DMS 8

Riuh rendah terdengar dari kelas TK B 2. Miss Naomi selaku wali kelas, mengajari murid-muridnya mengadakan penyambutan untuk pemilik yayasan yang sebentar lagi akan datang berkunjung.

"Ingat, yel yel nya yang kompak ya! Dan satu lagi, gak boleh berisik kalau ibu pemilik yayasan sedang bicara. Didengarkan baik baik petuah dari beliau. Mengerti?"

"Mengerti Miss," aahut semua murid dengan kompak.

Tak berselang lama, yang ditunggupun tiba. Pemilik yayasan datang berkunjung ditemani kepala sekolah.

"Selamat Pagi anak anak," sapa ibu kepala sekolah.

"Selamat Pagi."

"Perkenalkan, ini Ibu Dirga. Beliau adalah pemilik yayasan Sinar mentari." Kepala sekolah memperkenalkan.

Semuanya murid kompak memberi salam pada Bu Dirga lalu menyanyikan yel yel sesuai yang diajarkan Miss Naomi.

Bu Dirga tersenyum sambil bertepuk tangan melihat penyambutan yang sangat meriah itu. Setelah itu, seorang murid maju untuk memberikan buket bunga padanya.

"Selamat datang ibu pemilik yayasan," ucap bocah kecil itu sambil menyodorkan sebuket bunga. Bu Dirga bergeming menatap bocah itu. Bocah kecil yang mengingatkannya pada Elgar kecil. Bagaimana mungkin anak itu bisa sangat mirip dengan Elgar saat kecil. Mungkin jika mereka berdua ada dimasa yang sama, orang akan menganggapnya kembar.

Saga menoleh pada Miss Naomi. Dia bingung kenapa Bu Dirga hanya diam, tak kunjung menerima bunga yang dia sodorkan. Apakah dia mumbuat kesalahan, ataukan Bu Dirga tak menyukai bunganya?

Miss Naomi yang paham arti tatapan bingung Saga, segera bersuara.

"Mohon bunganya diterima Bu."

Bu Dirga terkesiap mendengar ucapan Miss Naomi. Dia baru tersadar jika baru saja larut dalam lamunan.

Sambil mengulum senyum, Bu Dirga menerima buket bunga dari tangan Saga.

"Terimakasih sayang," ujar Bu Dirga sambil mengusap pelan kepala Saga.

Setelah bunganya diterima, Saga kembali ketempat duduknya.

Bu Dirga memberikan sedikit wejangan pada murid-murid. Dia sengaja tak mau bicara panjang lebar mengingat yang ada dihadapannya sekarang adalah anak TK yang mudah jenuh. Selesai memberikan wejangan, Bu Dirga membagikan snack yang sengaja dia persiapkan untuk para murid.

Sepanjang berada di kelas, tatapan Bu Dirga tak pernah lepas dari Saga. Ada sesuatu lain yang dia rasakan, seperti ikatan batin.

Selepas pembagian snack, bel istirahat berbunyi.

Bu Dirga dan kepala sekolah meninggalkan kelas menuju ruang guru. Mereka akan melanjutkan kembali kunjungan setelah istirahat.

Sementara di dalam kelas, murid-murid sibuk membuka bungkusan snack dari Bu Dirga. Sebagian ada yang makan didalam kelas, dan sebagian lagi membawa keluar untuk dimakan di halaman sambil bermain.

Saga menyimpan snack itu ke dalam tas lalu mengambil kotak bekal buatan mamanya.

Dia berjalan menuju halaman sambil membawa kotak bekalnya. Tak ada mood bermain sama sekali. Dia memilih duduk menyendiri dibangku panjang yang ada di pinggir halaman.

"Saga, main yuk," ajak Rania, teman sekelasnya.

Saga hanya menggeleng pelan. Wajahnya terlihat murung, tak seperti biasanya yang ceria. Kotak bekal yang ada dipangkuannya juga tak dibuka sama sekali.

"Kamu kenapa?"

Lagi-lagi Saga menggeleng.

Disaat Rania hendak duduk disamping Saga, temannya datang dan mengajak Rania main. Jadilah Saga sendirian disana.

Bu Dirga yang baru kembali dari toilet, tak sengaja melihat Saga yang duduk sendirian. Melihat Saga yang tampak murung, dia mengurungkan niatnya untuk kembali ke ruang guru, memilih menghampiri bocah itu.

"Kenapa gak ikut main sama teman-teman yang lain?" tanya Bu Dirga sembari duduk di sebelah Saga. Saga yang lagi bad mood, hanya menjawab dengan gelengan kepala. "Kok murung gitu wajahnya? Cerita sama ibu, siapa tahu ibu bisa bantu."

Saga menoleh kearah Bu Dirga lalu menatapnya. Lagi-lagi, Bu Dirga merasa ada bagian dari hatinya yang menghangat saat melihat Saga. Kekosongan hatinya seperti mulai terisi.

"Apa ibu tahu, tempat apa didunia ini yang gak ada sinyal nya?"

Bu Dirga mengerutkan kening? Apa anak disebelahnya ini sedang ngajak dia main tebak-tebakan?

"Gak tahu ya?" Saga membuang nafas kasar lalu menunduk lemas. Mungkin memang tempat itu begitu jauh hingga tak ada seorangpun yang tahu.

"Emmmm...di pelosok kampung, di tengah hutan, di pulau terpencil. Atau mungkin di kutub," Bu Dirga coba menebak.

"Kutub?" Saga mengernyitkan dari. "Di mana itu, jauh ya?"

"Kamu...mau pergi ketempat yang gak ada signal?" tebak Bu Dirga. Sayangnya tebakannya salah, Saga menggeleng.

"Kata Mama, papa ada di tempat yang gak ada sinyal. Makanya gak bisa pulang dan gak bisa telepon Saga," ujar bocah itu dengan raut sedihnya.

"Saga? Nama kamu Saga?"

Saga mengangguk pelan.

"Sudah lama papa kamu gak pulang?" tanya Bu Dirga sambil mengelus pelan kepala Saga.

"Bukan lama, tapi gak pernah pulang. Saga gak pernah ketemu papa." Saga makin menunduk lesu. Matanya mulai mengembun, membuat Bu Dirga menatap iba.

Bu Dirga menggeser duduknya mendekati Saga. Meraih pundak kecil itu lalu merangkulnya. Dia pikir mungkin papanya sudah meninggal, hanya saja mamanya belum bisa mengatakan karena tak mau membuatnya sedih, makanya berbohong dengan mengatakan jika Papanya ada di tempat yang tidak ada sinyal.

"Saga pengen papa datang pas hari ayah nanti."

Bu Dirga bukanlah pribadi yang mudah dekat dengan seseorang. Tapi dengan Saga, dia merasa dekat meski baru bertemu pertama kali. Rasanya, dia ingin melakukan sesuatu untuk membuat bocah kecil itu tak lagi sedih. Kasihan sekali melihat anak yang sejak kecil tak pernah bertemu papanya.

...----------------...

Bu Dirga duduk diatas ranjang sambil menatap foto kecil Elgar dialbum yang sudah usang. Foto Elgar yang mengenakan seragam TK itu, mirip sekali dengan Saga. Hanya model rambutnya saja yang tampak berbeda. Dia sering mendengar jika manusia mempunyai 7 kembaran tak sedarah di dunia ini. Mungkinkah Saga dan Elgar salah satu kembar tak sedarah itu?

Tok tok tok

"Masuk," sahut Bu Dirga saat pintu kamarnya diketuk.

"Mama nyariin aku?" tanya Elgar sambil berjalan kearah mamanya. Dia duduk di tepi ranjang sambil memperhatikan album yang berada dipangkuan mamanya.

"Lagi kangen Papa sama Alena?" tebak Elgar. Pasalnya bagian album yang terbuka itu, salah satunya menunjukkan foto mereka berempat. Mama papanya, dia dan Alena, kakak perempuannya yang juga sudah meninggal.

Bu Dirga menunjuk foto Elgar yang memakai seragam tk.

"Tadi di TK Sinar Mentari, ada anak yang mirip banget sama kamu."

Elgar mengernyitkan dahi. Mungkinkah mamanya memanggil ke kamar hanya untuk menyampaikan hal remeh seperti ini.

"Namanya Saga, mirip banget sama kamu, El. Mungkin jika kalian seumuran, orang pasti nganggep kalian kembar."

Elgar tertawa ringan mendengarnya. Mungkin saking pengen punya cucu darinya, mamanya itu jadi sedikit sensitif. Lihat mirip dikit, langsung baper bawaannya.

"Lusa, kamu sibuk gak?"

"Kenapa emangnya?"

"Saga gak ada yang menemani di hari ayah. Mama pengen kamu datang ke sekolah untuk menemani Saga."

Elgar seketika melongo mendengar permintaan tak masuk akal itu. Mereka tak kenal sama sekali, masa iya dia tiba-tiba datang dan cosplay jadi ayahnya Saga, yang benar saja.

"Gak usah aneh-aneh deh, Ma. Lagian emang Mama kenal sama keluarganya? Gimana kalau tiba-tiba papanya datang? Gak lucu, Mah."

"Gak mungkin, papanya sudah meninggal. Dia saja gak pernah ketemu sama papanya," sahut Bu Dirga cepat.

Elgar menarik nafas dalam lalu membuangnya perlahan. Dia masih tak habis pikir saja dengan permintaan nyeleneh ini. Dan ini gak bisa dibiarkan, Dia harus menyadarkan mamanya agar gak terlalu masuk dalam urusan keluarga orang.

"El gak tahu seberapa dekat Mama dengan anak itu. Tapi jika tiba-tiba El datang dan cosplay jadi ayahnya, itu jelas gak masuk akal. Gimana nanti kalau keluarganya yang lain datang. Ada chemistry antara ayah dan anak. El dan anak itu tak kenal sama sekali, takutnya dia malah gak nyaman sama El, Mah."

Benar juga apa yang dikatakan Elgar. Belum tentu juga Saga merasa nyaman didampingi Elgar. Tapi mengingat wajah murung Saga tadi pagi, rasanya dia ingin melakukan sesuatu agar anak itu bisa tersenyum dan merasa punya ayah meski hanya sehari.

"Gimana kalau kamu datang saja sama mama pas peringatan hari ayah. Kita pemilik yayasan, tak aneh jika datang dihari itu. Nanti mama kenalkan kamu dengan Saga. Siapa tahu Saga mau kamu temani di acara itu. Karena menurut guru-guru, ada banyak perlombaan anak dan ayah dihari itu. Kasihan kalau Saga gak bisa ikut satu lombapun."

Elgar membuang nafas kasar.

"El sibuk, Mah. Gak ada waktu buat hal-hal remeh seperti itu."

Bu Dirga meraih tangan Elgar dan menggenggamnya. "Sekali ini saja," buruknya. "Tak perlu lama. Setelah acara selesai, kamu bisa langsung kembali ke kantor. Sebagai pemilik yayasan, kita juga harus ikut hadir dan mendukung acara-acara yang diadakan sekolah."

Elgar menggaruk garuk tengkuknya. Lebih baik dia bilang iya dulu malam ini. Besok baru dia pikirkan cara lain untuk menolak.

Bu Dirga meraih kertas yang ada diatas nakas lalu menyerahkannya pada Elgar.

"Apa ini mah?" Elgar mengernyit melihat list barang-barang yang sepertinya tak mereka butuhkan. Mulai dari sepeda, peralatan sekolah sampai mainan edukatif.

"Tolong suruh Aden membelikannya besok dan kirim ke TK sinar mentari."

"Buat?"

"Hadiah untuk anak-anak."

"Bukankah sekolah sudah menyediakan hadiah?"

"Mama ingin lebih banyak berbagi. Siapa tahu dengan begitu doa mama segera dikabulkan. Kamu bisa segera punya keturunan."

Terpopuler

Comments

Sulaiman Efendy

Sulaiman Efendy

BENARKN, TU RANIA PSTI ANAK AYDEN.. APA NAOMI KMBALI SAMA AYDEN YG DUDA.. RANIA KELAK JDI KKASIH YG BRKHIANAT..

2024-04-04

1

Alanna Th

Alanna Th

ktny kalau klamaan mngkonsumsi pil kb, rahim bisa kering alias mandul. krn hidup 'bebas', pasti elsa pk kb terus

2024-03-28

1

Suhana Sulaiman

Suhana Sulaiman

udah ada tu bu cucunya... yg dibuang sama kalian kerana egois

2024-04-17

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!