...“Aku ingin kamu saja yang menemaniku membuka pagi hingga melepas senja, menenangkan malam dan membagi cerita.”...
......................
Happy Reading!!!
.
.
.
“Apa pemuda itu sudah tidak waras!! Bagaimana bisa dia memakai pakaian seperti itu ditengah cuaca sedingin ini!!” gumam Aurora penuh keheranan.
Gadis itu berdiri dibalkon kamarnya sambil melihat seorang pemuda tampan tapi juga cantik berdarah China yang tengah bermain basket dihalaman belakang rumah kakak iparnya.
Sepasang mutiara hazelnya tak lepas sedikit pun dari sosok itu yang tak lain dan tak bukan adalah Langit. Langit sedang memainkan bola basket di tangannya dengan sangat lihat. Pemuda itu memakai kaos putih polos tanpa lengan dan celana bahan selutut, rambut coklat terangnya tampak lepek karena keringat. Begitu pula dengan baju bagian belakangnya yang tak jauh berbeda, basah.
Entah kenapa Aurora tidak bisa meloloskan pandangannya dari sosok Langit yang terlihat begitu mempesona, ditambah dengan rambut basahnya yang jatuh di atas dahinya. Begitu tampan dan terlihat, sexy. Aurora menggeleng, mencoba menepis semua pemikiran kotornya.
Gadis itu meletakkan salah satu tangannya di atas pagar pembatas sebagai tumpuan wajahnya. Sungguh, Langit berhasil menarik semua atensinya. Pemuda berdarah China itu memang memiliki wajah yang sangat tampan.
“Paman tampan!!”
Langit menghentikan gerakan tangannya yang hendak melemparkan bola kedalam ring setelah mendengar suara yang begitu familiar masuk kedalam pendengarannya. Pemuda itu berbalik badan dan mendapati Ainsley berlari kearahnya sambil membawa minuman dan handuk kering yang kemudian ia berikan pada Langit.
“Terima kasih cantik!” Langit mengambil botol minuman itu kemudian meneguk separuh dari isinya.
“Paman kemarilah!”
Ainsley melambaikan tangannya, meminta Langit supaya mendekat. Tanpa berkata apa pun, Langit mendekati gadis menggemaskan itu kemudian mensejajarkan tingginya dengan Ainsley. Ia membisikkan sesuatu pada Langit, entah apa yang baru saja dikatakan oleh gadis kecil itu padanya. Tiba-tiba saja pemuda itu mengangkat wajahnya hingga pertemuan dua pasang mutiara berbeda warna itu tidak dapat terhindarkan.
Aurora yang sadar tengah diperhatikan menjadi gugup. Dengan gerakan kaku, gadis itu melambaikan tangannya pada Langit. Pemuda itu menarik sudut bibirnya dan mengulum senyum setipis kertas. Aurora menggaruk tengkuknya yang tidak gatal kemudian berbalik dan melenggang pergi. Rasanya ia seperti tidak memiliki muka lagi, Aurora seperti seekor kucing yang ketahuan dan tertangkap basah saat sedang mencuri ikan.
“Kekekekek!!!”
Langit menatap Ainsley dengan dahi berkerut. Pemuda itu merasa heran. “Kenapa Ains tertawa??” tanya Langit, gadis imut itu kembali terkekeh.
“Ains gemas melihat wajah bibi Aur ketika paman tampan mendongak dan menatapnya. Dia lucu jika sedang gugup!” ujar Ainsley dengan polosnya.
Langit mencubit pipi gembil Ainsley dengan gemas. Pemuda itu mengangkat tubuh mungil gadis kecil itu dan menggendongnya, gadis kecil itu tidak merasa risih atau jijik sedikit pun meskipun pakaian yang Langit pakai basah oleh keringat. Langit melemparkan bolanya asal kemudian membawanya masuk kedalam rumah.
“Ibu…!!”
Langit menurunkan Ainsley dari gendongannya setelah melihat keberadaan Luna diruang tengah. Ibu satu anak itu tersenyum menyambut putri kecilnya dan membawa gadis kecil itu ke dalam pelukannya. “Langit, sebaiknya bersihkan dirimu. Setelah ini kita sarapan sama-sama!” kata Luna yang segera dibalas anggukan oleh Langit.
Selepas kepergian Langit, diruang tengah hanya menyisahkan Luna dan putrinya saja. Ainsley bercerita pada ibunya tentang apa yang terjadi dihalaman belakang. Wanita itu terkekeh membayangkan bagaimana lucunya ekspresi Aurora saat itu.
“Ibu, bagaimana jika kita atur saja kencan buta untuk mereka?” ujar Ains menyampaikan usulnya.
“Eeehhhh,” sedangkan Luna tampak begitu terkejut mendengar usul putri kecilnya.
Bukan karena kalimat Ains, melainkan karena pengetahuan gadis kecil itu tentang kencan buta. “Sayang, dari mana kau bisa tau jika dua orang dewasa jika ingin dekat harus melakukan kencan buta?” tanya Luna.
“Drama romantis yang penuh dengan kisah roman picisan. Oya, Ibu. Bisakah Ibu mengatur kencan buta untukku dan Dareen juga?” pinta Ainsley dengan polosnya.
Luna mencubit pipi Ains dengan gemas. Putri kecilnya tidak hanya memiliki wajah yang cantik dan imut, namun dia juga begitu menggemaskan.
“Nanti saja kita bicarakan, sebaiknya sekarang Ains pergi mencuci tangan dan setelah ini kita sarapan sama-sama.” Luna mengusap rambut panjang putrinya sambil tersenyum lebar.
Ainsley mengangguk. “Baik, Ibu.”
Langit menghentikan langkahnya di depan pintu kamar Aurora yang sedikit terbuka. Pemuda itu mengintip ke dalam dan mendapati Aurora tengah duduk di atas tempat tidurnya sambil memeluk sebuah album foto di dadanya. Raut wajahnya sendu dan kesedihan tersirat jelas dari sorot matanya yang teduh.
Tokk.. Tokk…
Ketukan pada pintu sedikit menarik perhatiannya. Aurora menoleh dan mendapati Langit berdiri di ambang pintu kamarnya. “Boleh aku masuk?” tanya Langit yang kemudian di balas anggukan oleh Aurora.
Setelah mendapatkan ijin dari sang empu kamarnya. Langit melanjutkan kembali langkahnya dan berjalan memasuki kamar Aurora. Pemuda itu berhenti di depan jendela yang berada tepat di samping kanan tempat tidur gadis itu.
Butiran-butiran putih lembut kembali berjatuhan membentuk gumpalan. Membuat jalanan, taman, kebun, halaman, atap rumah, semua tertutup butiran putih itu. Suhu udara turun hingga ke titik terendah, membuat sebagian warga kota memilih tetap berada di rumah daripada harus bepergian di tengah cuaca sedingin ini.
“Salju turun lagi.” Ucap Langit tanpa menatap lawan bicaranya.
Aurora bangkit dari tempat tidur yang sedari tadi didudukinya, perlahan ia berjalan ke arah jendela. Aurora kembali tertegun melihat pemandangan yang terlihat dari balik jendela kamarnya yang besar.
Bingkai kayu cokelat itu tampak memucat karena ditutupi salju. Jemarinya menyentuh kaca jendela bening yang basah karena cuaca. Ia mendesah. “Aku benci musim dingin apalagi salju. Aku sangat menyesalkan kenapa harus ada musim dingin di negara ini.” Ujar gadis itu dengan tatapan lurus ke depan.
“Kenapa kau sangat membenci musim dingin?”
“Karena musim dingin telah merenggut segalanya dariku.” Gadis itu tersenyum pilu.
Tahun-tahun lagi telah berlalu. Musim selalu datang silih berganti, membawa kota ke dalam berbagai suasana. Seiring dengan berlalunya angin, di setiap triwulan aroma yang muncul dalam udara hari terasa berbeda dari waktu ke waktu.
Harum bunga di awal musim semi, harum matahari di dalam eksotika musim panas, angin kencang yang membawa gugurnya daun di musim gugur, dan kini semilir angin perlahan membawa suhu udara yang lebih rendah. Musim dingin telah tiba. Lagi. Dan Aurora sangat membencinya
Musim dingin. Meskipun cuaca dingin dan kadang badai menghadang tanpa ampun, bagi kebanyakan orang yang hidup di negara empat musim. Musim dingin adalah musim yang membawa kehangatan. Karena mereka akan lebih banyak menghabiskan waktunya bersama teman dan keluarga.
Musim dingin adalah musim di penghujung tahun. Dimana liburan akhir tahun tiba. Natal … semua orang pulang ke kampung halaman, berkumpul dengan keluarga masing-masing, menimbulkan kehangatan tersendiri.
Dan seperti tahun-tahun kemarin, menjelang natal, salju turun dengan intensitas tinggi setiap harinya, menimbun kota dalam selimut putih besar. Seperti tahun kemarin, orang-orang berpayung menembus hujan salju, dengan mantel tebal, mencoba mengusir rasa dingin.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 43 Episodes
Comments
M akhwan Firjatullah
tamvan tapi cantik itu yg kayak apa y...kebayang Lee min hoo ga sih
2023-04-27
0