Mobil Zio berhenti di tepi jalan. Tepat di depan gedung perusahaan swasta, dimana tempat Calina bekerja sebagai resepsionis.
"Terima kasih, Mas.." ucap Calina tulus. "Terima kasih juga, Naura.." lanjut Calina karena yakin Zio tak akan pernah menjawab ucapan terima kasihnya.
"Kenapa harus berterima kasih?" tanya Naura, "sudah seharusnya Mas Zio mengantar kamu juga, Cal!"
Calina hanya tersenyum untuk membalas kalimat Naura yang terdengar seperti lelucon bagi Calina.
Manalah mungkin seorang Zio Alfaro bersedia mengantarnya tanpa pamrih.
Calina turun dari mobil Zio, tanpa menoleh ke belakang lagi, Calina berjalan dengan lesunya. Tatapannya kosong. Meratapi diri yang tiada berguna bagi suaminya.
Calina melewati pos scurity, dimana dinding kaca hitamnya dapat memantulkan gambar diri.
"Pak, numpang ngaca!" seru Calina pas scurity di dalam pos.
"Ya, Mbak Cal!" jawab scurity yang di maksud Calina. "Tumben gak bawa motor?" tanyanya.
"Bannya pecah!" sahut Calina, kemudian menatap dirinya yang terpantul dari cermin.
"Oh, jadi tadi di antar suami?"
"Emm..." Calina tampak berfikir. "Iya, pak!" jawabnya kemudian.
Dari segi baju, sudah cukup menarik. Rok hitam line A selutut, di padu dengan atasan lengan panjang dengan motif bunga - bunga kecil berwarna pink muda. Rambut tergerai rapi, dengan sebuah jepit kecil.
"Enak Mbak, antar jemput naik mobil!"
"Ah... bisa aja!"
"Hemmm. lagian sayang, Mbak Cal! udah cantik begini, masak naik motor!" ujar scurity itu sembari cekikikan.
"Tapi lebih enak naik motor, Pak!" sahut Calina masih terus bergaya kecil - kecilan di depan dinding kaca.
"Kenapa begitu?"
"Gerah naik mobil!"
"Lah, padahal mobil suami Mbak Calina kan ber-AC. Masa gerah?"
"Iya, Pak! cuma saya nya saja yang nggak kuat di dalam mobil." Calina tersenyum kecut. "Lebih enak naik motor.." Calina beralasan seadanya.
"Ooh..."
' Gimana tidak gerah, naik mobil sama seperti nonton drama korea! '
Seru Calina dalam hati.
Calina berjalan lesu memasuki gedung tinggi menjulang. Tanpa perlu lagi berganti rok.
"Pagi, Cal!" sapa Mereen yang juga baru memasuki lobby.
"Pagi, Reen!" balas Calina.
"Bosen liat muka mu seperti belimbing sayur tiap pagi!" ucap Mereen membuang muka. Ia kesal melihat sahabat baiknya tak pernah terlihat bahagia di pagi hari. Baik pagi yang cerah, maupun pagi yang mendung.
Menghela nafas, "Semalam ban ku bocor!" keluh Calina.
"Terus?"
"Ya dorong!" jawab Calina. "Untung ada Mas - Mas baik hati yang bantu dorong sampai rumah!"
"Ganteng gak?" sahut Mereen cepat. Ia terllau ingin tau tentang ini.
"Mana ku tau.." jawab Calina mengangkat kedua bahunya.
"Lah, bagaimana tidak tau?"
"Dia pakai helm teropong! dan tak sekalipun di lepas!"
"Siapa namanya?" Mereen tampak masih sangat antusias.
"Emm..." Calina menatap atap lobby, mengingat - ingat, siapa nama pria semalam. "A... Gilang!" ucap ya kemudian.
Mereen tampak menimbang - nimbang sesuatu. "Jika di lihat dari namanya, pasti dia tampan!" ucapnya kemudian.
"Memangnya apa hubungannya dengan mengira - ngira?"
"Siapa tau dia lebih tampan dari si Zio suami batu mu, terus ternyata dia jodoh yang dikirim Tuhan untukmu..." ucap Mereen berandai - andai. Membayangkan Calina memiliki suami baru yang jauh lebih baik dari Zio.
"Ngawur!" seru Calina reflek menoyor dahi sahabat baiknya.
"Biar aku aminkan! kalau kamu tidak mau, aku saja yang mau!"
"Heh, siapa tau dia sudah punya istri!" celetuk Calina.
"Hem.." Mereen menghela nafas.
Obrolan berlanjut dengan apa yang baru saja terjadi pada Calina. Situasi paling menyesakkan dada setiap wanita. Termasuk Mereen yang mendengarnya.
***
Waktu terus bergulir. Jarum jam terus berputar. Matahari semakin condong ke barat. Kembali keperaduan nya.
"Ayo, aku antar pulang!" ucap Mereen sebelum keduanya meninggalkan meja resepsionis.
"Aku pesan ojek online saja, Mer!" jawab Calina.
"Sudah pesan?"
"Sudah!" jawab Calina berdiri dari kursinya. "Aku mau nunggu di depan!"
"Ya udah, kamu ke depan dulu! aku ambil motor dulu, habis itu aku temani menunggu ojek online!"
"Thank you, Mereen yang baik!"
***
Kini keduanya telah berada di depan kantor, tepi jalan. Duduk bersama beberapa orang lainnya yang menunggu jemputan.
Di depan mereka, jalanan sangat macet karena jam pulang kerja. Membuat semua kendaraan berjalan lambat.
"Pasti ojeknya kena macet!"
"Pasti!" sahut Mereen.
Calina dan Mereen mengobrol santai sembari menatap kendaraan yang berjalan lambat. Sampai kedua pasang mata mereka menangkap keberadaan sebuah mobil yang ikut bermacet ria.
Ya, mobil Zio ada di barisan kendaraan yang terkena macet.
Calina menatap sendu kendaraan itu. Dari kaca depan, jelas terlihat Zio sibuk mengemudi. Sedangkan di sampingnya tampak Naura tengah tertidur lelap.
Mungkin lelah bekerja dan saat pulang justru mecet.
Jarak mobil Zio dengan Calina semakin dekat. Sepasang mata Calina akhirnya bertemu dengan sepasang mata Zio.
Bukannya berhenti, atau memberi kode Calina agar masuk ke dalam mobilnya. Zio justru membuang muka. Kembali fokus menatap jalanan di depannya. Seolah ia sama sekali tak tau keberadaan Calina yang sedang menunggu jemputan ojek oline.
Calina menunduk. Mengalihkan pandangan dari pria yang ia cintai. Pria yang taj pernah memperdulikan nasibnya. Sekuat hati, ia tahan air mata yang hampir menetes.
Di lubuk hati seorang istri, dalam keadaan seperti itu, pasti ingin rasanya di jemput oleh suami. Namun yang di alami Calina, jangankan di jemput, suami lewat di depannya saja dia tidak di tawari tumpangan.
Menunduk lemah. Tubuh wanita itu telah rapuh. Namun ia belum mau semudah itu menyerah. Dan meminta berpisah. Ia masih berasumsi dua tahun pernikahan adalah ujian terberat.
' Ini masih tahun pertama Calina, masih ada tahun kedua yang mungkin lebih berat. Dan untuk selanjutnya jika semakin berat, kau berhak menyerah... '
Ucap Calina dalam hati. Meredam segala luka lara yang semakin terasa sesak.
Mereen, gadis itu tau dua sorot mata baru saja bertemu. Ia sangat geram dengan apa yang di lakukan Zio. Ingin rasanya ia memecahkan kepala pria itu, dan melihat isinya.
Otak kah? atau sekedar debu!
Mereen menoleh ke samping, menatap Calina dengan tatapan sendu. ia pun turut larut dalam sakit tak berdarah yang di rasakan sahabatnya.
"Aku bersamamu, sampai kita pulang..." ucap Mereen lirih.
Melihat sahabatnya seperti itu, rasanya Mereen tak tega untuk marah - marah ataupun mengomel seperti biasanya.
Mereen mengusap lembut lengan Calina yang semakin terasa kecil dan panjang, karena semakin kurus. Di sampingnya bukan lagi Calina chubby yang ia kenal beberapa tahun yang lalu.
"Ini menyakitkan, Mer..." ucap Calina dengan air mata yang akhirnya jatuh juga.
Menatap bodi belakang mobil Zio yang baru saja melintas di depannya.
"Aku tau, Cal..." jawab Mereen mendekap lengan sahabatnya.
***
Calina sudah berada di atas motor seorang ojek online yang siap mengantarnya pulang.
"Terima kasih ya, Pak!" ucap Calina setelah ia turun tepat di depan rumahnya.
"Sama - sama, Neng!"
Calina membalikkan badan, menatap rumah dua lantai yang tampak masih sepi. Tak ada mobil Zio di depan rumah.
' Mungkin mereka jalan - jalan..' ucapnya dalam hati.
Calina membuka gembok pagar, dan masuk ke dalam rumah yang sudah ia tempati selama setahun ini.
"Setahun yang lalu, aku datang ke rumah ini. Tanpa aku dapat menduga, jika nasib burukku di mulai hari itu..."
...🪴 Happy reading 🪴...
Maaf, othor jarang update 🙏😘
Karena kesibukan dunia nyata 😉
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 177 Episodes
Comments
meE😊😊
otak y kn cma buat pajangan aja tuh s zio..mau d bongkar skalipun isi y ya kosong
2023-09-11
0
ani surani
bener2 suami lucknut 😡😡😡
2023-07-08
1
epifania rendo
sakit tapi masih bertahan
2023-05-13
1