74. Laki-Laki itu ....
76 75. Seperti Biasanya
77 76. Raisha!
78 77. Diterima Baik
79 78. Belum Waktunya
80 79. Seperti di Negeri Dongeng
81 80. Baikan
82 81. Apakah, Kamu ...?
83 82. Mulai Mencari Tahu
84 83. Fakta yang Menyakitkan
85 84. Lebih Tahu
86 85. Pengakuan Putra
87 86. Pernyataan Devan
88 87. Kumpul Keluarga
89 88. Aa–apa? Masih Tidak Percaya
90 89. Pertemuan Menyakitkan
91 90. Cerita Rio
92 91. Ketika Wahyu dan Gery Bersua
93 92. Antara Zahra dan Vero
94 93. Keluarga
95 94. Zahra dan Ardelia
96 95. Dandan Cantik-Cantik
97 96. Antara Rivan dan Revan
98 97. Membuka Hati
Episodes

Updated 98 Episodes

1
Prolog
2
1. Muqaddimah
3
2. Hari Kedua
4
3. First Date with Devan
5
4. Minuman atau Kedinginan?
6
5. Mimpi Buruk
7
6. Orang Misterius
8
7. Musuh dalam Selimut
9
8. Overdose
10
9. Menjemput Ketenangan
11
10. Tanda Tanya
12
11. Rasa yang Sesungguhnya
13
12. Perbincangan Malam Minggu
14
13. Awal dari Segalanya
15
14. Permulaan
16
15. Masih Gagal
17
16. Teka-teki
18
17. Hilangnya Aldo
19
18. Ketua Gretak
20
19. Manusia Hina
21
20. Jiwa yang Lain
22
21. Adik?! What the Fuck??
23
22. Pertanyaan yang Sama
24
23. Dia Pergi
25
24. Yang Sesungguhnya Terjadi
26
25. Kembali Tersenyum
27
26. Dating
28
27. Pasangan Kompak
29
28. Terkejutnya ke Dua Pangeran
30
29. Kebersamaan
31
30. Keluar Rumah Sakit
32
31. Serangan Pertama Sang Penghianat
33
32. Eksekusi
34
33. Ketika sang Putri Tumbang
35
34. Mulai Cerah
36
35. Calon Pacar
37
36. Olahraga
38
37. Gangguan Sebelum Tidur
39
38. Penculikan
40
39. Kepergok si Bungsu
41
40. Dalang dari Perundungan
42
41. Kebenaran yang Tersembunyi
43
42. Permintaan Maaf
44
43. Menjemput Saudara
45
44. Blood Brother
46
45. Kesepakatan
47
46. Hari yang Ditunggu-tunggu
48
47. Pesona Alam Wayag
49
48. Waiwo
50
49. Menemanimu
51
50. "Gue sayang sama lo, Marina. Love you."
52
51. Kembali ke Jakarta
53
52. Happy New Year
54
53. Kembali ke Kampus
55
54. Kesenangan Semu
56
55. Aula Belakang
57
56. Lima Sore
58
57. Gores-gores Srett, wkwkw
59
58. Sang Sahabat
60
59. Upaya Penyelamatan
61
60. Kejar - Kejaran
62
61. He-he-he
63
62. Ketemu Adek
64
63. Menemaninya
65
64. Rezeki, iya ga nih?
66
65. Ketar-ketir
67
66. Masa Kelam
68
67. Dikunjungi Temen
69
68. We Over!
70
69. Menuju Bandung
71
70. Akhirnya
72
71. Kalung tak Bertuah
73
72. Kemurkaan Rio
74
73. Penghianat!
75
74. Laki-Laki itu ....
76
75. Seperti Biasanya
77
76. Raisha!
78
77. Diterima Baik
79
78. Belum Waktunya
80
79. Seperti di Negeri Dongeng
81
80. Baikan
82
81. Apakah, Kamu ...?
83
82. Mulai Mencari Tahu
84
83. Fakta yang Menyakitkan
85
84. Lebih Tahu
86
85. Pengakuan Putra
87
86. Pernyataan Devan
88
87. Kumpul Keluarga
89
88. Aa–apa? Masih Tidak Percaya
90
89. Pertemuan Menyakitkan
91
90. Cerita Rio
92
91. Ketika Wahyu dan Gery Bersua
93
92. Antara Zahra dan Vero
94
93. Keluarga
95
94. Zahra dan Ardelia
96
95. Dandan Cantik-Cantik
97
96. Antara Rivan dan Revan
98
97. Membuka Hati

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!