Tipuan Bayu

Tiara mematut dirinya di cermin. Sisa-sisa kesedihan masih jelas terlihat dari matanya yang bengkak. Tatapan kosong matanya mengisyaratkan ketidakberdayaan Tiara. Ia menyentuh kening dan permukaan kulit leher.

"Demam lagi, sehat-sehat ya badan. Kita masih harus berjuang sendiri. Ibu, Rendra, Tiara kangen …," lelehan air mata Tiara kembali menuruni pipi. Tangisan tanpa suara yang begitu menyesakkan dada.

"Kuat, aku harus kuat! Selama ini aku juga bisa kok sendiri," 

Tiara kembali menatap dirinya dalam cermin. "Hai jelek, jangan nangis melulu! Senyum, udah jelek nangis kan jadi tambah jelek muka kamu!" 

Senyum dipaksakan melengkung dari sudut bibir tipisnya, untuk beberapa saat Tiara tersenyum sendiri di depan cermin. Menghibur dirinya yang dilanda kesedihan.

"Tiara ..," sebuah suara lembut menyapanya, Tiara terkesiap.

Ia berbalik, dan menyapu ruangan. Seketika bulu halus di tubuhnya berdiri. Suara itu terdengar jelas sekali meski bagai tiupan angin lembut.

Karena tidak menemukan siapapun, Tiara kembali berbalik dan ia dikejutkan dengan bayangan Nyai Kembang yang terpantul di cermin. Tubuh Tiara tak bisa bergerak, lidahnya kelu, mulutnya pun terkunci tak bisa mengeluarkan kata apa pun.

Keduanya saling berhadapan dalam cermin, Tiara dan Nyai Kembang. Sosok lelembut wanita nan ayu berkebaya merah dengan rambut berkonde. Nyai Kembang tersenyum padanya, jari lentiknya menyusuri wajah cantik bak pualam. Tiara terpesona, dalam hatinya ia mengagumi kecantikan Sang Nyai meski rasa takut itu masih ada.

Nyai Kembang mengucapkan kata-kata yang tidak dipahami Tiara. Untaian kata dalam bahasa Jawa. Tiara yang sedari tadi tak bisa bergerak, hanya terfokus menatap wajah sang Nyai, mendengarkan beberapa larik kalimat.

…………….

Ingsun ngurip lahyaning …..

Ya aku titise Dewi Sri

Kanggonan kaelokaning pangeran

Esemku kadyo Sri Widoro

Rupaku Dewi Ratih

Teko welas teko lutut teko asih

……………

……………

Suhu udara di kamar Tiara melonjak drastis, begitu menekan bagai berada dalam ruangan hampa kedap suara. Ia hanya mendengar suara lembut Nyai Kembang, dan perlahan Tiara mengikuti lantunan mantra sang Nyai. 

Kalimat itu diendapkan dalam pikiran Tiara. Tersimpan rapi dalam memori untuk digunakan pada saatnya nanti. Nyai Kembang tersenyum, lalu menghilang perlahan. Tiara masih diam menatap kosong pantulan dirinya yang kini kembali terlihat dalam cermin.

Suara ketukan pintu yang cukup keras berhasil menyadarkan Tiara. Pandangannya kembali normal, ia terhenyak dari lamunan, bingung dengan kejadian yang baru saja dialaminya.

"Tiara!"

Tiara mengenali suara itu, lelaki yang mencuri mimpinya semalam. Jantung Tiara melesak dan berdetak lebih cepat, ia gugup.

"Tiara!"

Bayu kembali memanggil, ia bergegas keluar kamar dan membukakan pintu. Wajah Bayu terlihat sangat khawatir.

"Kamu masih sakit?" pertanyaan pertama meluncur dari mulut manis Bayu.

"Ehm, masih. Demamnya belum juga turun." jawab Tiara ragu, ia malu menatap Bayu yang menatapnya.

"Aku khawatir, kamu nggak jawab telepon aku jadi aku buru-buru kesini." ucapan Bayu terdengar begitu manis di telinga Tiara.

'Khawatir, aku belum pernah dikhawatirkan orang. Dia, sangat perhatian.' batin Tiara senang.

"Telepon? Kapan?" tanya Tiara bingung.

"Aku semalaman telepon kamu, juga pagi tadi. Tapi tak satupun yang kamu jawab. Aku kira kamu pingsan."

"Oh," Tiara memutar memorinya, rasanya mustahil ia tak mendengar suara ponsel berdering mengingat ponselnya tidak dalam mode diam.

Tiara menatap mata Bayu, mencari kebenaran. Tapi yang terjadi justru Tiara salah tingkah dibuatnya. Bayu mengusap pipi tanpa permisi dengan lembut, diikuti kecupan di puncak kepalanya. Wajah Tiara merona mendapat perlakuan demikian.

"Kamu nggak nyuruh aku masuk nih?"

"Eeh, iya. Duduk deh. Mau minum apa?" tanya Tiara canggung.

"Nggak usah, sini duduk aja disebelah aku. Nanti kalau mau minum aku ambil sendiri aja."

Tiara gugup apalagi tangan Bayu menariknya untuk segera duduk menemaninya.

"Masih demam ya? Obatnya udah diminum?" 

Tiara menggelengkan kepala, jangankan minum obat perutnya saja masih belum terisi apa pun. Ia terlalu lelah untuk memikirkan perut kosongnya.

"Belum makan?" Bayu bertanya lagi dan Tiara mengangguk pelan dengan senyum masam.

"Tau gitu aku bawain makanan," Bayu beranjak menuju ke dapur. "Aku masakin nasi goreng ya?"

"Emang kamu bisa?" 

"Kalau cuma nasi goreng, bisalah!" senyum Bayu terasa begitu hangat di hati Tiara. 

"Aku bantuin ya?" Tiara berdiri mengikuti langkah Bayu, tapi Bayu dengan cepat mencegahnya.

"Nggak usah, kamu istirahat aja dikamar. Nanti demam kamu nggak sembuh-sembuh!" Bayu menahan Tiara dan memaksanya masuk ke dalam kamar.

"Eh, tapi kan …,"

"Nggak pake tapi tapian segala, kamu istirahat di dalam, tunggu aku, biar aku siapin nasi goreng spesial buat kamu!"

Tiara terkekeh, ia tak yakin tapi demi menghormati Bayu, Tiara pun menurut. Apalagi Bayu mendaratkan satu kecupan lagi di keningnya. Ia kembali merona. Kehadiran Bayu cukup membuatnya terhibur dan melupakan kesedihannya.

Tiara duduk ditepi ranjang dan meraih ponselnya. Ternyata memang betul, ada sejumlah panggilan dari Bayu, sekitar dua puluh lima panggilan. Tiara berpikir sejenak, ia tak ingat kapan bertukar nomor dengan Bayu.

"Kapan aku sama dia tukeran nomor ya? Apa waktu aku tidur kemarin, Bayu isi nomor dia ke hp aku?"

Rasa curiganya ditepis jauh-jauh. Tiara tak ingin berandai andai, yang pasti sekarang Bayu ada untuknya. Perhatian dan sentuhan lembutnya mampu membuat Tiara terbuai dalam kehangatan.

Ia sama sekali tak menyadari jika Bayu membuat ilusi untuknya. Panggilan ponsel dan kehadiran dirinya hanyalah semu semata. Bayu sedianya hadir hanya untuk mengambil hati Tiara. Ia menyiapkan Tiara sebagai budak baru untuk perjanjian dengan junjungannya.

Tiara tersipu mengingat kecupan dan sentuhan Bayu. Tubuhnya memanas membayangkan mimpi liarnya bersama Bayu. Hasratnya muncul kembali ke permukaan. Nafasnya memburu seiring meningkatnya hormon feromon di tubuhnya.

"Bayu …," gumamnya lirih sembari tersenyum dan mengusap bibirnya.

"Kamu kenapa?" suara Bayu mengagetkan dirinya, Tiara berusaha menguasai dirinya. Menekan kembali hasrat yang mulai muncul.

"Eh, nggak. Kok cepet!" aroma wangi bumbu nasi goreng membuat Tiara tak kuasa menahan diri. Ia mencium uap tipis yang masih mengepul di atas nasi goreng yang dihiasi telur ceplok dan potongan mentimun.

"Kamu beli ya, wangi banget!"

"Aku bikin sendiri, nggak percaya bener sih! Makan dulu, keburu dingin."

"Kok cuma satu, buat kamu mana?" 

"Aku sudah makan tadi di rumah. Enak nggak?" tanya Bayu pada Tiara yang mulai menyuapkan satu sendok penuh nasi goreng ke dalam mulutnya.

"Enak banget, makasih ya!" 

Tiara melahap makanan di piring, menghabiskannya dalam waktu singkat. Bayu tersenyum melihat Tiara memakan makanan yang dibuatnya khusus. Nasi goreng yang dimakan Tiara sebenarnya hanya nasi basi yang disulap Bayu menjadi hidangan nikmat.

"Mata kamu kok bengkak, kamu abis nangis ya?" 

Bayu bertanya dengan lembut, mengusap sudut bibir Tiara dengan tissue. Tiara hanya tersenyum masam.

"Ada apa? Cerita deh, siapa tahu aku bisa bantu." 

Tiara sedikit ragu, tapi kemudian ia pun mulai bercerita tentang keadaannya. Tentang Rendra sang kakak yang terlilit hutang dan harus bersembunyi meninggalkannya. Mengingat itu Tiara pun kembali bersedih. Bayu menariknya dalam pelukan, memberi tawaran sandaran untuk berkeluh kesah.

"Berapa hutang Rendra, biar aku bantu."

"Nggak usah, biarkan dia bertanggung jawab sama kelakuannya sendiri." sahut Tiara, ia mengusap jejak air mata di pipinya.

"Kata kamu dia berhutang sama preman kan? Bisa bahaya urusannya nanti!" Bayu menatap manik mata Tiara, kembali mengusap lelehan airmata Tiara.

"Iya sih, tapi aku juga nggak tahu berapa jumlahnya. Rendra nggak bilang dan main pergi gitu aja."

Bayu menghela nafas, "Pesan dia kamu disuruh berhati hati kan? Aku curiga kalau Toni bakal kirim preman lain kesini buat nagih hutang kakakmu itu!"

Tiara terhenyak, perkataan Bayu ada benarnya tapi ia juga tidak bisa menerima tawaran Bayu untuk melunasi hutang kakaknya. Bayu hanya orang asing yang belum menjadi bagian dari hidup Tiara.

"Aku ada sedikit tabungan, bisa kamu pakai dulu buat jaga-jaga, gimana?" Bayu kembali menawarkan.

Tiara tidak langsung mengiyakan, "Aku pikir-pikir dulu deh."

Bayu mengangguk dan kembali memeluk Tiara, memberikan rasa nyaman pada calon kekasihnya. Tepatnya calon budak selanjutnya. Seharian Bayu menemani Tiara dirumah, menjaganya dan memberinya ruang untuk mulai terikat padanya.

Terpopuler

Comments

Mahesa

Mahesa

sakit perut ga nanti ? hahaha.

2024-05-03

0

Mahesa

Mahesa

demit ga makan nasi goreng.

2024-05-03

0

Namika

Namika

kirain bulu mu yg dimasak🤔 hehe

2022-12-01

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!