Meant To Be

Meant To Be

Prolog

2019

Pasti ada momen-momen, di mana kita merasa tenaga kita terkuras sampai habis. Bahkan tak jarang yang kita inginkan hanya sesederhana diam dan membiarkan waktu berjalan tanpa melakukan apa pun. Meski saat itu rasanya kita ingin berteriak dengan kencang meski saat itu kita ingin memaki-maki keadaan. Atau meski saat itu keinginan kita juga cuma sebatas ingin menangis agar perasaan kita membaik. Karena apa? Mungkin karena kita sudah di tahap di mana kita terlalu lelah. Kita terlalu lelah untuk lagi dan lagi menyalahkan keadaan. Kita terlalu lelah untuk lagi dan lagi berteriak. Kita terlalu lelah untuk terus-terusan menangis.

"Saat itu saya ingin berhenti, bukan hanya berhenti dari apa yang pernah saya mulai. Tapi juga berhenti untuk hidup. Sayangnya, sekalipun saya ingin, saya tidak bisa untuk benar-benar melakukannya." Zahra Anastasya.

°°°

Jalan hidup manusia kadang terlalu rumit untuk ditebak, terlalu konyol untuk diprediksi, tapi lucunya terlalu mudah untuk dibayangkan.

Jadi tidak heran kenapa sering kita merasa bahwa kita tengah dipermainkan.

"Nggak harus jadi dokter untuk jadi orang yang bermanfaat buat sesama." Sudah satu minggu sejak tangannya dinyatakan patah sebab kecelakaan yang dia alami, yang Zahra lakukan hanya duduk di dekat jendela dan menatap pada luar— pada taman kecil yang dipenuhi pohon pucuk merah tersebut. Sementara itu, selesai dengan kalimatnya, mama mendorong kursi roda Zahra.

"Mungkin jalan kamu bukan di sana, Zah."

"Bagian tubuh Zahra ini banyak, kan, Ma?" gadis itu tertawa sarkas ketika mereka sampai di taman, dan dia mendongak dengan tatapan tidak habis pikir.

"Tapi kenapa malah tangan Zahra yang jadi korban, kenapa tangan Zahra yang paling parah ketimbang yang lain. Di saat Zahra punya keinginan buat jadi dokter bedah, di saat Zahra uda bekerja keras untuk semua itu, di saat Zahra—"

"Menurut kamu, tangan kamu yang patah itu udah nggak akan bisa sembuh?"

Dia itu ... Siapa?

Zahra bertanya-tanya,

Tapi dia—laki-laki dengan kemeja navi itu tidak datang untuk menjelaskan dirinya. Dia datang untuk memberi tahu Zahra bahwa mungkin tidak hari ini, tapi bisa jadi, nanti, yang tidak tahu kapan pastinya, tangan itu akan kembali lagi.

"Mungkin tidak bisa senormal sebelumnya, tapi jelas lebih membaik dari pada hari ini."

Nanti itu—menyimpan sebuah harap.

Nanti itu—Zahra menunggunya.

Iya ... Nanti yang tidak pasti.

"Semoga secepatnya kamu bisa dipertemukan dengan nanti yang kamu maksud. Nanti yang kamu mau." Ali Al Fahriza.

°°°

Hallo!

Selamat datang di 'Meant to be'

Cerita ini berlatar belakang rumah sakit dan kampus, cerita ini menyajikan kisah romance antara dokter bedah dan calon dokter bedah.

Ali Al Farizah, atau yang kerap di sapa Fahrizah. Dan juga Zahra Annastasya. Orang rumah memanggilnya Zahra, tapi orang lain, atau teman-temannya memanggil dia dengan 'Annas, atau lebih sederhana lagi 'Ann.

°°°

2020

"Dia itu ...? gue kayak kenal." Zahra.

pada momen lain,

"Saya Fahrizah, di sini saya yang akan membimbing kamu."

Pada kesempatan lain,

"Dok, boleh saya bergabung dalam oprasi kali ini?" Zahra bertanya.

"Sebelum tangan kamu benar-benar sembuh, saya nggak akan mengijinkan kamu bergabung dalam oprasi saya." Fahriza.

Dan pada waktu yang benar-benar tepat,

"Zahra, saya kasih waktu lima menit untuk segera ke ruang oprasi!" Fahrizah.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!