DMS 7

Elgar menjauh untuk menjawab telepon dari Salsa. Kalau saja Salsa menelepon di ponselnya, sudah pasti Elgar tak mau jawab. Menyesal sekali dia mematikan ponsel, gara gara itu Salsa malah menelepon Aden. Dan sialnya, Aden malah bilang Salsa meneleponnya tepat didepan Mila.

"Ada apa?" Tanya Elgar sinis.

"Tak bisakah bicara sedikit lembut padaku?"

"Aku sibuk Sa. Gak ada waktu buat basa basi. Katakan, apa yang penting?"

Terdengar dengusan Salsa dari seberang sana.

"Papa sakit."

"Lalu?" Sahut Elgar datar.

"Aku sudah ada dibandara. Tak mungkin aku cancel penerbanganku ke Paris disaat last minute seperti ini. Bisakah kau menjenguk papaku dan bilang jika aku berada di luar negeri untuk urusan bisnis."

Elgar tersenyum miring. Kenapa pula dia yang harus direpotkan jika putrinya sendiri saja tak peduli, lebih memilih ke Paris daripada menjenguk papanya yang sakit. Dan lagi, Elgar masih punya sedikit dendam pada mertuanya itu. Rasanya malas sekali melihat wajahnya.

"Maaf, aku gak bisa."

"El, please. Sekali ini saja, tolong aku."

Benar benar obrolan yang tidak penting, batin Elgar. Lebih baik dia segera kembali ke tempat Mila. Elgar segera mengakhiri panggilan, tak peduli pada Salsa yang masih membujuknya.

Elgar kembali ketempat tadi. Sayangnya, Mila sudah tak ada disana.

"Dimana wanita tadi?" Tanya Elgar pada Aden yang duduk dikursi ditadi diduduki Mila.

"Sudah pergi."

"Pergi? Kenapa kau biarkan dia pergi?" Tanya Elgar dengan nada tinggi.

Aden mengernyitkan dahi. "Memang urusannya belum selesai?"

Elgar mendengus sebal. Biasanya Aden selalu bisa diandalkan, tapi kali ini, asistennya itu sudah membuatnya kesal. Kalau saja Aden tak memberikan telepon dari Salsa, dia pasti masih bersama Mila saat ini.

"Kalau urusannya belum selesai, kita bisa mendatangi kamar tempatnya menginap. Saya bisa cari tahu nomor kamarnya di resepsionis."

"Tak perlu." Sahut Elgar cepat. Ini sudah sangat malam, rasanya tak pantas untuk mengetuk kamar seorang wanita. Mila terlihat syok tadi, biar dia istirahat dulu. Besok pagi, mungkin waktu yang tepat untuk menemuinya.

Elgar kembali ke kamarnya. Sepanjang malam dia tak bisa tidur. Kenyataan bahwa dia dan Mila berada di hotel yang sama, membuat perasaannya tak karuan. Rasanya ingin sekali pagi segera menyapa agar dia bisa kembali bertemu Mila.

Sayanganya, harapan tinggallah harapan. Karena pagi itu, resepsionis memberitahu jika Mila sudah cek out pagi pagi sekali. Dan Elgar hanya bisa menelan pil pahit karena gagal untuk bertemu Mila.

...----------------...

Mila sudah berada didepan sekolah Saga sebelum kelas usai. Hari ini, sebagai permintaan maafnya karena semalam tak bisa video call, Mila ingin mengajak Saga jalan jalan.

Begitu pintu gerbang dibuka, tampak anak anak yang mulai keluar dari kelas. Mila tak mau ketinggalan, seperti wali murid lainnya, dia gegas menyambut Saga didepan pintu gerbang.

Mila mengernyitkan dahi melihat Saga keluar dengan wajah ditekuk. Apakah mood bocah itu masih buruk gara gara semalam?

"Hai boy?" Sapa Mila sambil membungkuk dan mengangkat telapak tangannya untuk ber high five.

Tak seperti biasanya, Saga hanya melakukan tos lalu melenggang menuju mobil yang terparkir tak jauh dari sana.

Mila membuang nafas berat lalu mengikuti Saga menuju mobil.

"Maafin mama ya." Ucap Mila saat mereka sudah berada didalam mobil. "Semalam mama sibuk sayang. Sebagai gantinya, gimana kalau sekarang, kita jalan jalan?" Mila berusaha membujuk.

Biasanya Saga selalu luluh kalau diajak jalan jalan. Tapi tidak kali ini, bocah itu masih kelihatan murung.

"Jadi gak mau maafin mama nih?" Mila memasang ekspresi sedih untuk menarik simpati Saga.

"Mah." Bocah itu menatap Mila dengan tatapan sendu.

"Tiga hari lagi hari ayah."

Deg

Jantung Mila seperti berhenti berdetak. Jadi karena ini bocah itu murung. Biasanya pada peringatan hari ayah, Saga selalu datang bersama Devan. Tak pernah bocah itu merasa kehilangan sosok ayah saat masih ada Devan dulu. Sayangnya, situasi sudah berubah saat ini. Dia tak lagi berada dekat dengan Devan.

"Kita telepon Om Dev yuk, minta dia temenin Saga ke sekolah."

Menelepon Devan, rasanya mustahil. Meskipun Devan sangat baik pada mereka berdua, tapi terus terusan merepotkan bukanlah sesuatu yang tepat. Dan rasanya sungguh tak masuk akal jika meminta Devan yang ada di Singapura untuk datang hanya demi menemani Saga ke sekolah. Dan pertimbangan terbesarnya, Devan tak lagi single seperti dulu, pria itu sudah menikah lagi saat ini.

"Om Dev kan jauh. Kasihan dia kalau datang kesini hanya untuk kesekolah Saga. Gimana kalau Saga datang sama mama saja ya?" Mila coba bernegosiasi.

"Hari ayah ma, bukan hari ibu." Saga menekankan.

Mila membuang pandangan kearah lain sambil menggigit bibir bawah demi menahan air mata agar gak menetes. Ditariknya nafas dalam lalu membuangnya perlahan. Setelah berhasil menata perasaanya, ditatapnya kembali Saga sambil tersenyum.

"Mama bisa kok, gantiin jadi papa. Lagi pula, mama yajin gak semua teman Saga datang bersama papanya. Mungkin ada yang papanya kerja atau berada diluar kota, pasti dia datang bersama mamanya." Mila masih berusaha membujuk. Tapi sepertinya gagal karena Saga tak menunjukkan ketertarikan.

"Saga gak usah masuk sekolah aja kalau gitu." Ujarnya sambil menunduk.

Hati Mila berdenyut nyeri melihatnya. Dia mengusap pelan kepala Saga lalu mencium keningnya lama. Mungkin nanti dia akan cari solusinya. Sekarang dia memilih melajukan mobilnya ketempat makan favorit Saga.

...----------------...

Mila yang sibuk menyapu halaman dikejutkan dengan suara klakson motor. Saat dia menoleh kearah pintu gerbang, ternyata ada Billi disana yang tengah membuka helm.

"Kok dirumah, gak kerja?" Tanya Billi, tetangga sebelah rumah Mila. Biasanya di jam ini, Mila memang belum pulang dari tempat kerjanya.

Mila meletakkan sapunya lalu menghampiri Billi.

"Udah resign." Jawab Mila. Ya, tadi siang Mila sudah mengirim email pengunduran dirinya.

"Resign? Ada masalah apa? Jangan jangan, kamu mau nikah Mil?" Tanya Billi sedikit terkejut.

"Apaan sih, enggaklah." Sangkal Mila.

"Alhamdulillah."

Mila melotot mendengarnya. "Kok alhamdulillah?"

"Hehehe." Billi hanya tersenyum absurd menyadari dia sudah keceplosan.

"Btw, kenapa nih resign?" Billa kembali ke topik semula.

"Udah gak nyaman aja ditempat kerja." Mila tak mungkin menceritakan yang sebenarnya.

"Ditempat kerjaku lagi ada lowongan. Coba aja ngelamar."

Mila tampak berfikir. Rasanya tak ada salahnya juga dia coba melamar. Dia adalah tulang punggung keluarga, tak mungkin dia menganggur terlalu lama.

"Bisa kasih aku alamat perusahaannya?"

"Nanti aku share loc ke wa kamu. Gampang kok nyarinya. Pokoknya gedungnya yang paling megah diantara lainnya. Ada tulisan SE Corp besar di bagian depannya. Kalau bisa secepatnya, banyak banget yang minat kerja disana. Jadi harus gercep, dan lagi, seleksinya cukup ketat, jadi pastikan kamu benar benar siap saat interview."

Mila menghela nafas, sepertinya berat juga untuk bisa diterima disana.

"Gajinya gede Mil, belum lagi tunjangan lainnya. Pokoknya kesejahteraan karyawan terjamin disana. Mending dicoba dulu aja. Urusan keterima atau enggak, dipikir belakangan."

Mila mengangguk, sepetinya dia memang harus mencoba peluang ini.

"BILLI!" Teriakan melengking mengagetkan dua orang tersebut. Mila dan Billi, sontak mengalihkan pandangan ke sumber suara. Siapa lagi kalau buka Bu Sari yang teriak didepan gerbang rumahnya.

"Pantesan gak nyampai nyampai di rumah, ternyata masih nyantol disebelah." Ujarnya sambil geleng geleng.

"Mak kamu udah nglakson tuh, buruan gih pulang." Ujar Mila sambil menahan tawa. Di komplek ini sudah menjadi rahasia umum jika Bu Sari yang paling melengking suaranya. Bahkan saat bicara biasapun, kesannya seperti berteriak.

"Aku pulang dulu ya Mil, salam buat Saga. Entar malem, suruh main kerumah. Bilangin Om Bil ngajak main game." Ucap Billi sambil mengenakan kembali helmnya.

"Bukan malam minggu, dia harus belajar."

"Jangan disuruh belajar terus, kasihan, muka gantengnya entar ilang." Ucapnya sambil menyalakan mesin motor.

"Bisa aja kamu."

"Bye bye calon makmum." Ucap Billi sambil menarik gas dan melaju menuju rumahnya.

"Dih, gak jelas." Sahut Mila sambil geleng geleng.

Terpopuler

Comments

Sulaiman Efendy

Sulaiman Efendy

PASTI NAKSIR MILA TU SI BILLY, MAKANYA UCAP ALHAMDULILLAH..

2024-04-04

1

Sulaiman Efendy

Sulaiman Efendy

BENARKN, NAKSIR MILA

2024-04-04

1

Sulaiman Efendy

Sulaiman Efendy

PRUSAHAANNYA ELGAR TUHH

2024-04-04

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!