4. Menghindar

Siang itu semua orang berkumpul, kecuali Marsell dan Nico. Marsell jelas ada di perusahaannya, berbeda dengan Nico yang sedang berfoya-foya dengan teman-temannya.

"Meisya, perkenalkan mereka adalah anggota keluarga Oma. Dia adalah putri Oma, kau bisa memanggilnya Bibi Sira. Dia suaminya, panggil saja paman Sam. Mereka mempunyai putra bernama Nico, dia seumuran denganmu." Oma memperkenalkan Meisya pada yang lain. Tadi dia juga sudah mengenalkan calon cucu menantunya pada para pelayan, meminta semua orang untuk menghormati Meisya.

"Salam Paman, salam Bibi," sapa Meisya.

"Oma dia siapa?" tanya Sira menatap sinis pada Meisya karena penampilannya yang kampungan.

"Dia Meisya, calon istri Marsell," ujar Oma.

Sira begitu terkejut karena ternyata wanita yang akan dijodohkan dengan keponakannya adalah wanita kampung. Bukan dari kalangan mereka. Begitupun dengan Sam yang tertawa kecil karena menurutnya calon istri Marsell sangat payah.

"Apa Oma yakin? Apa Marsell mau menikah dengan wanita seperti ini. Bukankah akan memalukan keluarga Oma, apa kata rekan bisnis keluarga kita."

"Tutup mulutmu! Siapa yang berani menghina Meisya maka angkat kaki dari rumah ini. Sejak kapan aku membedakan orang dengan hartanya. Aku tidak pernah memusingkan omongan orang dan rekan bisnis. Tanpa mereka pun perusahaan kita sudah sangat besar, mereka yang membutuhkan kita. Jika mereka mau memutuskan hubungan, mereka yang rugi. Bukan kita!" tegas Oma.

Sira pun terdiam, memang benar kekayaan dan kesuksesan bisnis keluarganya begitu pesat. Para pebisnis tanah air yang berlomba menawarkan kerjasama, bukan perusahaan keluarganya yang mencari mereka.

"Sayang, duduklah. Kita akan mulai makan siangnya."

Meisya pun duduk dengan perasaan canggung. Tampaknya dia tidak diterima oleh sebagian keluarga Oma Gina.

...

Di perusahaan.

Marsell baru saja menyelesaikan meeting penting dengan beberapa perusahaan. Hari ini moodnya benar-benar sedang buruk. Satu kesalahan kecil saja tidak dia maafkan dan langsung menolak mentah-mentah ajakan kerjasama mereka.

Laki-laki itu mengendurkan dasinya, menyenderkan tubuhnya dan memejamkan mata. Saat dirinya sedang frustasi ada saja yang membuatnya marah.

Tok tok tok. Tiba-tiba sang asisten mengetuk pintu.

"Ada masalah apa lagi?" tebak Marsell.

Gio menelan ludah dengan susah payah, dia tau sekali atasannya sedang tidak baik-baik saja. Melihatnya tadi memarahi orang-orang di ruangan meeting saja sudah membuatnya merinding. Lalu sekarang dia harus melaporkan masalah yang terjadi di salah satu perusahaannya di luar negeri.

"Tuan, ada sedikit masalah di perusahaan kita yang ada di Singapura. Para investor menarik dana mereka secara tiba-tiba. Membuat perusahaan sedikit koleps," ujar Gio.

Brakk!!

"Apa-apaan mereka! Berani sekali bermain-main denganku. Apa kau sudah menyelidiki penyebabnya?"

"Sudah Tuan, mereka semua tertarik dengan perusahaan baru yang menawarkan banyak keuntungan."

"Siapkan pesawat, kita terbang ke sana. Aku akan membereskan semua orang yang bermain-main denganku," geram Marsell.

"Baik Tuan."

Setelah Gio keluar dari ruangannya, ponsel Marsell berbunyi. Nama Omanya tertera di sana.

"Iya Oma."

"Nak, kau tidak lupa kan kalau hari ini harus pulang lebih awal?"

"Ah iya aku ingat Oma, tapi sayangnya ada sedikit masalah di perusahaan kita yang ada di Singapura. Aku harus ke sana untuk menyelesaikannya, Oma," ujar Marsell.

"Apa itu masalah serius Nak? Apa kau butuh bantuan?"

"Tidak Oma, aku masih bisa mengatasinya tapi mungkin butuh waktu beberapa hari di sana." Sebenarnya Marsell juga ingin menenangkan diri juga di sana.

"Lalu bagaimana dengan perkenalanmu dengan wanita pilihan Oma. Rencananya Oma mau kalian menikah seminggu lagi. Seharusnya kalian saling mengenal lebih dulu sekarang."

"Seminggu lagi? Apa itu tidak terlalu cepat Oma."

"Tidak nak, Oma tidak ingin menundanya lagi. Oma yang akan mengurus semuanya."

"Baiklah, terserah Oma saja. Aku percaya dengan pilihan Oma."

Marsell menghembuskan nafasnya, seminggu lagi adalah waktu yang begitu singkat. Apa dia bisa menjalani pernikahan sedangkan hati dan pikirannya masih milik wanita lain. Tapi dia sudah berjanji pada omanya, dia tidak ingin mengecewakan Oma. Sejak kedua orangtuanya meninggal, hanya Oma yang menyayanginya dengan tulus. Oma selalu memberikan perhatian dan kasih sayang yang begitu besar padanya.

Marsell menatap foto Laura yang ada di ponselnya. Dia tidak merasa bersalah karena bukan karena dirinya yang membuat hubungan itu berakhir, melainkan karena Laura sendiri yang menolaknya.

...

Seminggu berlalu, ternyata sampai seminggu Marsell tidak pulang. Dengan alasan masih harus menyelesaikan masalahnya. Padahal dia ingin menghindar.

Sementara di balai sebuah hotel mewah kini tampak sibuk karena seorang pengusaha nomor satu di negara itu akan mengadakan acara pernikahan di sana. Sebuah wedding organizer berkelas dipercaya untuk mendekorasi tempat itu. Makanan, minuman dan segalanya untuk tamu undangan dipersiapkan dengan matang. Ada orang-orang khusus yang akan mengeceknya.

"Bagaimana Jen, apa persiapannya sudah selesai?" tanya Gina.

"Hampir 95% Nyonya. Malam ini akan selesai semuanya."

"Baguslah, jangan lupa undangan wartawan sebanyak-banyaknya dan pastikan mereka menyiarkan berita pernikahan cucuku sampai ke luar negeri. Aku ingin seluruh penjuru dunia tau kalau cucuku sudah menikah," ujar Gina.

"Saya akan pastikan, semuanya sesuai dengan keinginan Nyonya besar."

"Apa kamu juga sudah memeriksa keberadaan cucuku?"

"Sudah Nyonya, Tuan Marsell akan kembali besok. Orang-orang kita juga selalu mengawasinya."

"Baguslah, pastikan dia datang tepat waktu. Aku memang membiarkannya di sana untuk menenangkan diri. Tapi jangan sampai dia terlambat besok." Karena faktanya Gina tau apa yang dilakukan cucunya. "Oh iya, di mana Meisya? Aku ingin melihatnya."

"Nona ada di kamarnya Nyonya, apa perlu memanggilnya kemari?"

"Tidak perlu, biar aku saja yang datang ke sana."

Jeni pun menuntun Gina menuju kamar Meisya yang berada di lantai yang sama. Tidak jauh dari kamarnya. Tampak di depan pintu ada dua pengawal yang menjaga, dengan sigap mereka membukakan pintu ketika melihat Gina menuju ke sana.

Gina melihat Meisya yang sedang merenung sampai tidak menyadari kedatangannya. Gina pun memberi isyarat pada Jeni untuk meninggalkan mereka berdua.

"Apa yang kau pikirkan nak?" Suara Gina mengagetkan Meisya yang sedang berperang dengan pikirannya sendiri.

"Oma, kenapa kemari? Aku bisa datang ke kamar Oma." Setelah seminggu tinggal di atap yang sama, sekarang Meisya sudah tidak terlalu formal pada Gina.

"Tidak apa-apa nak, Oma yang ingin datang. Oma masih kuat berjalan, naik turun hotel ini juga masih sanggup."

"Oma bisa saja. Ayo duduk Oma."

Gina menggenggam tangan Meisya, gadis malang itu seperti memendam masalahnya sendiri. Gina hanya ingin menjaga gadis itu, dengan menjadikan cucu menantunya dia bisa terus berdekatan dengan gadis itu dan dia merasa kalau Marsell sangat cocok dengannya.

"Ada apa nak, apa kau tidak ingin bercerita pada Oma," ujar Gina. "Apa ini karena cucu Oma yang keterlaluan, maafkan dia karena tidak menemuimu terlebih dahulu. Dia harus menyelesaikan pekerjaannya di luar negeri."

"Tidak apa Oma, aku mengerti. Aku hanya memikirkan ayah dan ibu. Karena kesehatan mereka tidak bisa melihatku menikah," ujar Meisya.

"Jangan sedih nak, Oma yakin mereka pasti selalu mendoakanmu. Mereka pasti sangat bahagia dan mereka tetap bisa menyaksikan pernikahanmu lewat televisi."

"Benarkah Oma?"

"Iya sayang, jangan sedih lagi ya. Setelah melihatmu menikah, mungkin saja bisa membuat keadaan ayahmu semakin membaik."

Meisya juga sangat berharga itu terjadi, dia ingin melihat ayahnya kembali sehat seperti sedia kala.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!