DMS 15

Elgar merasa ada yang aneh dengan rasa kopi buatan Aden. Rasanya seperti kopi yang lama dia rindukan. Tumben asistennya itu bisa bikin sesuai seleranya. Biasanya meski sudah diberi tahu takarannya, rasanya tetap saja tak enak.

Sementara Aden, dia masih kepikiran wanita cantik di pantry tadi. Sayangnya, kenapa dia lupa tanya nama dan bekerja di divisi apa?

"Kamu kenapa? Tanya Elgar yang melihat Aden tampak sedang memikirkan sesuatu.

"Tidak ada apa apa Pak. Em..Kalau sudah tidak ada yang penting lagi, saya pamit dulu." Kaki Aden sudah gatal ingin segera keruangan HRD.

Bagitu Elgar mengangguk, Aden segera membalikkan badan dan melangkah pergi menuju pintu.

"Tumben kopi bikinan kamu enak." Celetuk Elgar sebelum Aden keluar dari ruangannya.

Aden tartawa dalam hati. Mungkin sudah suratan takdir jika cewek cakep yang bikin, rasanya langsung enak.

"Terimakasih Pak." Sahut Aden sambil membalikkan badan menghadap Elgar. "Mungkin dengan begitu, Bapak bisa mempertimbangkan kenaikan gaji untuk saya."

"Akan saya pertimbangkan."

"Beneran Pak?"

"Iya, akan saya pertimbangkan kalau setelah ini, kamu yang saya suruh bikin kopi setiap hari."

What! Aden seketika cengir. Ini sih petaka namanya, nambah nambahin kerjaan.

"Hehehe, kayaknya tidak perlu dipertimbangkan lagi Pak."

"Besok, buatkan saya kopi seperti ini lagi." Ujar Elgar sambil mengangkat cangkir kopi yang dia pegang.

Aden menepuk jidat. Dia pikir dengan tidak memberi tahu takaran pada karyawan baru tadi, rasanya pasti tak sesuai dengan selera Elgar. Dia berharap jika kedepannya dia tak disuruh lagi. Tapi ini ajaib, kopi bikinan karyawan baru itu bisa langsung ngena dilidah bosnya yang pemilih.

Keluar dari ruangan Elgar, Aden gercep menuju ruangan Bu Salamah. Dengan alibi perintah bos, dia meminta curriculum vitae semua karyawan baru. Aden meneliti satu persatu dari 10 cv itu. Dan senyumnya mengembang tatkala melihat foto yang tertempel dipojokan salah satu cv. Tak salah lagi, ini adalah karyawan yang dia temui di pantry tadi.

"Karmila Kenanga, umur 27 tahun." Aden membacanya pelan.

"Yesss." Teriaknya saat melihat status Mila masih single.

Bu Salamah dan Nora yang sedang ada diruangan seketika saling menatap penuh tanya.

"Kenapa dia?" tanya Bu Salamah.

Nora mengedik bahu karena juga tak tahu.

Aden membaca keseluruhan CV Mila. Ternyata wanita yang dibicarakan Bu Salamah tempo hari adalah Karmila. Lulusan salah satu universitas di Singapura dan sudah berpengalaman.

Tiba tiba muncul ide dikepala Aden. Sepertinya dia harus memaksa Elgar untuk menjadikan Mila sekretaris agar memudahkannya pdkt. Dia akan lebih sering bertemu Mila jika dia menjadi sekretaris Elgar. Selain itu, ruangannya juga dekat. Makin mudah lagi untuknya tebar pesona.

"Pokoknya Pak Elgar harus mau menggantikan Dina dengan Karmila, titik." gumamnya pelan.

Dimata Aden, Elgar adalah orang aneh. Rumah tangganya jauh dari kata harmonis. Istrinya selingkuh tapi dia diam saja seperti tak mau tahu. Dan yang lebih aneh, dia tampak tak sakit hati meski melihat dengan mata kepala sendiri Salsa bersama pria lain.

Sekalipun, Elgar tak pernah menanggapi wanita wanita yang kadang terang terangan menggodanya. Meski status Elgar sudah menikah, masih banyak saja wanita yang mengincarnya. Mungkin harta dan tahta sudah membuat wanita wanita itu buta.

Pernah Aden berfikir jika Elgar menyimpang, tapi nyatanya, Elgar tak pernah terlihat tertarik pada pria. Jadi, kesimpulan ngawur yang diambil Aden adalah, Elgar impoten. Makanya dia tak tertarik dengan wanita dan membiarkan istrinya selingkuh.

Dengan semangat 45, Aden membawa cv Mila untuk ditunjukkan pada Elgar. Dia juga sudah menyusun kalimat kalimat provokatif agar Elgar yakin untuk menggantikan Dina dengan Karmila.

Sementara diruangannya, Elgar sedang menelepon Salsa.

"Kapan kamu pulang?"

Seketika Elgar bisa mendengar suara tawa Salsa.

"Sejak kapan kamu peduli sama aku El? Bahkan jika aku tidak pulang selamanya, mungkin kamu juga gak akan nyari aku."

Mungkin benar apa yang dikatakan Salsa. Dia memang tak peduli sama sekali dengan wanita yang berstatus istrinya itu.

"Siapa yang telepon?"

Elgar bisa mendengar suara pria yang sedang bertanya pada Salsa. Tanpa melihat wajahnyapun, Elgar tahu itu Ben. Elgar bukannya orang bodoh yang membiarkan Salsa selingkuh seenaknya. Hanya saja, Elgar merasa jika semua ini terjadi sedikit banyak karena kesalahannya. Dia yang tak pernah bisa mencintai Salsa. Tak bisa menjadi suami yang baik dan tak bisa memberikan sedikit saja kenyamanan buat Salsa, membuat wanita itu lari kepelukan pria lain.

Hati Elgar sudah mati. Hatinya ikut pergi bersama kepergian Mila. Baginya, seperti inilah hidup yang harus dia jalani, yaitu tanpa cinta. Dia ingin tahu seberapa kuat pertahanan Salsa. Dia hanya menunggu hingga Salsa mengajukan gugatan cerai atas dirinya.

"Pulanglah, papa mu sakit." Elgar tak ingin Salsa menyesal dikemudian hari. Dia tak tahu sampai kapan Pak Rendra bisa bertahan.

"Kamu mengkhawatirkan papaku? Bukankah selama ini kau membenci papaku?"

"Ya, aku tidak menyukai papamu." Elgar bukan tipe orang yang suka basa basi. "Tapi kau anaknya. Jangan sampai kau menyesal suatu saat nanti Sa."

Lagi lagi terdengar suara tawa Salsa.

"Menyesal? Kata katamu sudah seperti papaku mau meninggal saja. Migren papaku kambuh, jadi gak usah membesar besarkan masalah. Ini bukan kamu El, kamu gak kayak gini."

Elgar menghela nafas. Tak tahu lagi seperti apa untuk memberi kode pada Salsa. Jika orang tuanya sendiri menyembunyikan ini dari Salsa, rasanya dia tak berhak untuk memberitahu Salsa.

"Sepertinya kau ingin papaku cepat cepat meninggal."

"Tutup mulutmu Sa. Aku bukan orang sepicik itu. Aku bukan papamu yang sukanya menekan orang dan menghalalkan segara cara untuk mendapatkan keinginannya."

"Berhenti memfitnah papaku El." Suara Salsa mulai meninggi. "Apa salah papaku hingga kau sangat membencinya? Tak sadarkah dirimu El, kau bisa ada diposisi setinggi ini juga berkat papaku. Dia mempercayakan putri satu satunya dan perusahaannya padamu. Sayangnya kau malah menyia nyiakan putrinya."

Elgar mengepalkan telapak tangannya kuat.

Kalau bukan karena tekanan dan ancaman dari papamu, aku tak mungkin menikahimu Sa. Harusnya pernikahan ini tak pernah terjadi dari awal. Karena keegoisan papamu, kita bertiga jadi korban. Aku, Mila dan kamu, kita tak pernah bahagia.

Perusahaan yang dipimpin Elgar saat ini, merupakan konsolidasi antara Dirgantara gruop dan Rendratama gruop. Hingga terbentuklah SE Corp dibawah pimpinan Elgar.

"Sudahlah Sa, aku hanya memintamu pulang, bukan ingin mengajak berdebat." Elgar mematikan segitu saja sambungan teleponnya. Menyesal dia menelepon Salsa jika ujung ujungnya hanya berdebat seperti ini.

Elgar menjatuhkan bobot tubuhnya dikursi kebesarannya. Salsa selalu berhasil membuat moodnya berantakan.

"Permisi Pak."

Aden datang disaat yang tidak tepat. Disaat mood Elgar sedang buruk buruknya.

"Ada apa?" Tanya Elgar sinis sambil menatap Aden tajam. Membuat Aden seketika kicep dan lupa semua kalimat provokatif yang sudah dia susun tadi.

"Emmm...." Nyali Aden mendadak ciut.

"Ada apa?" Elgar makin kesal karena kalakuan tidak jelas asprinya.

"I, ini saya bawa cv karyawan baru. Sepertinya cocok untuk menggantikan Dina."

Elgar mendecak pelan. Sebenarnya apa yang membuat asprinya itu ngotot menyuruhnya ganti sekretaris?

Aden menelan ludahnya sudah payah melihat Elgar melotot padanya. Dengan langkah pelan dan tubuh sedikit gemetar, dia meletakkan map yang berisi cv Mila diatas meja Elgar.

"Bisa anda lihat dulu, siapa tahu berminat. Permisi." Buru buru Aden meninggalkan ruangan Elgar sebelum kena semprot. Dia bisa melihat ketegangan diwajah bosnya. Sepertinya dia datang diwaktu yang tidak tepat.

Elgar sama sekali tak berminat melihat map dari Aden. Menurutnya, ganti sekretaris, bukanlah pilihan yang tepat. Bisa jadi, sekretaris baru lebih parah.

Saat ini, tak ada yang lebih menarik daripada kopi yang ada diatas mejanya. Dia mengambil cangkir berisi kopi tersebut lalu menyeruputnya sedikit.

Rasa kopi ini mengingatkanku pada Mila. Sepertinya setelah pertemuan malam itu, otakku mulai kembali tak waras. Jelas jelas ini buatan Aden, tapi aku malah berfikir jika ini buatan Mila.

Memikirkan tentang Pak Rendra yang mungkin umurnya tak panjang lagi, Elgar teringat papanya. Rasanya dia sudah lama tak datang ke makam papanya.

Elgar menutup lap top nya. Berdiri lalu merapikan meja kerjanya. Dia berniat pulang lebih awal untuk berziarah kemakam papanya. Saat memegang map yang tadi dibawa Aden, ada rasa penasaran dihati Elgar. Seperti apa calon sekretaris yang diajukan Aden. Kenapa asprinya itu sampai membawakan cv, padahal dia tak meminta.

"Mila," gumamnya pelan dengan mata membulat sempurna.

Elgar begitu syok saat melihat foto yang berada di sudut halaman. Ini jelas foto Mila. Dan nama yang tertulis disana, Karmila kenanga. Bagaimana mungkin dia sampai tidak tahu jika Mila bekerja diperusahaannya.

Elgar menatap cangkir kopi yang sudah kosong.

Jangan jangan kopi itu....

Terpopuler

Comments

Alanna Th

Alanna Th

dari kopi naik k kepala, trus turun k hati, bikin cenat cenut rindu tuh; biarkn pungguk mndptkn rembulan, thor; skali" mlawan pepatah lama

2024-03-28

1

Endang Sarwosih

Endang Sarwosih

haaaaa....Pak Bos kena tipu.....sama aspri.....itu kopi buatan Mila bukan Aden Bos😀

2023-12-15

1

Rafanda 2018

Rafanda 2018

ooooh ternyata demi perusahaan rela mininggalkan mila

2023-11-04

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!