Bab 3 Duda Berkelana Sesion 2

Setelah satu jam berjalan kaki, El mampir ke sebuah mesjid untuk menunaikan shalat magrib, ia berganti pakaian dan menaruh koper serta gitar di dekatnya, selesai shalat ia pun segera mencari makan, karena saat pulang dari Singapura ia belum mengisi perutnya. Nampak di sebrang mesjid ada penjual nasi goreng gerobak keliling, ia pun segera menghampirinya.

“Pak beli nasi gorengnya satu yang pedes ya?” pesan El pada penjual nasi goreng.

“Ok, siap! Tunggu ya?” kata Pak penjual.

Tak berselang lama ada dua pemuda duduk di sampingnya dan memesan nasi goreng juga. Selesai makan ketika ia berdiri hendak membayar makanan, El terkejut karena tak ada lagi kopernya. Hanya ada gitar yang tergantung di belakang badannya, memang gitar sedari tadi tidak dilepasnya.

“Pak, apa bapak ada lihat koper hitam milik saya tadi di sini?” tanya El menunjuk di samping tempat ia duduk

“Tidak ada nak, dari tadi bapak tidak melihat apapun,” jawab bapak itu

“ Astagfirullah, apakah gue lupa? Padahal perasaan tadi sudah dibawa deh,” gerutu El

“Ya udah pak, ini mau bayar, berapa?” El mengeluarkan dompet, dan membayar nasi goreng seharga lima belas ribu rupiah.

El memutuskan untuk kembali ke mesjid dan meminta izin pada marbot mesjid untuk tidur di dalam mesjid, ia pun di izinkan. “Oh iya, tadi ada dua orang makan disamping gue, apakah mereka yang mencuri koper gue tadi?” terka El sambil rebahan di dalam mesjid, dinginnya lantai marmer mesjid, mampu membuat El menggigil kedinginan.

“Ya Allah, begini kah rasanya orang-orang yang hidup tanpa rumah?” ungkap El mulai mengsyukuri kehidupannya selama ini ia rasakan, sambil melihat indahnya cicak-cicak berjoget ria di atas plapon mesjid.

...****************...

Pagi harinya El melanjutkan perjalanan, bersama kang ojek pangkalan, tujuannya ialah kampung sebelah yaitu rumah Mbak Ratna, saking tak percayanya ia diusir dari rumah sampai-sampai lupa mengabari Mbak Ratna bahwa adik gantengnya ini telah diusir Emak. Kini sampailah ia di rumah Mbak Ratna namun rumah Mbak Ratna sepi.

“Sepertinya Mbak Ratna masih di puskesmas, apa bang Abidin juga belum pulang dari peternakan?” Tanya El dalam hati padahal ia ingin menelpon Mbak Ratna tetapi Handphonenya habis baterai dari tadi malam, yang lebih parah charger itu Handphone, malah ada di koper yang di curi orang.

“ Apess … banget sih nasib gue!” gerutu El kesal, El terus berjalan sekitar dua ratus meter dari rumah Mbak Ratna ada acara orang kondangan, alias acara hajatan kawinan. “Wah, apa sekalian ya gue nyusup jadi tamu undangan, biar dapet makan gratis,” gumam El senyum-senyum. Saat mengantri sayup-sayup ia mendengar dua orang lelaki sedang berbincang.

“Eh, mana nih para biduannya kok belum pada datang sih?” tanya lelaki yang berbaju batik.

“Enggak tahu, dari tadi di telpon katanya lagi di jalan tapi belum sampai-sampai juga,” jawab lelaki satunya lagi memakai kaos merah sepertinya pemilik orkes tunggal.

“Gimana sih? Gak asyik banget, tidak ada biduannya yang nyanyi” ujar lelaki berbaju batik itu mulai marah.

El yang mengantri makanan

mendengar hanya mengangguk-angukan kepala, tiba-tiba ia bersitatap dengan lelaki berbaju batik itu, lelaki berbaju batik itu pun menghampirinya cepat.

“Duh mampus gue, jangan-jangan gue mau diusir,” cakap El dalam hati.

“Eh Mas, kamu pengamen to?” tanya lelaki itu lagi.

“Bu-bukan pak, saya hanya tamu undangan di sini,” kilah El mulai menjadi pusat perhatian

“Kok bawa-bawa gitar peye?” Tanyanya lagi

“Oh, ini bukan gitar peye namanya pak, tapi gitar gibson,” sergah El

“Bisa nyanyi kan?”

“ Bi-bisa dikit pak, memang kenapa?”

“Gimana kalau kamu yang nyanyi dulu sementara mengisi panggung,” tawar lelaki baju batik itu

“Tenang nanti bonusnya saya kasih, setelah kamu nyanyi dan menghibur para tamu cukup bawakan beberapa lagu saja setelah itu terserah kamu, kalau mau makan dulu silakan!” bujuk lelaki baju batik kembali

El termenung sesaat, “ Ok lah pak, kebetulan saya lagi perlu duit,” ucap El girang lumayan buat nambahin duit jajan.

“Assalamu'alaikum, para hadirin sekalian mari kita dengarkan dendang musik dari Mas El, berjudul Berkelana selamat menikmati.” MC kondangan memberikan perhatian para tamu

El mengambil alih stang mikropon dan mencoba mengetik gitar miliknya,

Jreeng …

Jreeng …

Dalam aku berkelana

Tiada yang tahu ke mana 'ku pergi

Tiada yang tahu apa yang kucari

Gunung tinggi 'kan kudaki

Lautan kuseberangi

Aku tak perduli

Dalam aku berkelana

Tiada yang tahu ke mana 'ku pergi

Tiada yang tahu apa yang kucari

Tak akan berhenti aku berkelana

Sebelum kudapat apa yang kucari

Walaupun adanya di ujung dunia

Aku 'kan ke sana 'tuk mendapatkannya

Mungkin hatimu bertanya

Apakah kiranya yang sedang kucari

Dalam berkelana hai selama ini

Oh baiklah kukatakan

Yang kucari adalah

Cinta yang sejati

Dalam aku berkelana

Tiada yang tahu ke mana 'ku pergi

Tiada yang tahu apa yang kucari

Jreng …

Jreeng …

Alunan musik dangdut menggema di acara kondangan tersebut, beberapa tamu terpana melihat dan mendengarkan El bernyanyi,

“Put, wooi put tuh lihat! Kok ada artis K-Pop nyasar disini sih?” Tanya tamu perempuan yang pakai kebaya modern biru, pada teman disebelahnya yang asyik makan

“Hah, artis K-Pop Sil? Hahahaha kok artis K-Pop nyanyi lagu dangdut, ngadi-ngadi doang,” jawab wanita yang bernama Putri itu

“Coba deh elu lihat yang benar Put!” lirih Sisil

“Eh, Masya Allah, bener Sil, tuh cowok ganteng banget ya,” seru Putri ter-ngangga melihat El

“Tuh kan, mirip artis drama korea, biasa aja kale Put mulutnya, nanti air liurnya jatuh,” ejek Sisil menutup mulut Putri yang manggap-manggap

Disudut meja makan sebelahnya diantara para tamu undangan.

“Astoge! Mamiiiii… lihat deh, lihat di panggung!” pekik Puspita.

“Apaan sih Pus? Hampir aja mami keselek,”

“Tuh babang El, mamiiii… dia lagi nyanyi di panggung,” ujar Puspita,

“Ya ampun…calon suamiku, yang ganteng dan mempesona ternyata bisa nyanyi juga makin cocok jadi suami idaman romantis,” Mami Arumi tak kalah heboh dengan anaknya.

Mendengar ocehan Ibu dan Anak itu, Putri pun buka suara.

“Ya elah, Pus pus dan maminya sadari diri dong mencoba merayu pengeran gue, Enggak bakal berpengaruh, secara pangeran gue itu, pasti bakal suka perempuan cantik dan anggun seperti gue,” sindir Putri menyela pembicaraan mereka.

“Whatt? Pus pus, emang gue kucing? Wah nantangin nih orang awas aja ya elu!” Puspita tersulut emosi.

“Udah Pus, jangan didengerin mending kita ke atas panggung,ikut nyawer duda Tampan,” Ajak mami Arumi menarik tangan anaknya menuju panggung.

Di panggung penuh dengan segerombolan ibu-ibu dan anak perempuan gadis yang ingin berfoto dan nyawer duit ke El yang masih nyanyi.

Setelah lima belas menit terpaksa El yang bernyanyi harus dihentikan karena panggung bisa roboh saking banyaknya para perempuan berkumpul.

“Berapa saweran kamu yang sudah nyanyi tadi?” Tanya lelaki berbaju batik, ternyata orang tua yang mempunyai hajatan

“Allhamdulillah pak, cukup lah untuk simpanan saya beberapa hari kedepannya,” Ucap El tersenyum menampilkan gigi Pepsodentnya.

“Ini saya kasih bonus pula, dua ratus ribu,karena kamu nyanyinya bagus,” tungkas bapak itu.

“Wah terima kasih banyak pak, saya diizinkan makan dan disawer nyanyi saja sudah senang sekali,” tutur El sopan.

“Emang Mas pengamen ya? Kalau boleh tahu hendak kemana?” tanyanya.

“Perkenalkan pak nama saya El Farizi panggil saja El, sebenarnya saya bukan pengamen, saya kesini mau…,” belum selesai El berbicara dari arah sisi muncul lah seorang anak gadis remaja sekitar lima belas tahun.

“Tuhkan Pi? Dia bukan pengamen, mana ada pengamen rupanya ganteng, dan bersih putih begini, mirip artis,” tutur gadis bocah itu duduk senyum-senyum di sebelah El.

“E-eh Mira, ngapain kamu duduk dekat-dekat disitu? Sono cepat bantuin ibumu,” bentak lelaki yang dipanggil papi itu

“Maaf ya Mas, saya sebagai ketua RT di sini, sekaligus yang punya hajatan harus tahu siapa tamu yang datang ke kampung ini, emangnya Mas El dari mana? Hendak kemana?”

“Saya dari kota pak, mau ke rumah Kakak Saya namanya Ratna yang jadi bidan di kampung ni dia dan suaminya tinggal di rumah dinas sana, kebetulan saya mau cari kost juga untuk bisa tinggal disini,” terang El nunjuk ke rumah dinas bercat kuning di ujung

“Owalah, kalau kost tidak ada disini Mas, adanya rumah kontrakan, beda RT noh gang sebelah kiri lurus aja ada di sana rumah kontrakan punya Pak haji Udin,” papar Pak RT

“Terima kasih infonya Pak, El pamit dulu cari kontrakannya assalamualaikum,”

“Waalaikumsalam,”

El menelusuri jalan kembali menurut arahan dari Pak RT gang sebelah kiri, ia melihat ada beberapa petak rumah bedakan atau disebut kontrakan, disamping kontrakan ia pun melihat ada seseorang bapak-bapak yang sedang duduk di bawah pohon jambu sambil minum kopi, karena aromanya tercium sangat khas, bahkan tercium El yang gak jauh berdiri,

“Assalamu'alaikum, Pak Haji Udin?” Salam dan sapa El dengan ramah

“Waalaikumsalam, iya saya Pak Haji Udin, ada apa ya?”

“Saya mau nyewa kontrakan Pak Haji,” ucap El senyum tipis

“Kebetulan ada satu kontrakan yang kosong, orangnya pergi gak tahu kemana karena berbulan-bulan gak lunasin hutang dan sewa kontrakan di sini,” ujar Pak Haji curhat.

“Boleh lihat rumah kontrakannya Pak Haji?” Tanya El.

“Oh boleh sini saya antar, saya ambilin kuncinya dulu ya, Mas ini siapa?” Tanya balik Pak Haji sembari mengajak El untuk melihat rumah kontrakannya.

“Oh iya, keasyikan ngobrol sampai lupa kenalan, saya El Farizi Pak Haji, bisa dipanggil El, saya adik dari Bu bidan Ratna yang ada di rumah dinas di ujung sono sekitar dua ratus meter,” papar El.

“Oh Bu bidan yang punya suami pengusaha tambak dan peternakan itu ya?” Tebak Pak Haji

“I-iya betul sekali Pak Haji, ternyata kakak saya terkenal juga ya dikampung ini,” ucap El mengangguk.

“ Tentu dia terkenal karena sering bantu emak-emak di sini juga lahiran. Seperti inlahi rumah kontrakannya, kamar mandi dan WC jadi satu ya, ada di bagian belakang dan kamar tidur hanya satu, mengunakan token listrik dan air dari Pom,” ujar Pak Haji sambil menerangkan.

“Lumayah untuk sementara tinggal di sini, yang penting gue bisa istirahat dan mandi dulu."

“Kamu sudah berkeluarga El? Seperti masih cukup muda,” tanya Pak Haji.

“Hehe … saya duda Pak Haji,” jawab El.

“Punya anak?”

“Tanpa anak Pak Haji, ini kontrakannya saya bayar duluan untuk satu bulan kedepannya Pak Haji," elak El segera menyerahkan uang empat ratus ribu agar Pak Haji tak banyak tanya.

“O-oh Baiklah." Dengan sumringah Pak Haji pergi.

“Allhamdulillah, lebih baik gue bersih-bersih lalu istirahat nanti sore saja ke rumah Mbak Ratna,” desis El pelan.

(Note: Silakan kalian para pembaca bayangin sendiri bebas gimana expressi so-ji-sub oppa nyanyi lagu dangdut 🤣)

Terpopuler

Comments

Keyboard Harapan

Keyboard Harapan

Ikutan joget lah bang...tarik...bang...kita berkelana mencari cinta...💪💪💪

2022-11-28

0

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!