Enjoy reading 😄
****
"Eh kebo, bangun." Rio menyibakkan selimut Hello Kitty yang dipakai Zahra. Gadis yang kebetulan sudah bangun tersebut langsung duduk. Ia bersandar di kepala ranjang dan memandang Rio.
"Jahat banget lo, masa adiknya sendiri dikatain kebo," kata Zahra malas.
"Udah, sana mandi. Katanya mau jalan." Rio memang berniat mengajak Zahra jalan-jalan di hari libur. Rio sendiri sudah rapi dengan outfit casualnya, laki-laki itu hanya memakai celana jeans dan hoodie coksu.
Zahra berjalan dengan malas ke kamar mandi. Setelah merapikan tempat tidur Zahra, Rio menikmati film komedi yang telah didownloadnya.
Zahra telah rapi dengan setelah sweeter merah hati dan legging hitam. Gadis itu mengurangi rambutnya yang bergelombang. Ia mengambil salah satu koleksi slinbag dari lemari etalase. Lalu memasukkan handphone dan dompet ke dalam slinbag. Zahra mengulurkan tangan pada Rio. "Ayo!"
Rio menyambut uluran tangan tersebut, pria itu memasukkan handphonenya ke saku lalu berjalan ke luar bersama Zahra.
Rio menepikan mobil di penjual nasi goreng, laki-laki itu menoleh pada gadis di sebelahnya. "Makan di sini ga papa, 'kan?"
Zahra mengangguk-ngangguk dan mendahului Rio keluar dari mobil. Asisten Rumah Tangga yang biasa di rumah Zahra sedang pergi ke luar kota, oleh karena itu Rio memilih mengajak adiknya makan di luar.
"Bang Dikiii," sapa Zahra pada penjual nasi goreng itu. Penjual nasi goreng itu tersenyum ketika melihat Zahra.
"Tumben ke sini?" tanya penjual itu setelah menyalami Zahra.
"Ya, maaf. Gue sibuk banget akhir-akhir ini, jadi belum sempat mampir." Zahra duduk di sudut angkringan. Penjual itu memang menyediakan angkringan sebagai tempat duduk para pembelinya.
Rio menyusul dan duduk di depan Zahra. "Diki, dua porsi, ya?"
"Siap, Yo." Diki, nama penjual nasi goreng itu, salah satu sahabat dekat Rio. Sahabat yang telah dianggap Rio seperti saudara sendiri.
"Dik, habis ini lo ikut gue, ya?" tanya Rio pada Diki yang sedang mempersiapkan nasi goreng.
"Kemana elah, ga liat lo? Gua lagi jualan," kata Diki.
"Alah, tenang aja. Nanti gue borong semua, dah," kata Rio.
"Yang bener, lo?" tanya Diki. Laki-laki itu sedang memasukkan bahan tambahan khusus ke nasi goreng, resep turun-temurun dari keluarga ayahnya.
"Ya bener lah, mana mungkin gua bohong sama lo," kekeh Rio.
"Thank, bro ...," balas Diki.
"Kakak laper, ishh!" Zahra kesal, gadis itu menggoyangkan lengan Rio.
"Bentar, lagi dibikinin. Jangan ganggu gue, lagi main nih." Kekesalan Zahra bertambah ketika melihat kakaknya sedang memainkan salah satu game online, PUBG.
Dengan sangat terpaksa akhirnya Zahra mengeluarka handphone miliknya dan ikut bergabung bersama Rio.
Setelah menang banyak dan juga naik level, nasi goreng yang ditunggu-tunggu akhirnya siap.
Saat sedang asik-asiknya makan, teman-teman Rio datang. Mereka turun dari kendaraan dan duduk di meja sebelah Rio. Termasuk Devan, laki-laki itu bahkan mengambil tempat di sebelah Rio, satu meja dengan Zahra.
"Kak, kok temen-temen lo pada ke sini semua?" Pertanyaan Zahra lewat begitu saja, Rio malah sibuk menghabiskan sisa nasi gorengnya yang tinggal satu sendok. Devan terkekeh melihat Zahra yang memutar bola matanya.
"Lo bilang mau traktiran, Yo," kata Rezal.
"Iya, tuh pesen sama Diki. Sepuas lo dah," kata Rio setelah menghabiskan nasi gorengnya.
"Thanks, Yo."
Zahra turun dari angkringan serta membawa dua piring kosong untuk diserahkan kembali kepada Diki. Gadis itu membuat dua porsi teh hangat. Bagi orang-orang terdekat, Diki memang membebaskan mereka jika ingin meracik minuman sendiri.
"Ra, sekalian sama yang lain juga, ya. Kopinya dua, tehnya satu."
"Siap."
Akhirnya lima gelas minuman telah siap. Zahra membawa baki yang sudah berisi minuman dengan hati-hati, takut jika minumannya tumpah atau apa.
Setelah membagikan gelas-gelas tersebut, Zahra kembali duduk di depan Rio. Gadis itu menyeruput teh hangatnya, sangat sesuai dengan udara dingin yang menusuk kulit.
"Ra ...." Devan tiba-tiba memanggil Zahra, gadis itu hanya berdehem singkat. Zahra meletakkan gelas yang separuh isinya telah lenyap, gadis itu memandang Devan dengan alis terangkat sebelah.
"Ikut gue, yuk," ajak Devan tiba-tiba.
"Hm, ke mana?"
"Jalan-jalan aja si, mau?"
Zahra mengangguk, sebenarnya Zahra ingin pergi sejak kedatangan teman-teman Rio. Gadis itu selalu diabaikan jika Rio telah berkumpul dengan teman-temannya.
"Lah tumben, biasanya juga ogah," kata Devan.
"Yeee, jadi ga, nih? Sebelum gue berubah pikiran ini."
"Iya, bawel lo. Bang, gue bawa dulu ya adik lo." Devan meminta izin pada Rio sebelum membawa Zahra pergi. Rio yang kebetulan mendengarkan percakapan mereka sejak tadi hanya mengangguk-angguk saja.
"Jagain tuh adik gue, kalo lecet gue bantai lo. Nanti jam 11 bawa lagi ke sini, jangan lo bawa pulang. Apalagi kalau lo, loakin. Ingat, Zahra itu langka." Rio memberikan izinnya setengah bercanda, Devan hanya terkekeh dan Zahra yang menatap kakaknya sinis.
"Tega lo, sama adik sendiri juga ...."
Tawa Rio hampir meledak ketika melihat ekspresi merajuk Zahra. Tadi saja Zahra menatap sinis Rio, tapi lihat sekarang. Zahra malah mengerucutkan bibirnya sebal, dengan mata yang mengedip lucu.
"Udah sana!" usir Rio.
"Ya udah, gue jalan dulu. Jangan kangen, oke?" kata Zahra setelah menghabiskan segelas tehnya. Rio terkekeh dan mengacak rambut adiknya. Pria itu mengangguk.
Zahra mengikuti Devan ke motor. Setelah Devan menghidupkan motornya, Zahra ikut naik.
"Lo mau kita ke mana?" tanya Devan.
"Terserah lo, 'kan lo yang ngajakin gue."
"Ya udah, ikut gue, ya." Zahra menggaguk, gadis itu berpegangan pada jaket Devan. Devan meraih tangan Zahra dan menaruhnya di depan perut. Zahra yang biasanya menentang Devan kini ikut-ikut saja apa yang dilakukan laki-laki itu. Meski pada awalnya ia sempat terkejut dengan yang Devan lakukan.
Devan membonceng gadis yang dia sayang, untuk pertama kalinya ia dan Zahra sedekat ini. Laki-laki itu sangat senang ketika Zahra tidak menolak ajakannya.
Motor melaju melewati jalanan yang kanan kirinya banyak ditumbuhi oleh pepohonan rindang. Tidak ada yang memulai pembicaraan, sampai Devan menghentikan motor di depan sebuah danau yang sangat indah.
"Kita udah sampai." Devan melepas helm yang dipakainya, Zahra langsung turun dari motor Devan.
"Di mana nih, kok gue ga pernah tau tempat ini. Lo jangan macem-macem sama gue," peringatan Zahra. Zahra mengamati sekelilingnya, ini di mana? Kenapa banyak tumbuhan rindang di sana sini?
"Udah, ikut aja. Lagian gue ga mau ngapa-ngapain lo, gue masih sayang sama diri gue."
Zahra memutar bola matanya. Devan menarik tangan Zahra, dia membawa gadis itu ke tepian danau.
"Tempat apaan nih? Asri juga ya tempatnya. Gila ... seger, Van. Masih bersih nih di sini, nyaman banget." Zahra terpukau dengan tempat yang saat ini ia pijak, gadis itu memutar tubuhnya beberapa kali.
"Gue tau lo pasti suka gue bawa ke sini," kata Devan sambil memasukkan tangannya ke saku celana.
"Duduk di bawah pohon yang itu, yuk!" Zahra menarik tangan Devan, mengajak duduk di bawah pohon yang rindang, dengan sebagian kulitnya terkelupas karena termakan usia. Kesan yang pertama Devan dapat adalah angker. Pemuda itu terdiam sejenak, setelah itu menggelengkan kepalanya.
"Kenapa?" tanya Zahra.
Devan tidak langsung menjawab, laki-laki itu membawa Zahra kembali ke tepian danau. "Kita duduk di sini aja, ya?" Zahra menggaguk.
"Jelasin ke gue, ada apa dengan pohon yang ada di sana?" tanya Zahra tidak sabaran.
"Gue ga bisa jelasin di sini, nanti aja, ya?" pinta Devan.
"Oke. Kenapa lo bawa gue ke sini?" tanya Zahra pelan, gadis itu sedang menikmati semilir angin yang ada di tempat ini.
Devan menatap Zahra sebentar, kemudian kembali memandang danau di depannya.
"Ya ... gue cuma pengen lo ngerasain hawa yang asri, hawa bersih yang belum tercemar. Udara segar itu baik, dari pada lo hirup asap rokok mulu. Sekali-sekali lah nongkrong di sini, dari pada sama Putra. Ke club mulu kerjaan lo. Ga bosen apa?"
"Mau gimana lagi, club itu udah jadi bagian dari hidup gue. Kesiksa gue kalo sehari aja ga nge-club."
"Buset, udah dicuci ya otak lo sama Putra. Udah diapain aja sama dia?"
"Selow, Van."
"Lo ga takut sama dia?"
"Takut? Maksud, lo?" Zahra melirik Devan sekilas.
"Lo tau kan kalo Putra itu bad boy, lo ga takut diapa-apain sama dia? Kalo lo kenapa-kenapa gimana coba?"
"Ya udah si, terima aja. Biar Rio ga bisa misahin gue sama dia. Eh, bukannya lo temen satu gengnya ya? Tapi kok lo kayak ga suka gitu sama Putra?"
"Lo tau kan kalo gue sayang sama lo?" Entah kenapa Devan ingin mengutarakan rasa yang sebenarnya. Kali ini, Devan benar-benar menatap Zahra. Zahra menoleh, balas menatap Devan, gadis itu mengangguk lucu.
Tanpa Devan ketauhi, Zahra memang telah mengetahui perasaannya. Devan tersenyum tipis, ternyata dirinya ketahuan?
"Maka dari itu, gue ga mau kalo ada sesuatu yang buruk terjadi sama lo. Gue ga mau itu," kata Devan sambil mengusap rambut Zahra.
Tiba-tiba Zahra memeluk lengan Devan. "Kenapa, hm?" tanya Devan sambil menoleh ke samping.
"Makasih. Sorry ga bisa bales rasa lo ke gue," kata Zahra merasa bersalah.
Devan tersenyum tulus. "Gak papa, asal lo seneng, gue juga seneng."
Devan terkejut saat lengannya yang tadi dipeluk Zahra, malah dikalungkan ke leher gadis itu sendiri. Devan yang tidak nyaman dengan posisi itu akhirnya memposisikan kepala Zahra untuk bersandar di bahu Devan. Laki-laki itu mengusap kepala Zahra dengan sayang.
"Nah, gini kan enak ...." Zahra memamerkan deret giginya pada Devan. Sepertinya Zahra menikmati perlakuan Devan padanya.
Obrolan Devan dan Zahra berlanjut pada obrolan tidak bermutu. Devan melihat jam digital yang melingkari lengannya, laki-laki itu kemudian mengajak Zahra berdiri.
"Pulang, yuk?" ajak Devan. Zahra mengerucutkan bibir, membuat Devan gemas akan sikapnya.
Zahra menatap Devan memelas. "Aihh, gue masih pengen di sini tau! Jangan setengah-setengah dong kalo ngajak!"
"Heh, gue males dimaki sama abang lo, udah ayuk." Devan merangkul Zahra dan membawanya ke motor.
Devan dan Zahra kembali ke tempat makan milik Diki. Selama perjalanan mereka lebih banyak bicara, tidak seperti saat mereka berangkat tadi. Di tengah perjalanan Zahra kembali menanyakan perihal pohon rindang yang dianggap Devan pohon angker.
"Pohon yang tadi angker, ya?" Devan hanya diam tidak menanggapi pertanyaan Zahra, laki-laki itu malah fokus menyetir.
"Devan!! Jawab gue napa!" desak Zahra, gadis itu kesal karena Devan mengabaikannya.
Zahra tiba-tiba mencubit pinggang Devan, membuat laki-laki itu mengaduh kesakitan.
"Aduhh. Sakit, Ra ...."
"Ya makannya, jawab dong!"
"Emang kalo angker kenapa? Kalau engga kenapa?"
"Gue nanya serius!" tegas Zahra.
"Jadi, pohon yang tadi itu bekas cewek bunuh diri. Lo liat ga tadi ada tali ngegantung di situ?" Devan memilih menceritakannya, dari pada pinggangnya habis dicubiti Zahra.
"Iya, gue liat. By the way, kenapa dia mau bunuh diri?"
"Dulu cewek itu punya cowok, cowoknya bad boy, sama kayak cowok lo. Lah, si cewek sendiri juga bad girl, dia mau aja gituan sama cowoknya. Ga disangka, ternyata dia ngisi, dan tuh cowok ninggalin dia. Dia frustasi, setelah itu dia gantung diri di situ."
"Bener ga tuh yang lo ceritain, jangan-jangan lo mau nakutin gue doang."
"Beneran lah. Ngapain bohong, ga guna. Nahh, arwah cewek itu masih gentayangan sampai sekarang, dia biasanya ngusilin atau ngerasukin orang yang main-main deket pohonnya. Makannya gue nolak pas lo ngajakin duduk di situ."
Zahra mengangguk Setelah mendengar cerita Devan.
"Eh, lo jangan kayak cewek tadi ya. Bukan apa-apa, lo tau kan maksud gue?"
"Iyah, gue masih bisa jaga diri. Makasih, ya ...."
"Buat?"
"Gak tau, makasih aja, hehe," kata Zahra, "ternyata lo asik juga ya anaknya."
"Baru nyadar lo, ke mana aja, Neng? Lo-nya aja yang terlalu cuek sama gue, gue mah asik-asik aja."
"Tau aja. Ya abisnya lo ngeselin si, setiap ketemu debat mulu."
Mereka akhirnya ketawa-ketiwi bersama dan melanjutkan obrolan mereka. Entah kenapa suasana seperti ini malah membuat Zahra nyaman? Ada yang berbeda dari Devan kali ini. Jika biasanya ia akan menjauhi Devan, tapi tidak untuk kali ini. Aneh? Kenapa tiba-tiba Zahra merasa nyaman dan terlindungi?
Sesaat kemudian, mereka telah sampai di tempat makan milik Diki. Zahra turun terlebih dahulu, meninggalkan Devan yang masih di atas motor.
Semoga ini awal yang baik untuk memulai semuanya, batin Devan. Laki-laki itu menatap Zahra dari kejauhan, dia tersenyum tipis. Devan turun dari motornya kemudian ikut bergabung dengan yang lain.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 98 Episodes
Comments
Zalma Fauzia
lanjut terus KK ke BAB selanjutnya KK😉
2023-12-02
1
ᖴαуѕнα
astaga Ra, napa gk sama Devan aja sih daripada sama Putra yg badboy itu
2023-06-25
0
𝐀𝗋ƶ𝖾ᥣα
please, pake logika juga jangan cuma pake perasaan Zahra😒
2023-06-25
0