Aku mengelus baju kebaya berwarna merah muda dengan senyum yang terukir diwajahku. Jahitan kebaya itu cantik—dengan sentuhan rancangan yang modern di bagian bahu, tetapi tidak menghilangkan kesan kebaya khas Indonesia. Panjang kebaya tersebut sedikit di atas lutut. Roknya adalah rok batik berwarna cokelat yang tidak terlalu terang, tidak juga terlalu gelap dengan hiasan bunga-bunga berwarna merah muda kecil. Aku mengangguk puas dengan hasil jahitan teman sebayaku, Mira. Ternyata Mira tidak membual tentang kemampuan nya di bidang menjahit. Setelah puas mengamati kebaya itu, aku beralih ke kalender. Besok adalah hari yang besar.
“Noura, Ajeng sudah datang.” Mama berteriak dari ruang keluarga.
“Iya, Ma.” Sahutku. Aku menyambar tote bag hitam kesukaanku yang bertuliskan “Don’t give up” lalu menyemprotkan sedikit parfum Peony and Blush Suede Jo Malone ke pergelangan tangan. Saat aku sampai di ruang keluarga, Mama dan Ajeng sedang mengobrol dengan semangat. Ternyata mereka bergossip tentang berita pasangan selebriti muda yang sudah pisah rumah padahal umur pernikahan mereka masih seumur jagung. Aku memutar bola mata.
“Ya ampun, Ma. Jangan kebanyakan bergossip.” Komentarku.
“Tidak kok.” Mama membela diri. “Mama kan hanya menyampaikan ringkasan berita selebriti yang Mama tonton ke Ajeng, karena dia bertanya.” Aku langsung menoleh dan menyipit ke Ajeng. Aku sangat mengenal sifat Ajeng yang hobi menggossip, padahal ia sudah sering aku nasehati. Ajeng hanya terkekeh dan langsung cepat-cepat pamit pada Mama. Aku pun berpamitan juga pada Mama dan beliau berpesan agar segera pulang setelah gladi resik berakhir.
Ya, aku dan Ajeng akan pergi untuk menghadiri gladi resik wisuda kami. Tentu saja kebaya merah muda itu untuk wisuda, bukan untuk menikah. Aku masih belum mau menikah di usia muda, apalagi di usia ku yang baru menginjak 21 tahun ini. Karir dan kesuksesan adalah tujuan ku untuk saat ini—dan untuk beberapa tahun ke depan.
Ajeng mengendarai CRV nya dengan kecepatan normal. Sesekali ia menyanyikan lagu Blackpink yang sedang di putar di sebuah radio swasta. Ajeng adalah pecinta K-Pop garis keras. Walaupun asli Indonesia dan berasal dari suku Jawa, orang-orang pasti mengira Ajeng keturunan Cina atau Korea, lantaran berkulit putih dan berwajah oriental. Aku sempat heran juga kenapa Ajeng bisa seputih itu, karena iklim di Indonesia sendiri sangat panas dan kulit Ajeng putih sekali. Ngomong-ngomong, aku pernah menyarankan Ajeng untuk ke Korea Selatan saja dan menjadi trainee disana. Karena selain berwajah oriental dan berkulit putih, Ajeng juga pandai menari dan bernyanyi. Tapi menari adalah bakat Ajeng yang menurutku paling menonjol.
Saat aku menyarankan seperti itu, Ajeng menghela napas. “Nggak bisa, Ra. Papa aku professor bahasa, dia menyuruhku untuk kuliah di bidang bahasa. Usulan menjadi trainee pasti langsung ditolak. Aku bahkan bisa menjamin hal itu.” Aku mengangguk. Orang tua Ajeng adalah tipe orang tua otoriter dimana anak-anak mereka harus mengikuti perintah mereka. Tidak sama sepertiku, kedua orang tuaku membebaskan anak-anaknya untuk memilih jalan yang akan mereka tempuh, tapi mereka tetap membimbing dan menasehati.
Suara Liam Gallagher saat menyanyikan lagu Wonderwall muncul di sela-sela lagu Blackpink. Aku melirik handphone ku dan nama Darren muncul disana. Aku langsung merengut dan me-reject panggilannya. Ajeng yang sadar akan hal tersebut melirik sekilas. “Sang mantan?” Goda Ajeng. Aku hanya mengangguk sambil mendengus. Darren menelpon lagi—pria satu itu memang tidak mudah menyerah rupanya—tapi aku mengalihkan pandanganku ke deretan pertokoan dan kafe yang terletak di pusat kota setelah menolak panggilan dari pria tersebut. “Nyali Darren cukup besar untuk menelponmu setelah ia melakukan hal itu.” Ajeng berkomentar dengan sinis.
Maksud Ajeng adalah berselingkuh. Ya, Darren menyelingkuhiku. Betapa beraninya dia menyelingkuhi aku, Noura Stephanie Widjaya!
Darren adalah lelaki yang aku pacari sejak tahun kedua perkuliahan. Kami beda fakultas—dia adalah mahasiswa fakultas teknik sementara aku mahasiswi fakultas sastra. Dia tampan. Semua yang melihat Darren pasti akan mengakui bahwa jika dilihat, Darren mengingatkan mereka dengan Harry Styles. Yah, setidaknya versi Indonesia. Darren memiliki rambut ikal yang indah dan sedikit panjang (seperti rambut Harry tapi pada saat rambut Harry sedikit lebih panjang), hidung mancung, mata cokelat yang indah serta senyum yang menawan. Bohong jika aku berkata aku tidak tertarik dengan Darren.
Darren tidak berasal dari keluarga kaya, pejabat ataupun keluarga terkenal. Tapi dengan semua kelebihan tersebut, siapa yang sanggup menolak pesona Darren? Ditambah lagi ia pandai menyanyi. Lengkap sudah senjata nya dalam menggaet wanita.
Darren berselingkuh sejak awal tahun 2019. Saat itu kami sudah setahun lebih berpacaran. Ia berselingkuh dengan salah satu teman seangkatannya. Aku mengetahui itu setelah mereka beberapa bulan berpacaran. Orang bilang, perasaan perempuan itu sangat kuat dan peka, apalagi mengenai orang yang mereka sayangi dan ternyata itu benar! Setelah sedikit bermain detektif, terbongkarlah perselingkuhan tersebut. Yang membuatku kesal, cewek itu bahkan tidak lebih cantik dari ku, bahkan sedikitpun tidak! Aku langsung meminta putus dan saat itu bulan Juli, awal semester baru dan awal yang bagus untuk fokus pada skripsi. Sejak saat itu aku selalu memprioritaskan prestasi dan karir yang gemilang. Yah, memang dari dulu aku adalah murid yang ambisius dan kompetitif, nilai-nilai ku juga bagus dan aku langganan juara kelas. Tapi kali ini spesial. Aku mendapat beasiswa penuh S2 ke Swedia, negara yang sangat ingin aku kunjungi, setelah mengikuti lomba menulis resensi sastra Swedia.
Sudah berapa kali Darren menelpon? Lima kali? Wah, dia memang pantang menyerah sepertinya. Sudah hampir setahun dan ia masih menelpon, SMS, mengirim pesan di WhatsApp yang berisi “Aku minta maaf, aku menyesal”, atau “Apa kita tidak bisa memperbaiki hubungan ini?” atau yang serupa dengan itu. Bagiku, sekali nya putus, putus. Tidak ada kesempatan kedua, apalagi jika didasari perselingkuhan seperti ini. Aku adalah tipe orang yang memutuskan segala sesuatu dengan matang dan logis. Sifat manusia sulit sekali di ubah. Sekali berselingkuh, orang itu pasti akan mengulanginya di masa depan, jadi, kesempatan kedua? Maaf saja!
Ajeng berkomentar, “Benar Ra kamu tidak mau memberi kesempatan kedua pada Darren?”
Aku mendengus, bosan dengan obrolan yang topiknya adalah Darren. “Kamu tidak perlu bertanya, Jeng. Kamu sudah tahu jawabanku apa.” Dengan jawaban itu, Ajeng tidak lagi berkomentar. Kami hanya melanjutkan perjalanan yang diselingi lagu-lagu yang di putar di radio.
***
Gladi resik di adakan di gedung serbaguna universitas. Letaknya hanya berjarak beberapa gedung dari gedung Fakultas kami. Saat aku dan Ajeng tiba disana, masih ada waktu 5 menit sebelum gladi dimulai. Aku adalah orang yang tepat waktu, malah aku akan datang sedikit lebih cepat dari jam yang di tentukan. Bagiku, waktu adalah hal yang sangat penting karena waktu tidak akan dapat di ulang. Ajeng adalah orang yang bertolak belakang dengan prinsip ku ini, ia akan datang terlambat. Tapi semenjak berteman denganku, aku rewel pada Ajeng sehingga mau tidak mau, ia juga datang lebih cepat. Tapi, namanya juga jam Indonesia, yang terkenal dengan jam karet. Sehingga dari waktu yang dijanjikan, pukul 13:30, gladi dimulai di jam 13:45.
Pada wisuda periode ini, ada beberapa teman sekelasku yang juga menjadi wisudawan dan wisudawati. Salah satu nya adalah Kayla. Kayla selalu mengganggapku sebagai saingannya. Sementara aku? Aku tidak pernah mengganggap nya sebagai sainganku. Coba pikir, aku saja mengalahkan diriku untuk menjadi lebih produktif dan tidak malas-malasan saja susah, bagaimana mungkin aku bisa berpikir menjadikan orang lain sebagai sainganku? Diri sendiri adalah satu-satunya sainganku. Awalnya aku tidak ambil pusing. Tapi Kayla memang terkenal sinis dan judes, apalagi padaku. Sering disindir dan diberi komentar pedas, siapa yang tidak sebal, bukan? Jadilah pertemuanku dengan Kayla selalu dihadiri oleh sindiran dan ejekan. Contoh nya hari ini.
“Selamat, ya, Ra. Sudah mendapat beasiswa ke Swedia. Oh ya, topiknya adalah karya penulis Swedia, bukan? Itu adalah karya sastra yang mudah untuk di resensi.” Dia mengedikkan bahu. Sebenarnya dia memuji atau mencela? Itu pasti hal pertama yang selalu aku pertanyakan, berhubung aku dan dia selalu tidak akur.
“Mudah, ya? Tapi satu Indonesia hanya 5 orang yang lolos beasiswa itu. Kenapa kau tidak lulus ya kalau itu mudah?” sindirku dengan wajah polos. Diam-diam Kayla selalu ingin tahu apa yang aku buat dan apa yang ingin aku capai, dan dia juga selalu mengikuti langkahku karena tidak mau kalah, termasuk beasiswa itu. Bukan Noura kalau tidak tahu soal itu. But guess what? Dia tidak lulus, dan dia berkata tes nya mudah? Lucu sekali. Wajah nya menjadi seperti tomat saat ketahuan mengikuti tes itu juga.
“Aku tidak ikut tes itu!”
“Tidak usah berbohong, aku bisa minta Miss Nadia memberi nama-nama pendaftar dan nama mu pasti ada disana.” Tukasku. “Kamu tidak usah iri denganku, dengan pencapaianku. Lebih baik fokus pada apa yang kamu inginkan. Aku juga tahu kalau kamu menyebar rumor-rumor aneh pada senior kita. Aku bisa bilang pada mereka bahwa kamu berbohong tentangku, tapi aku kasihan padamu. Jadi berhenti mengganggu aku, and get a life, Kayla!”
Aku melihat mata Kayla berkaca-kaca dan wajahnya menahan emosi. Sosoknya yang kecil lalu pergi menjauhiku dan Ajeng.
“Wow, pedas.” Komentar Ajeng sambil terkekeh. Aku hanya melirik Ajeng sekilas. Ya, aku memang selalu seperti itu. Ambisius, kompetitif dan dingin. Kalau aku pikir-pikir, semenjak menjadi mahasiswa, sifat dingin dan kata-kata kasar sudah sangat jarang keluar dari mulutku. Karena aku mencoba untuk menjadi lebih pendiam. Jika dibandingkan, diriku saat SMA jauh lebih kasar dan dingin.
Dulu saat SMA, tidak banyak teman-teman sekolahku yang perempuan tidak ingin berteman denganku. Mereka hanya berpura-pura baik padaku, dan aku tahu sekali itu. Ada dua alasan kenapa mereka tidak mau berteman denganku. Pertama, alasan yang jelas, karena aku kasar dan dingin. Sebenarnya, aku hanya mengutarakan pendapatku dengan jujur. Dan kejujuran tidak akan selalu membawa dampak yang baik, dan mungkin terkadang aku melewati batas, aku mengakui hal itu. Tapi, di luar dari itu, aku tidak pernah membicarakan mereka pada teman-teman dekatku. Aku hanya mengacuhkan mereka. Tidak apa jika aku tidak punya banyak teman. Punya teman berjumlah hitungan jari saja sudah cukup di banding punya banyak teman, tapi tidak ada yang bisa ku percaya. Dan mereka yang tidak berteman denganku adalah orang-orang seperti itu. Mereka adalah orang-orang yang mampu membicarakan aib teman dekat mereka sendiri pada orang lain. Dan aku amat sering melihat mereka melakukan hal itu. Alasan yang kedua adalah, kata Wulan, teman SMA-ku, aku populer di kalangan laki-laki (yah, jangan tanya. Aku juga kadang heran akan hal ini). Aku bukan cewek yang sangat cantik seperti selebgram atau teman-teman yang super cantik, tapi aku juga tidak jelek-jelek amat kok. Aku tinggi, dengan proporsi badan yang bagus, mempunyai kulit yang cerah tapi tidak terlalu putih—apalagi pucat, rambut berombak yang tidak sulit didapatkan dari produk perawatan rambut, serta pembawaanku yang teman-teman dekatku bilang berkarisma. Wajahku juga lumayan cantik. Dengan wajah oval, alis rapih, hidung mancung, bibir penuh yang berwarna pink alami dan sepasang mata yang besar. Mama bilang, mataku adalah hal yang paling indah dari semua bagian wajahku dan aku setuju. Bulat, besar, dengan iris mata berwarna cokelat gelap yang ekspresif. Wajahku sebenarnya lumayan kalem, datar dan jarang menunjukkan emosi, tapi jika orang melihat mataku, mereka pasti paham apa yang aku rasakan. Kalau aku marah, sedih, atau bingung, mataku lebih dulu menunjukkan emosi daripada wajahku. Ada pepatah Jepang kesukaan ku yang mengatakan bahwa mata adalah pintu hati. Dan sepertinya pepatah ini cocok dengan deskripsi yang Mama katakan.
“Kepada wisudawan/wisudawati Universitas Pancasila, silakan berkumpul di Aula Lancang Kuning.” Dengan itu, dimulailah gladi resik wisuda kami hari ini.
***
Gladi resik berakhir pukul 7 malam. Saat Ajeng mengantarku pulang, aku langsung mandi, makan malam, dan mengganti kaus biru muda yang kupakai dengan gaun tidur berwarna putih dan berbahan dingin. Saat hendak tidur, aku teringat untuk mencari bros baju kebaya Mama yang akan aku kenakan sebagai hiasan kebaya wisuda besok. Tulang-tulangku rasanya remuk, namun aku tidak bisa tidak mencari bros tersebut. Bros tersebut Papa beli saat ada kunjungan kerja ke Eropa. Benda itu berwarna emas dengan hiasan batu-batu rhinestone yang cantik dan pasti akan membuat penampilanku menjadi lebih luar biasa.
Seingatku bros itu ada didalam kotak dideretan rak ini, batinku. “Ah, ini dia.” Lalu aku melihat kotak lain yang sedikit lebih besar dari kotak tempat dimana aku menyimpan bros ini. Kotak itu berwarna silver dengan hiasan pita merah muda yang manis. Saat aku membukanya, nuansa nostalgia langsung menyeruak keluar. Buku-buku harianku.
Aku adalah tipe orang yang suka menulis buku harian, bahkan saat aku masih anak-anak. Buku harian pertamaku berwarna magenta dengan beruang berwarna merah muda di cover nya. Itu adalah hadiah ulang tahunku dari Papa saat aku berusia lima tahun. Waktu itu, aku baru pandai menulis.
“Akan ada hari dimana kamu ingin mengingat hari itu untuk selamanya, Noura. Dan jika saat itu tiba, tulislah segalanya didalam buku.” Ujar Papa. Papa adalah kutu buku sepertiku. Tidak hanya itu, beliau juga selalu memiliki buku harian, sampai saat ini. Aku juga senang menulis tentang hari-hariku, jadi kurasa, hal itu menurun dari Papa.
Sudah beberapa hari ini aku tidak mengobrol dengan Papa. Padahal dulu hal itu rasanya natural sekali. Sangat natural sampai-sampai rasanya dadaku sesak karena tidak mengobrol dengan beliau. Papa tidak setuju jika aku melanjutkan studi diluar negeri.
“Banyak universitas lokal yang memiliki pendidikan yang bagus.” Komentar beliau. “Papa mengizinkan kamu untuk kuliah diluar kota, diluar provinsi, atau diluar pulau. Tapi untuk diluar negeri, Papa menentang hal itu.”
Aku menghela napas. Aku tahu banyak universitas di Indonesia yang bagus, dan aku mengerti alasan Papa menentang studiku diluar negeri. Aku adalah anak bungsu dan satu-satunya anak perempuan dikeluarga ini. Abangku, Nathan, sudah menikah dan tidak tinggal dirumah ini lagi. Tapi aku ingin merasakan bagaimana rasanya kuliah ditempat dimana atmosfernya benar-benar berbeda dari yang biasanya aku jalani disini. Aku ingin bertemu orang-orang baru dinegara lain, ingin mencoba merasakan tinggal sendiri di apartment atau dorm, dan menjadi lebih mandiri dari diriku yang sekarang. Aku ingin menantang diriku. Dan studi untuk mendapat gelar Master juga tidak lama. Aku menjelaskan hal itu pada Papa, namun beliau tidak mau dengar dan tetap pada pendiriannya. Semenjak itu aku tidak mengobrol dengan Papa. Mengucapkan selamat pagi, dan sapaan serupa masih tetap ada, namun untuk mengobrol lebih banyak sudah tidak lagi kami lakukan beberapa hari ini. Padahal jika dibandingkan dengan biasanya, aku bisa menceritakan apa saja pada Papa. Papa lebih pendiam dibandingkan Mama yang ceria. Namun aku merasa lebih nyaman dan lebih terbuka pada Papa. Aku bahkan tidak tahu kenapa. Mungkin karena kami sama-sama pendiam, kami bisa saling mengerti walaupun tidak mengucapkan sepatah kata. Besok wisudaku, dan aku merasa canggung dengan Papa. Ini tidak bagus, aku akan mencari cara untuk memperbaiki hal ini dengan Papa.
Aku melihat buku-buku harianku yang lain. Karena aku menulis hampir setiap hari, tumpukan buku harianku juga menjadi banyak. Tumpukan buku berakhir di tiga buku harianku semasa SMA, dengan cover berwarna hijau dan bunga-bunga berwarna cerah, bermotif garis-garis berwarna merah muda dan yang terakhir berwarna merah muda polos. Semua aku tulis dikelas sepuluh, sebelas, dan dua belas. Karena buku harian semasa aku kuliah, masih kupisahkan ditempat yang lain. Aku membukanya, dan membaca halaman demi halaman. Seketika aku terhanyut kedalamnya dan seolah kembali ke masa-masa putih abu-abu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 48 Episodes
Comments
Feisya Caca
Black pink dududu.. penulisannya bagus Kak.. diselingkuhin selama setahun lebih itu sungguh terlalu😮💨
2023-03-31
1