DMS 17

Sementara Mila, pagi pagi dia sudah datang dan menunggu di ruang HRD. Berkali kali dia memastikan penampilannya dicermin kecil yang dia simpan didalam tas. Meski dia tak begitu antusias dengan pekerjaan barunya itu. Tapi tetap saja, dia harus memberikan kesan baik pada bos.

Begitu tahu Elgar sudah datang, Nora mengantarkan Mila keruangan bos.

Aden yang hendak keruangan Elgar, tak sengaja melihat Nora dan Mila berjalan kearahnya. Buru buru dia merapikan rambut dan membenarkan letak kacamatanya agar terlihat tampan dimata Mila.

"Nona Karmila." Sapanya sambil mengulum senyum.

Mila hanya menjawab dengan anggukan kepala dan senyum, sementara Nora memutar bola matanya malas karena hanya Mila yang disapa. Sepertinya pria didepannya itu perlu ganti kacamata netral. Biar tak hanya yang good looking saja yang terlihat.

"Mau kemana?" Tanya Aden penasaran.

"Kebetulan ketemu Pak Aden disini. Bisakan antar sekretaris barunya pak bos keruangannya?"

Aden mengernyitkan dahi. Sekretaris? Bukankah kemarin Elgar menolak keras ganti sekretaris. Bahkan melihat cv Karmila saja, bos nya itu tak berkenan. Sekarang, kenapa tiba tiba sudah jadi sekretaris? Dan dia, sebagai asisten pribadi tak tahu apa apa?

"Pak, Pak Aden."

Panggilan Nora menyadarkan Aden dari lamunannya.

"Bisa atau tidak?"

Aden seketika mengangguk. Lebih baik dia tak memikirkan kenapa semua ini begitu tiba tiba. Ambil sisi positifnya saja. Sekarang dia bisa lebih dekat dengan Mila.

"Mari Nona Karmila." Aden mempersilakan.

"Mila, panggil Mila saja." Sejak kecil, Mila memang tak terbiasa dipanggil Karmila.

"Saya Aden, asprinya pak bos." Aden mengulurkan tangan dan segera dijabat oleh Mila.

Selanjutnya, dua orang itu berjalan beriringan menuju ruangan CEO.

Mila merasa gelisah. Semoga saja bos nya kali ini benar benar baik. Galak tak apa, yang penting tidak mata keranjang.

"Tidak usah terlalu tegang. Pak bos gak makan orang." Canda Aden untuk mencairkan suasana. Pasalnya dia melihat wajah Mila sangat tegang.

Mila hanya menanggapi dengan senyuman.

"Boleh gak minta sesuatu?"

"Apa?"

"Jangan sering sering senyum, ntar satu kantor deabetes karena senyuman kamu."

Kali ini, Mila tak hanya tersenyum, tapi tertawa kecil. Keteganganya sedikit mencair karena Aden yang ternyata punya selera humor lumayan.

Aden tampak puas, ternyata usahanya untuk membuat Mila tertawa berhasil. Sedikit demi sedikit, dia akan terus berusaha mengambil hati Mila.

"Mungkin setelah ini kita akan lebih sering ketemu. Semoga saja kamu gak bosen ngeliat saya terus," ujar Aden.

"Semoga kita bisa jadi partner kerja yang solid kedepannya." Mereka berdua sama sama bertugas melayani bos. Jadi sudah sepatutnya kompak.

"Jadi partner lainnyapun, saya juga tidak keberatan."

"Maksudnya?"

Aden hanya tersenyum tanpa berniat menjelaskan. Karena sudah tiba didepan ruangan bos, Aden mengetuk lalu membukakan pintu untuk Mila.

Detak jantung Mila tak beraturan begitu kakinya menginjak lantai ruangan CEO. Suasana mendadak terasa mencekam. Mila bisa melihat seorang pria berjas hitam yang sedang menunduk sambil memperhatikan berkas yang ada diatas mejanya.

Selesai menutup pintu kembali, Aden mengajak Mila berjalan mendekat kemeja bos.

"Selamat pa_" Salam Aden menguap diudara tatkala melihat Elgar yang mengangkat wajahnya. Dia sedang tak salah lihatkan? Pria dihadapannya itu tak terlihat seperti bosnya. Penampilannya sungguh berbeda.

Langkah kaki Mila terhenti bersamaan dengan Elgar mengangkat wajahnya. Jantungnya seperti berhenti berdetak seketika. Elgar, pria dihadapannya itu adalah Elgar, mantan suaminya.

Mana mungkin Elgar ada disini. Bukankah perusahaannya adalah Dirgantara group?

Mila melihat papan nama yang berada diatas meja. Elgar Dirgantara, tidak salah lagi, Mila semakin disadarkan jika pria dihadapannya itu memang benar Elgar. Mantan suami sekaligus ayah kandung Saga.

"Selamat pagi, nona Mila." Elgar menyapa sambil mengulum senyum.

Mila masih bergeming. Semua ini terasa begitu mengejutkan baginya.

"Bisa tinggalkan kami berdua?"

Aden menunjuk dirinya sendiri. Bibirnya masih terasa kelu untuk bisa mengeluarkan suara.

"Benar, kamu bisa keluar."

Aden menatap Mila dan Elgar bergantian. Melihat bos nya yang mendadak tampan, rasanya tak rela meninggalkan mereka berdua saja.

Elgar mendengus kesal karena Aden tak kunjung keluar.

"Saudara Aden." Elgar menekan kata katanya.

"I, iya Pak." Aden buru buru keluar dari ruangan Elgar.

Sepeninggalan Aden, Mila makin gelisah. Situasi macam apa ini. Kenapa dia bisa ada disebuah ruangan berdua dengan mantan suami dengan status yang tak disangka sangka.

Elgar berdiri lalu berjalan mendekati Mila yang masih mematung ditempat.

"Apa kabar Mil?" Elgar terus bergerak maju, membuat jantung Mila makin berdebar. Hari itu saat di hotel, suasana terasa berbeda. Mereka ada ditempat umum, tapi saat ini. Berduaan dengan Elgar disuatu ruangan membuatnya tak karuan.

Mila bergerak mundur seirama dengan langkah kaki Elgar yang terus maju. Detak jantungnya berpacu dengan semakin dekatnya jarak diantara mereka.

Mila terus mundur hingga punggungnya membentur dinding. Disaat dia ingin bergeser, Elgar lebih dulu mengunci tubuhnya dengan kedua lengan.

Mata mereka saling beradu. Tatapan mata Elgar membuat Mila kesusahan bernafas. Elgar memiliki aura dominan yang sangat kuat. Mila merasakan ada yang berbeda dalam diri Elgar. Tak seperti waktu pertama bertemu dihotel, dingin dan kaku. Hari ini, Elgar menjelma seperti Elgar 7 tahun yang lalu. Sosok penuh pesona yang mampu meluluh lantakkan hati siapapun.

"Jangan lupa bernafas." Elgar tersenyum lalu menurunkan kedua tangannya yang bertumpu pada dinding. Dengan santainya, dia melipat kedua tangan didada sambil terus senyum senyum memperhatikan wajah kacau Mila.

Mila menghirup oksigen sebanyak banyaknya sambil memegangi dadanya yang berdebar. Situasi macam apa ini. Ini terlalu mendebarkan, dan sangat tidak bagus untuk kesehatan jantungnya.

"Apa kau sudah siap untuk bekerja denganku mulai hari ini?"

Mila menatap Elgar tak percaya. Permainan apa yang sedang dijalankan mantan suaminya ini. Melihat ekspresi Elgar, dia yakin pria yang sudah mengatur semua ini.

"El."

Hari Elgar menghangat mendengar sapaan khas Mila padanya.

"Aku rindu mendengarmu memanggilku seperti itu Mil. Aku rindu menatapmu dari jarak sedekat ini. Aku merindukan semua yang ada pada dirimu Mil. Aku merindukanmu." Elgar meringsek maju dan langsung memeluk Mila.

Dipeluk mendadak, membuat Mila tak bisa menghindar.

Tidak, ini tidak benar.

Meski jauh dilubuk hati Mila yang terdalam, dia juga merindukan Elgar. Tapi ini tidak benar. Elgar sudah menikah.

Mila mendorong tubuh Elgar hingga pelukannya terlepas.

"To, tolong jangan seperti ini El. I, ini gak benar." Mila menggeleng cepat. Setidaknya dia harus mempertahankan kewarasannya disaat Elgar seperti ini.

"Aku tahu kau juga masih mencintaiku Mil."

"Ti, tidak, kau sal_"

Elgar meletakkan telunjuknya dibibir Mila. "Matamu tak bisa bohong Mil. Kamu masih mencintaiku. Masih sama seperti dulu."

Jari Elgar mulai bergerak menyentuh bibir Mila. Membuat tubuh Mila terasa seperti tersengat alisan listrik.

Tok tok tok

Suara ketukan pintu membuyarkan ketegangan diantara mereka.

"Tolong jangan menyuruhku mundur Mila. Kali ini, apapun yang terjadi, aku akan tetap maju dan memperjuangkanmu."

"Ta_"

"Masuk." Ucapan Elgar membuat Mila menggantung kalimatnya. Sepertinya Elgar sengaja karena tak mau mendengar penolakan darinya.

"Permisi Pak." Ucap Isabel sopan sambil sedikit membungkuk. Dia adalah orang yang ditunjuk Elgar untuk mengajari Mila tentang pekerjaan barunya.

Isabel kemudian melihat kearah Mila.

"Ini Mila, yang akan jadi sekretaris baruku." Elgar memperkenalkan.

Keduanya, Isabel dan Mila, saling berjabat tangan dan menyebutkan nama masing masing.

"Apa bisa saya mulai sekarang?" Isabel meminta ijin pada Elgar.

"Silakan."

Isabel mengajak Mika menuju meja kerjanya yang ada diluar ruangan Elgar. Selanjutnya, dia menjelaskan pada Mila mengenai pekerjaan barunya.

Mila masih merasa ini seperti mimpi. Menjadi sekretaris Elgar, apakah ini tidak terlalu konyol. Mengapa takdir seolah sedang bercanda dengannya. Diantara begitu banyak perusahaan, kenapa dia harus masuk keperusahaan Elgar.

Sementara didalam ruangannya, Elgar tak bisa duduk diam. Rasanya dia sudah tak sabar ingin kembali melihat Mila. Akhirnya dia memutuskan untuk keluar melihat Mila.

Tampak Mila yang sedang menatap laptop sambil mendengarkan arahan Isabel. Tapi dari gelagatnya, terlihat jelas jika Mila tak bisa fokus.

Elgar mendekati mereka berdua. Menyadari atasannya datang, Isabel langsung tersenyum sambil menunduk.

"Bagaimana?" tanya Elgar.

"Mila sudah berpengalaman Pak. Jadi saya tak perlu mendetail menjelaskan padanya tentang tugas dan tangung jawabnya," jawab Isabel.

"Baik, lanjutkan."

Isabel kembali melanjutkan penjelasannya. Sedangkan Mila, dia makin tak bisa fokus karena Elgar berdiri disebelahnya. Aura Elgar yang kuat terasa mengintimidasinya. Mila duduk ditengah dan diapit Elgar dan Isabel dikedua sisinya.

Elgar membungkuk untuk mensejajarkan tinggi dengan Mila yang sedang duduk.

"Fokuslah." Bulu kudu Mila meremang tatkala Elgar berbisik ditelinganya.

"Bekerjalah dengan baik. Jangan pikirkan apapun selain aku."

Astaga, kenapa dia senekat ini. Bagaimana kalau Isabel lihat dan mendengar?

Terpopuler

Comments

Alanna Th

Alanna Th

yoi, biasanya sm dingin n kakunya dg sang boss; waaa, saingan brt bwt elgar! ht" dsleding boss, aden!

2024-03-29

1

Sulaiman Efendy

Sulaiman Efendy

SEMOGA LO GK KNK SERANGAN JANTUNG MIL..😂😂😂😂😂😂

2024-04-05

0

BunSay5A

BunSay5A

jarang2 nemu aspri yg kocak/Joyful/

2023-12-13

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!