Bagian 1
Setelah selesai menghabiskan dua potong roti makan siangnya, yang di mana kegiatan itu juga ditemani dengan selingan samar adu mulut sepasang kekasih. Yang paling penting, badai sudah berlalu. Meski ketenangannya sempat terganggu, tetapi, Yamasaki sendiri dapat memaklumi kejadian tersebut dengan lapang dada.
Mendapatkan pengampunan dari seseorang yang belum pernah merasakan lika-liku masalah dalam suatu “hubungan”, bahkan realita memberitahu kalau pasangan saja tidak dimiliki oleh Yamasaki Zen. Sungguh realita yang menyedihkan lagi tidak dapat disangkal. Yamasaki merasa kalau takdir saat ini sedang menguji dirinya.
…
Lupakan soal sebelumnya.
Di Akademi Matsumoto terdapat tiga tingkatan pendidikan. Sekolah dasar, sekolah menegah pertama, dan sekolah menegah atas. Masing-masing dari tingkatan memiliki gedung yang juga dipisahkan satu sama lainnya.
Yamasaki tidaklah melanjutkan tingkat pendidikan sebelumnya di akademi ini.
Dengan kata lain, ini merupakan pengalaman pertamanya di sebuah akademi yang masih baru bagi dirinya.
Sedang berjalan menyusuri lorong kelas hendak menuju ke kelasnya, sesekali pandangannya dia palingkan ke arah samping tertuju ke luar kaca jendela yang memanjang sepanjang lorong yang dilewatinya.
Para murid-murid di sana masihlah beraktivitas sebagaimana mestinya di jam istirahat mereka.
Pandangannya tertuju kepada dua kelompok tim yang sedang bermain sepakbola di lapangan. Yamasaki tanpa memperhatikan jalan di depannya, dengan santai berjalan perlahan menyusuri lorong menuju ruang kelasnya.
Sementara itu,
Dari arah yang berlawanan, muncul seorang murid yang tampaknya merupakan seorang siswi sedang membawa tumpukkan buku di kedua tangannya.
Buku itu sepenuhnya menghalangi penglihatannya, karena itu, sama sekali dirinya tidak menyadari kehadiran Yamasaki di sana.
Perlahan langkah kaki mereka semakin mendekat.
Seakan telah selesai dengan apa yang dilihatnya, setelahnya, Yamasaki pun menolehkan pandangannya kembali seperti semula.
“...!!”
Sensor refleks dalam dirinya masih berfungsi dengan sangat baik, menyadari ada seseorang di depannya, dengan segera Yamasaki menghentikan langkahnya.
*Bruukk…*
Pada akhirnya, siswi itulah yang harus menabrak tubuh Yamasaki.
Beberapa buku yang dibawanya pun terjatuh ke atas lantai.
“Ma-maaf! Aku tidak melihatmu ada di sana.”
“Tidak—aku juga minta maaf karena sudah menghalangi jalanmu.”
Tanpa pikir panjang, Yamasaki segera jongkok bermaksud mengambil beberapa buku yang terjatuh di lantai.
Selagi memungut beberapa buku yang terjatuh. Niat Yamasaki adalah ingin membuat suasana tidak menjadi canggung. Karenanya, dia mencoba untuk melontarkan satu pertanyaan, yang karena adanya pertanyaan itu juga membuat dirinya bingung bertanya-tanya.
“Selain itu, bukankah dengan buku yang sebanyak itu, kamu jadi kesulitan untuk melihat?”
Setelah dirasa pekerjaannya sudah selesai. Baru saja terjadi, siswi itu sempat kehilangan keseimbangannya walau sejenak, sesaat setelahnya ia pun kembali menyeimbangkannya.
Dalam posisi Yamasaki Zen saat itu, entah kenapa beberapa buku yang masih dibawa oleh siswi itu menjadi miring, mengingatkannya akan satu hal.
—Menara Pisa!
Menengadahkan kepalanya, perkataan itu seketika saja terlintas dalam benaknya. Di sisi lain, selagi melamun memikirkan niat dari dirinya untuk berinisiatif membantu siswi itu. Sebuah perkataan “Memang sih, tetapi... ini sudah menjadi tugasku sebagai ketua kelas!” yang sepertinya balasan atas pertanyaan Yamasaki sebelumnya.
Namun sayangnya, balasan itu tidak cukup “sampai” untuk terbaca oleh otaknya, yang di saat bersamaan juga, fokusnya malah terpaku ke sesuatu yang lain.
Singkatnya, Yamasaki tidak benar-benar memperhatikan apa yang dikatakan siswi itu.
Kemudian, tanpa pikir panjang, apa yang diniatkan sebelumnya lantas benar-benar dirinya lakukan dengan segera.
Rambut panjangnya yang tergerai begitu saja melebihi pundaknya, berwarna hitam pudar sedikit kecoklatan, beberapa hal tersebut dapat terlihat jelas di mata Yamasaki saat setengah dari beberapa buku yang dibawa oleh siswi itu diambil alih oleh kedua tangannya.
Selain itu, siswi itu terlihat cukup imut? Atau cantik? Yah, kedua kata itu memiliki arti yang berbeda. Tergantung bagaimana perspektif seseorang menilainya. Namun tidak perlu diragukan kalau kedua sifat tersebut ada pada diri siswi itu.
Yamasaki sejenak terdiam setelah memperhatikan wajah dari siswi itu.
“Lah, bukankah kamu, Zen-kun?”
Selagi masih menatap wajah siswi itu, Yamasaki disadarkan oleh siswi itu yang telah memanggil dirinya dengan menggunakan nama belakangnya.
“Ah, itu benar, tetapi, Zen itu nama belakangku, lo.”
Ada beberapa kemungkinan kenapa dirinya seakan begitu dikenal oleh murid selain di kelasnya.
Yamasaki hanya ingin memberitahu saja, dirinya tidak mempermasalahkan jika seseorang memanggil dengan sebutan ‘Zen’ ataupun ‘Yamasaki’. Hanya saja, setelah dipikirkan kembali ini merupakan pertama kalinya seorang gadis yang seumuran dengannya, memanggil namanya ‘Zen’ dengan menggunakan nama belakang-nya secara langsung.
“Ah, maaf-maaf! Aku tidak tahu kalau aku memanggilmu dengan nama belakangmu. Maaf! Maaf!”
Siswi itu merasa sangat bersalah sampai membuat dirinya meminta maaf dengan merendahkan bahu dan kepalanya berkali-kali.
“Tidak apa-apa, aku tidak permasalahkannya, kok! Jadi, buku ini mau di bawa ke mana?”
“Sebelumnya, terima kasih karena sudah membantu membawakannya, tetapi, aku tidak ingin membuatmu kerepotan lebih dari itu.”
Mendengar pernyataan dari siswi itu, seketika saja membuat Yamasaki terdiam sejenak.
Dirinya memikirkan dua kemungkinan, di antara penawaran bantuannya ditolak mentah-mentah dan kemungkinan lainnya kalau siswi itu menahan diri untuk meminta bantuan kepada orang lain.
Dua pilihan itu sebenarnya cukup mudah untuk diketahui.
Yamasaki mengetahui kalau pilihan kedua-lah yang benar. Tidak ada yang dapat disembunyikan dari perkataan tulusnya itu. Bahkan perasaan tulus dari dalam lubuk hatinya dapat dengan mudah dibaca oleh Yamasaki Zen.
“Jadi... kamu ingin aku meletakkan kembali buku-buku ini?”
“…”
Tidak ada balasan yang diberikan.
Dan hal itu semakin menguatkan asumsinya mengenai kemungkinan kedua yang dipikirkan.
“—Takahashi-san....!!”
Perbincangan mereka yang belum selesai tiba-tiba dipotong oleh sebuah seruan memanggil nama ‘Takahashi’, yang mungkin saja nama itu merupakan nama daripada siswi yang sedang membawa tumpukan buku di hadapannya.
Lalu, seorang siswi yang sebelumnya berseru memanggil nama ‘Takahashi’, dia memiliki ciri postur tubuh yang terlihat pendek, berbeda dengan rata-rata tinggi badan siswi di SMA menurut sepengetahuannya. Karena hal itu, memberikan kesan yang membuat dirinya mudah untuk diingat.
Dia pun berlari menghampiri mereka berdua.
“Kojima-san, ada apa?”
“Duh, kenapa kamu membawa buku itu seorang diri? Bukankah sudah kubilang untuk menungguku?”
Dia yang dipanggil dengan nama ‘Kojima’ lantas berhenti tepat di samping Takahashi, lalu kemudian dia pun menjawab dengan sebuah pertanyaan.
“Maaf, aku hanya berpikir kalau itu akan merepotkanmu.”
“Anu...”
Gumam pelan Yamasaki membuat mereka berdua tersadarkan.
Terutama Kojima, tiba-tiba saja dia tersentak “..!!” refleks dia pun berpindah tempat, tepatnya di hadapan Takahashi. Seketika itu, dia membuat gestur layaknya mode pelindung membentuk semacam barikade dengan cara membentangkan kedua tangannya ke samping.
“Kamu, apa yang ingin kamu lakukan kepada Takahashi-san?”
“Aku? Aku hanya ingin membantunya membawakan beberapa buku ini saja, kok.Sebagai permintaan maaf-ku karena tidak sengaja menabraknya.”
“Tidak, sebenarnya akulah yang telah menabrakmu!”
“Yah, itu memang benar, sih!”
“Kamu pasti berbohong, bukan?! Kamu hanya modus agar ingin mendapatkan Takahashi menjadi milikmu? Benar begitu, bukan?!”
“Tu-tunggu, Kojima-san?”
“Kenapa kamu malah berpikir seperti itu? Oi, ucapanmu itu sudah termasuk menuduhku, tahu!”
“Sudahlah, hentikan kalian berdua! Hai, Kojima-san, dengar... dia ini memang ingin membantuku membawakan beberapa buku ini saja, kok. Tidak ada yang lain.”
“Be-benarkah seperti itu?”
Kojima memalingkan kepalanya ke samping, tetapi lirikan matanya dia arahkan langsung melihat wajah Takahashi, siswi itu. Lalu setelahnya, Kojima pun bertanya memastikannya.
“Benar! Lagian juga, aku ingin tahu kenapa kamu tiba-tiba saja mengatakan kalau tindakanku ini berdasarkan modus untuk mendekatinya?”
Sebenarnya untuk masalah kesalahpahaman yang terjadi, Yamasaki sudah terlebih dahulu mengetahui “alasan” itu. Jadinya, pertanyaan itu hanya bermaksud sebagai “kepastian” untuk mendukung asumsi yang saat ini dipikirkannya.
Hanya ada satu kemungkinan dalam benaknya, kalau alasan Kojima menuduh Yamasaki Zen berdasarkan ‘modus’ belaka yaitu, adalah karena sebuah gosip. Gosip itu sendiri tentang si peringkat tiga kategori “siswa yang terkenal di seluruh murid divisi SMA Akademi Matsumoto”, yang secara tidak diduga, jatuh pada Yamasaki Zen sendiri.
Peringkat itu sudah jelas ada yang aneh.
Peringkat itu hanyalah buatan oknum yang menilainya berdasarkan apa yang protagonis perbuat di SMA dan itu dapat menarik perhatian banyaknya murid. Yamasaki contohnya, sekiranya kurang dari delapan puluh murid divisi SMA Akademi Matsumoto menjadi korban “ketertarikan” atas apa yang telah dirinya perbuat di sekolah ini. Dan karena alasan itulah mengapa namanya cukup dikenal bahkan selain murid di kelasnya sendiri.
Di atasnya, si peringkat kedua, kamu pasti tidak akan percaya kalau nama Hayashi Yuuki-lah yang tercatat dan menempati posisi di sana. Lalu di lanjut, si peringkat pertama yang ditempati oleh Shimada Kazuhiko. Singkatnya, kepopuleran si-‘peringkat satu’ ialah karena wajahnya yang tampan.
Yah, hal itu cukup dominan dalam mempengaruhi kepopulerannya.
Selain itu, kecerdasannya pun tidak bisa dianggap remeh, kabarnya ia masuk ke akademi ini melalui beasiswa pendidikannya. Meski dirinya tergolong ke dalam keluarga yang mampu. Namun, dirinya lebih memilih masuk menggunakan jalur beasiswa miliknya.
Karena hal itulah, membuat dirinya sangat populer khususnya dikalangan para gadis di keseluruhan divisi di akademi ini.
Benar, kepopulerannya bahkan sampai seluruh divisi Akademi Matsumoto.
Dengan fakta tersebut, definisi “sosok teladan pangeran sekolah” bisa diberlakukan kepadanya.
Kembali ke topik.
“Itu karena gosip tentang dirimu yang tersebar sebagai siswa terkenal peringkat ketiga di seluruh murid SMA!”
“lihat, dugaanku benar, bukan?”, ekspresi wajah Yamasaki yang datar seakan mengatakan kalimat tersebut. Di sisi lain, kebenaran itu tidaklah terlalu membuat dirinya terkejut setelah mendengarnya.
Gosip itu pertama kali muncul sesaat sebelum upacara penerimaan siswa-siswi baru.
Tanpa mengharap ini akan terjadi, singkatnya, Yamasaki telah berhasil “melindungi” salah seorang siswi tahun pertama yang berusaha digoda oleh para senior. Dan pada akhirnya, gosip itu pun meluas hingga ‘peringkat’ itu kemudian dibentuk dan menetapkan Yamasaki ke dalam peringkat ketiga sebagai siswa terkenal di seluruh murid SMA, Akademi Matsumoto. Yah sebenarnya, kejadian itu hanya salah satu dari beberapa kejadian yang telah membuat dirinya menjadi populer.
Bahkan dengar-dengar juga ada rumor yang mengatakan kalau “laki-laki” itu bisa saja seorang “playboy”, dan tentu saja, setelah rumor itu tersebar dan terdengar sampai ke telinganya. Baginya, itu merupakan suatu penghinaan yang mana realitanya tidaklah seperti itu.
Sampai saat ini pun, Yamasaki masih berharap kalau peringkat itu dihilangkan, atau setidaknya ada pergantian posisi dirinya dengan nama murid yang lain.
“Sepertinya aku juga pernah mendengar gosip itu. Ah! Apa mungkin kamu orangnya...?!”
Takahashi seakan baru memahami topik pembicaraan yang dimaksud, dirinya langsung saja melontarkan rasa penasarannya di saat itu juga.
“Kamu terlambat menyadarinya, Takahashi-san.”
“Ha-habisnya, wajah dan namanya tidak asing menurutku. Maka dari itu, di saat aku memanggil namanya, aku tidak tahu kalau aku secara langsung memanggilnya dengan nama belakangnya.”
“Sudahlah, Takahashi-san! Kamu tidak perlu malu seperti itu. Setelah dilihat kembali, aku ragu kalau lelaki ini cukup berani seperti yang dibicarakan.”
Sebuah perkataan yang memiliki arti di dalamnya.
Tentu saja, Yamasaki menyadari maksud dari perkataannnya. Hanya saja, dirinya tidak ingin memperpanjang kembali masalah ini.
“Terserah saja. Selain itu, buku ini mau di bawa ke mana?”
“Ru—”
“—Ruang guru, meja Nakamura-sensei!”
Kojima menyela memotong perkataan Takahashi, dengan tegas ia mengatakannya kepada Yamasaki.
Kemudian, tanpa sepatah kata pun dilontarkan, Yamasaki lantas berbalik membawakan buku itu dan meninggalkan mereka berdua.
Tindakannya membuat Kojima seketika itu kesal, mungkin dia berpikir kalau ucapannya yang tegas sebelumnya akan membuat seorang Yamasaki Zen menyerah dan memberikan sebagian buku itu kepada dirinya.
Sayangnya itu tidak terjadi.
Lalu, dengan inisiatifnya dia pun mengatakan secara langsung kepadanya. Akan tetapi, pilihan yang didapatkannya ialah suatu penolakan.
Kojima melakukan hal yang serupa berulang kali. Namun, pada akhirnya Kojima lebih memilih membawakan seluruh buku yang sebagiannya lagi di tangan Takahashi, lalu dengan jengkel Kojima mengikuti Yamasaki dari belakang.
Pemandangan yang tidak lebih seperti “anak kucing yang mengikuti induknya”, definisi itu cocok untuk diterapkan kepada mereka berdua.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 82 Episodes
Comments