DMS 13

Berbagai pertanyaan memenuhi kepala Mila. Elgar, bagaimana pria itu bisa tiba tiba bersama Saga dihari ayah? Apa yang sebenarnya terjadi? Apa selama ini, Elgar diam diam mencari tahu semua tentangnya. Dan jika itu benar, berarti pria itu sangat pintar berakting. Beberapa hari yang lalu saat bertemu di hotel, apa bertanya soal kabar itu hanyalah basa basi semata?

"Gak suka makanannya?" Tanya Billi yang sejak tadi melihat Mila hanya mengaduk aduk makanannya. Mereka tengah makan siang di kantin kantor saat ini.

Billi menghela nafas lalu geleng geleng. Sepertinya, wanita didepannya itu pikirannya sedang ada diplanet mars, buktinya tak dengar sama sekali pertanyaannya barusan.

Ponsel Mila yang ada diatas meja berdering, tapi masih sama, wanita itu tak sadar sama sekali sampai akhirnya Billi menjentikkan jarinya dikening Mila.

"Awww...Billi, apa apaan sih?" Gerutu Mila sambil mengusap keningnya.

"Ponsel kamu bunyi Neng. Ngelamun bae, mikirin apa sih?"

Mila melihat ponselnya. Ternyata ada telepon dari ibunya.

"Hallo Bu." Sapa Mila begitu dia menekan tombol hijau.

"Saga belum pulang, kamu sudah menelepon Pak Hadi buat jemput apa belum?"

Mila menepuk jidatnya. Bisa bisanya dia lupa menghubungi Pak Hadi untuk menyuruhnya menjemput Saga. Padahal saat ditoilet tadi, niatnya setelah menelepon Miss Naomi, dia ingin menghubungi Pak Hadi. Tapi gara gara vidio itu, dia sampai lupa. Sekarang sudah 15 menit jam kepulangan Saga. Anak itu pasti sudah menunggu lama disekolah.

"Mila telepon sekarang Bu." Mila segera mematikan sambungan teleponnya dengan Bu Rahmi lalu menelepon Pak Hadi untuk menjemput Saga. Beruntung pria itu sedang tak sibuk dan bisa menjemput Saga.

"Gimana, dia bisa gak jemput Saga?" tanya Billi setelah mendengar Mila telepon Pak Hadi.

"Udah kok Bil, barusan Pak Hadi bilang dan dia bisa."

Billi sampai geleng geleng. Biasanya Saga menjadi prioritas Mila, tapi hari ini, ada apa dengan wanita didepannya ini? Bisa bisanya dia lupa memberitahu ojek jika harus menjemput Saga.

"Kamu kenapa sih Mil? Hari pertama kerja kok kayaknya ancur banget gitu? Kamu gak nyaman kerja disini? Atau tertekan dengan kerjaan atau gimana sih?"

Mila hanya menggeleng. Dia membalikan sendok serta garpu lalu mengelap bibirnya.

"Aku udah selesai Bil." Mila pergi lebih dulu. Meninggalkan Billi yang masih diliputi rasa penasaran dengan apa yang terjadi padanya.

Sementara disekolah, Saga berkali kali melihat kearah gerbang. Sekolah sudah mulai sepi, tapi dia belum juga dijemput. Dia melihat sepeda yang ada disebelahnya. Meraih peringkat 1 untuk 2 games sekaligus, membuatnya menjadi juara umum dan mendapatkan hadiah sepeda. Ingin sekali dia cepat pulang untuk memamerkan hadiahnya pada sang nenek, sayangnya hingga saat ini dia masih belum dijemput.

Bu Dirga dan Elgar yang hendak pulang, terkejut melihat Saga yang masih duduk didekat pos satpam. Padahal sekolah sudah sepi, hampir semua murid sudah pulang.

"Kok belum pulang?" Tanya Bu Dirga yang menghampiri Saga.

"Belum dijemput."

Bu Dirga menghela nafas lalu menoleh pada Elgar yang berdiri disebelahnya. Sebenarnya Elgar ingin langsung kembali kekantor setelah mengantar mamanya. Tapi melihat Saga, rasanya dia tak tega meninggalkan anak itu.

"Mau Om antar?" tawar Elgar.

Saga menggeleng. "Saga nunggu jemputan saja." Dia masih ingat pesan mamanya, dia tak boleh pulang dengan orang lain kecuali mama, nenek dan Pak Hadi.

"Pulang sama Bu Dirga saja Saga." Pak Karjo satpam sekolah ikut menimpali. Kalau orang tak dikenal, dia pasti melarang keras. Tapi ini Bu Dirga, pemilik yayasan, sudah jelas bukan orang tak dikenal yang mungkin menculik Saga.

"Tapi mama bilang, Saga gak boleh pulang sama orang yang gak dikenal," ujar Saga.

Bu Dirga tersenyum lalu menyentuh kepala Saga.

"Apa kamu tidak mengenal ibu? Bukankah beberapa hari yang lalu, Miss Naomi sudah mengenalkan siapa ibu?"

Saga mengangguk. Dia tahu jika yang berdiri dihadapannya ini adalah ibu pemilik yayasan dan anaknya. Selain hari itu dikenalkan Miss Naomi, tadi Bu Dirga jugalah yang naik kepanggung dan memberikan hadiah padanya.

"Maukan ibu antar?"

"Udah Saga, pulang sama Bu Dirga saja. Mereka orang baik. Saga hafalkan alamat rumahnya? Nanti tinggal kasih tahu saja sama Pak Elgar." Lagi lagi Pak Satpam ikut ikutan mengompori. Dia kasihan melihat Saga yang tampak lelah tapi jemputan tak kunjung datang.

"Baiklah." Akhirnya Saga mengangguk.

Sementara Bu Dirga menuntun Saga memasuki mobil, Pak Satpam membantu Elgar memasukkan sepeda lipat kedalam bagasi. Selanjutnya Elgar melajukan mobilnya menuju alamat yang disebutkan Saga.

"Siapa yang biasanya jemput Saga?" Tanya Bu Dirga yang duduk didepan bersebelahan dengan Saga.

"Kalau bukan mama, ya Pak Hadi."

"Siapa Pak Hadi?" Tanya Elgar penasaran. Menurut mamanya, papa Saga sudah meninggal.

"Tukang ojek."

"Mama kamu kerja?" tanya Bu Dirga.

"Iya. Saga gak punya papa, jadi mama yang harus nyari uang."

"Mama kamu pasti wanita yang hebat." Sebagai sesama wanita, Bu Dirga merasa salut. Meski dia tak tahu rasanya, tapi menjadi single parent jelas bukan sesuatu yang mudah. Melihat Saga yang memiliki attitude yang baik sekaligus pintar, dia yakin mamanya membesarkan Saga dengan baik meski tanpa ayah.

"Mama itu pahlawannya Saga. Mama bisa jadi ibu, ayah, sekaligus teman buat Saga. Saga sayang banget sama mama. Tapi Saga suka sedih kalau lihat mama diam diam nangis." Saga menunduk lesu. Bukan sekali dua kali dia melihat mamanya diam diam menangis.

"Nangis?" Elgar mengulang ucapan Saga.

"Hem..mama suka nangis diam diam. Apalagi kalau Saga nanyain tentang papa."

Bu Dirga merangkul Saga dan mengusap pelan lengannya. Kenapa terdengar menyedihkan sekali kehidupan anak ini.

"Saga sering kemakam papa?" Tanya Elgar.

"Makam?" Saga mendadak bingung. Sejak kapan papanya meninggal dan ada makamnya?

"Papa Saga bukannya sudah meninggal?" Elgar kembali memastikan.

"Meninggal?" Saga makin bingung. Begitu juga dengan Elgar dan Bu Dirga.

"Mah, kata mama, papanya Saga udah meninggal?" Tanya Elgar sambil menoleh kearah mamanya.

"Siapa bilang papanya Saga udah meninggal Om?" tanya Saga.

"Jadi papanya Saga belum meninggal?" Bu Dirga memastikan.

Saga menggeleng. "Kata mama, papa belum meninggal. Hanya saja, papa berada ditempat yang jauh dan gak ada signal. Jadi papa gak bisa nengokin Saga ataun telepon."

Elgar menggaruk garuk tengkuknya. Kenapa terdengar tak masuk akal. Tempat seperti apakah yang dimaksud mamanya Saga? Elgar jadi berspekulasi macam macam. Mungkin saja Saga anak diluar nikah atau papanya lari dengan wanita lain.

"Saga pernah lihat fotonya papa?" tanya Elgar.

"Tidak."

Elgar makin syok mendengarnya. Dijaman seperti sekarang, mustahil seorang wanita tak punya foto suaminya. Ini sudah jelas, ada hubungan rumit antara kedua orang tua Saga sehingga anak kecil ini yang jadi korbannya.

"Papa gak sayang sama Saga. Makanya papa gak pernah nengokin Saga." Bu Dirga tak tega melihat wajah sedih Saga. Didekapnya anak itu dan keciumnya puncak kepala Saga.

"Apa Saga benci sama Papa?" tanya Elgar.

"Mama bilang, papa orang baik, Saga gak boleh benci sama papa. Bahkan setiap habis sholat, mama menyurush Saga doain papa, supaya papa selalu sehat dan bahagia."

Air mata Bu Dirga meleleh, entah seperti apa kehidupan yang dijalani Saga dan mamanya. Tapi dia bisa menyimpulkan, jika mama Saga adalah wanita luar biasa.

"Jadi setiap hari Saga doain papa?" tanya Elgar.

"Iya, Saga juga berdoa agar bisa ketemu papa."

"Aamiin." Bu Dirga dan Elgar kompak mengamini doa anak itu.

"Saga suka gak hari ini dapat hadiah sepeda?" Bu Dirga mengalihkan topik agar Saga tak lagi bersedih.

"Seneng Bu, seneng banget. Dulu Saga punya sepeda, tapi ditinggal di Singapura, gak dibawa kesini pas pindah."

"Singapura? Kamu pernah tinggal di Singapura?" tanya Elgar. Sejak Mila pergi bersama Devan ke Singapura, Elgar tak pernah mau menginjakkan kakinya dinegara itu lagi. Dia takut melihat kenyataan jikalau Mila sudah bahagia bersama laki laki lain disana.

"Saga lahir di Singapura. Baru pindah je Jakarta sebulan yang lalu."

Elgar mendadak teringat pertemuannya dengan Mila dihotel beberapa waktu lalu. Mila bilang, dia beru kembali dari Singapura satu bulan yang lalu. Kenapa bisa sama dengan Saga? Apakah mereka ada hubungan?

Elgar menoleh kearah Saga. Bocah itu mengingatkannya pada Mila. Senyumnya begitu mirip dengan Mila.

Jangan jangan, Saga adalah anak Mila? Tidak, tidak mungkin. Saga sudah sebesar ini, aku tidak yakin Mila secepat itu move on dariku dan menikah lagi. Atau mungkinlah, Mila hamil saat aku menalaknya dulu. Saga mirip denganku, jangan jangan dia anakku dan Mila?

Elgar buru buru membuang jauh pikiran liarnya. Hanya karena mereka sama sama pernah tinggal di Singapura dan pindah sebulan yang lalu. Tiba tiba dia menyimpulan jika Saga adalah anak Mila. Sepertinya dia sudah mulai gila.

Mobil yang dikemudikan Elgar berhenti tepat didepan rumah Saga. Elgar keluar untuk membantu menurunkan sepeda lipat dari bagasi.

Rumah itu begitu sepi, tapi pintu gerbangnya terbuka sehingga Elgar bisa langsung meletakkan sepeda dihalaman.

"Ibu sama Om mau mampir dulu?" tawar Saga.

Elgar melihat jam ditangannya, sebentar lagi dia ada meeting. "Lain kali saja. Om masih harus kerja setelah ini."

"Benar ya Om, lain kali Om main kesini. Nanti Saga kenalin sama mama."

Meski tak ada niatan untuk kesini lagi, tapi demi menjaga perasaan Saga, dia tetap mengangguk.

"Sini Om aku bisikin."

Mendengar itu, Elgar membungkuk untuk menyamakan tinggi dengan Elgar.

"Mamanya Saga cantik banget loh."

Elgar seketika tertawa mendengar bisikan Saga. Dia dan ibunya kemudian pamit.

Saga mencium tangan Bu Dirga dan Elgar lalu dada pada mereka yang sudah berada didalam mobil.

Sepanjang perjalanan menuju rumah untuk mengantar mamanya, Elgar terus kepikiran Mila. Sejak malam mereka bertemu dihotel, kepala Elgar terus dipenuhi Mila dan Mila. Dan hari ini, Saga, bocah itu terus terusan mengingatkannya pada Mila.

"Mah, apa pernah Pink menceritakan tentang Mila pada mama?"

Bu Dirga seketika menoleh mendengar pertanyaan Elgar. Meski dia tahu Elgar belum seratus persen move on dari Mila, tak pernah sekalipun Elgar membahas tentang Mila. Lalu hari ini, kenapa tiba tiba Elgar menanyakan tentang itu?

"Tidak." Memang sekalipun, tak pernah dia dan Pink membahas tentang Mila.

"Sudahlah El, jangan mengingat ingat wanita itu lagi. Sebelum kamu bisa melupakan Mila, rumah tanggamu dan Salsa tak akan pernah baik baik saja. Fokuslah pada program kehamilan, lupakan masa lalu. Jangan hukum dirimu sendiri karena perasaan bersalah pada Mila. Mungkin saja sekarang Mila sudah bahagia dengan laki laki lain, bahkan mungkin dia sudah punya anak."

Melupakan Mila, rasanya mustahil. Sejak awal bercerai, Elgar sudah bertekad jika hatinya hanya untuk Mila.

Terpopuler

Comments

Sulaiman Efendy

Sulaiman Efendy

YAA RUMIT, YAITU LO YG TAKUT DGN RENDRA SI MAFIA TUA..HINGGA KORBANKN CINTA LOO

2024-04-05

1

Anisah Nisah

Anisah Nisah

aq udah pernah baca ini balik lgi soalnya seru ceritanya apalagi nanti kalau saga udah besar

2024-03-16

2

novi 99

novi 99

bertekad mencintai Mila seorang tapi belajar untuk mencintai Salsa juga .... rada geded jg

2023-06-18

4

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!