"Apa yang ingin anda bicarakan?" tanya Kezra tanpa basa-basi. Ia menatap pria yang rambutnya sudah mulai di tumbuhi beberapa helai uban. Pria itu memperbaiki letak kacamatanya, seraya menghela napas.
"Menikahlah dengan keponakan saya." Pintanya seraya menatap wajah Kezra dengan penuh harap.
"Apa?" Kezra terkejut. Bagaimana mungkin sang pemilik sekolah ini begitu ingin dirinya menikah dengan keponakannya.
"Apa anda tidak salah? Saya dan Keanu tidak melakukan apapun. Jadi mengapa kami harus menikah?"
"Apa kamu mau di arak keliling kampung?" Pria itu menaikkan alisnya. Menatap wajah Kezra yang tiba-tiba memucat.
"A-apa? Keliling kampung?" Matanya mendelik. Membayangkannya saja membuatnya bergidik. Pria yang berdiri di hadapannya hanya mengangguk meyakinkan.
"Ta-tapi mengapa harus di arak keliling kampung? Saya tidak melakukan perbuatan yang di tuduhkan!"
"Tapi semua orang menganggap kalian melakukannya. Bahkan saksi tunggal itu mengatakan jika ia tidak melihat dengan jelas. Jadi bagaimana kamu bisa membela diri?"
Kezra terdiam. Apa yang di katakan oleh paman Keanu benar juga.
"Berhenti membela diri karena itu hanya menambah kerusuhan. Bahkan nanti warga tidak akan segan menyeret kalian berdua dan membawa kalian keliling kampung tanpa menggunakan busana."
Kezra menggeleng. Ia tidak mau mempermalukan dirinya sendiri. Di arak keliling kampung bersama Keanu? Tanpa busana?
"TIDAK!" Ia menjerit kala membayangkan hal gila itu terjadi. Paman Keanu berjengkit kaget sampai mundur beberapa langkah ke belakang. Kezra yang melihat itu pun segera meminta maaf.
"Maafkan saya, Pak. Sa-saya hanya tidak mau itu semua terjadi. Sa-saya tidak mau." ujarnya dengan napas tersengal. Tangan kirinya memegangi dadanya yang bergerak naik turun. Pria yang ada di hadapannya tersenyum samar lalu mendekat.
"Maka dari itu, menikahlah dengan Keanu. Saya berjanji akan merahasiakan pernikahan kalian dari siapa pun. Tidak akan ada yang tahu pernikahan ini." ujar Paman Keanu meyakinkan. Kezra menatap pria itu, menelisik wajahnya mencari keyakinan.
"Kamu bisa mempercayai saya."
"Apakah tidak ada jalan lain?"
"Tidak ada. Menikah adalah jalan satu-satunya."
Kezra mendesah kecewa. Bahkan kini ia menyandarkan tubuhnya ke tembok berwarna putih yang ada di belakangnya.
"Apakah aku harus menikah dengan muridku sendiri? Ya Tuhan. Mimpi apa aku tadi malam? Mengapa hidupku tiba-tiba menjadi suram." desahnya penuh penyesalan. Ia memejamkan mata demi menghalau rasa putus asa yang memenuhi hatinya.
"Jangan banyak berpikir. Waktunya tidak banyak dan sebentar lagi orang tua kamu akan tiba. Dan setelah itu kita lakukan akad nikah." ujar pria itu seraya melangkah meninggalkan Kezra. Mendengar hal itu membuat wanita cantik yang awalnya terpejam, kini matanya terbuka lebar.
"Siapa yang menghubungi orang tua saya?"
Pria yang belum jauh itu berbalik, ia tersenyum kecil.
"Siapa lagi? Sudah jelas saya yang menghubunginya. Tidak mungkin kan, kamu menikah tanpa ada wali?" pria itu menaikkan alisnya sekali lagi.
"Astaga. Anda benar-benar sudah tidak waras!" umpatnya kesal. Ia melupakan sikap hormat yang biasa ia tunjukkan pada sang pemilik sekolah karena di dominasi rasa kesal dan putus asa yang menyelimutinya. Pria itu hanya tersenyum kecil lalu kembali melanjutkan langkahnya yang tertunda. Ia melangkah ke ruang tamu yang ramai, bergabung kembali dengan para warga serta Pak RT dan lembaga adat yang menunggu keputusan sepasang anak manusia yang tadi tertangkap basah sedang berada di rumah kosong itu.
"Haruskah aku menikah dengan murid tengil itu? Ya Tuhan. Bagaimana dengan kekasihku? Apa yang akan ku katakan pada Bara dan orang tuaku nanti?" ia mengerang frustasi.
Setelah agak tenang, ia melangkah meninggalkan ruangan yang menjadi saksi bisu atas keputus asaannya. Ia berjalan dengan sesekali meremas rambutnya. Belum sampai ia ke ruang tamu, ia mendapatkan tamparan yang keras di pipinya.
Plak !!!
Kepalanya sampai terpelanting ke samping. Ia memegangi pipinya yang terasa perih dan panas. Kepalanya terangkat, melihat siapa orang yang telah menamparnya. Ketika tatapannya bersibobrok dengan orang yang ada di hadapannya, tubuhnya membeku dengan mata yang melotot. Tangannya segera turun dari wajahnya, bergetar menahan takut.
"Ba-bapak," lirihnya hampir tak terdengar.
Suara langkah kaki yang tergesa menyusul di belakang. Seorang wanita paruh baya yang mengenakan gamis coklat dengan kerudung besar menghampiri dirinya dan Bapaknya.
Melihat pipi anaknya yang memerah membuat wanita yang merupakan Ibu Kezra pun membeliak.
"Kezra? Pipi kamu memerah. Kamu kenapa?" tanya Ibunya dengan khawatir. Ia berjalan mendekati anaknya dengan perasaan tak menentu. Menyentuh wajah anaknya dengan sendu.
"Kezra tidak apa-apa, Bu." jawab wanita itu menenangkan. Sementara pria yang ada di hadapannya hanya menatapnya dengan tatapan marah dan kecewa.
"Ini pasti ulah Bapak, kan?" tuding Ibunya seraya berbalik menatap suaminya.
"Bapak kan yang sudah menampar Kezra?!" teriak Ibunya tidak terima.
"Anak ini berhak mendapatkan tamparan! Bahkan seharusnya lebih dari ini. Bikin malu keluarga! Anak yang selalu kamu banggakan ini sudah mencoreng nama keluarga! Bapak malu punya anak seperti dia!"
Bagai di hantam batu besar, dada Kezra terasa sesak dan sakit. Air mata yang sedari tadi di tahannya kini jatuh begitu saja. Saling berkejaran menuruni wajah cantiknya.
"Bapak! Kenapa Bapak berbicara seperti itu? Ibu tadi kan sudah bilang, tanyakan dulu kebenarannya pada Kezra! Dengarkan penjelasan Kezra dulu! Jangan asal tampar dan menyalahkan begitu saja!" teriak Ibunya dengan marah.
"Apanya lagi yang harus di jelaskan? Sudah jelas anak kita berbuat hal yang tidak benar bersama pria muda itu. Bahkan lebih tidak bisa di percaya lagi, anak yang selalu kamu banggakan ini berbuat mesum dengan muridnya sendiri! Benar-benar tidak punya adab dan sudah sangat keterlaluan!"
"Itulah makanya jangan terlalu percaya melepaskan Kezra di kota besar. Di sini pergaulannya bebas. Apa kata orang kampung jika mereka tahu anak kita di gerebek warga karena berbuat zina dengan muridnya? Mau di taruh di mana wajah kita, Bu. Bapak malu! Bapak malu, Bu!" Pria itu mengusap wajahnya dengan kasar. Ia tidak pernah menyangka jika anak yang selalu di banggakannya akan berbuat hal yang sangat memalukan seperti ini.
Ibunya hanya menangis di samping pria yang di liputi amarah itu. Kezra hanya terisak tak jauh dari kedua orangtuanya.
"Maafkan Kezra Pak, Bu. Tapi semua ini tidak seperti yang kalian bayangkan. Semuanya hanya salah paham. Kezra dan Keanu tidak ...."
"Salah paham apanya? Jika kalian tidak melakukan zina, bagaimana mungkin kalian bisa di gerebek warga? Jangan berbohong lagi, kamu!" Kezra belum menyelesaikan kalimatnya ketika Bapaknya memotong ucapannya.
"Bapak benar-benar kecewa! Setelah kalian menikah, jangan pulang ke kampung! Tinggallah di sini dan jangan kembali lagi!" Kezra dan Ibunya mendelik tak percaya.
"Tapi, Pak ...."
"Apa yang Bapak katakan? Bagaimana pun juga Kezra tetap anak kita, Pak. Jika tidak pulang ke rumah, lalu Kezra akan pulang kemana Pak? Bapak jangan terlalu kejam dan menuruti amarah."
"Anggap saja kita tidak punya anak seperti dia!"
"Jangan berkata seperti itu, Pak!" sanggah Ibunya tidak terima.
"Itu sudah menjadi keputusan Bapak. Dan malam ini dia harus menikah dan bukan anak kita lagi!" Ucap pria itu seraya berjalan meninggalkan ruangan Kezra yang menatapnya tak percaya. Wanita paruh baya itu segera menyusul suaminya meninggalkan anaknya seorang diri.
Tak terbendung lagi rasa sakit yang menderanya. Tubuhnya bagaikan di remukkan dengan paksa. Tubuhnya terasa lemas dan hampir jatuh jika tidak di tangkap oleh seseorang. Kezra melihat pria yang menangkapnya, lalu detik berikutnya tatapan itu berubah menjadi amarah. Ia segera menjauhkan diri dari dekapan pria itu.
"Ini semua gara-gara kamu!" teriaknya marah.
"Maaf," lirih pria itu menatap Kezra penuh penyesalan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 81 Episodes
Comments
👑Ria_rr🍁
astagfirullah kasihan amat ditampar
2023-01-11
1
rayhan abrahman
mana up nya?? tak sabar ni..🥺
2022-12-29
2
🆃🅸🅺⸙ᵍᵏ📴
pasti sakit itu tamparan🙄
2022-12-27
0