Penantian Allura
Bab1. Kekecewaan Menyelimuti Hati
***
Di perjalanan menuju rumah untuk mengantarkan Nina sampai ke pintu rumah pun ditolak mentah-mentah. Kadang Erlangga merasa heran, namun karena rasa sayangnya dia tidak menghiraukan.
Setelah berjarak beberapa kilo meter dari rumahnya Nina meminta di turunkan di sana.
"Sudah di sini saja, sayang," pinta Nina, tangannya mengusap lembut lengan Erlangga dengan manja. Erlangga langsung menepikan mobilnya dan mengerutkan dahi.
"Kenapa? Apa orang tuamu tidak menyukaiku? kita sudah cukup lama menjalin hubungan tetapi tidak pernah sekalipun kamu mengizinkan aku untuk bertemu dengan mereka." Raut kekecewaan tampak jelas tercetak di wajah Erlangga. Nina berubah sendu lalu menatap Erlangga dengan penuh sayang.
"Sabar, ya. Nanti aku kenalkan kamu dengan mereka," ucap Nina mencoba menenangkan kekasih hatinya.
Sebelum keluar mobil, Nina mencium sekilas pipi Erlangga. Setelah berada di depan mobil Erlangga dia melambaikan tangannya. Dan menunggu Erlangga pergi dari kompleks rumahnya.
"Nina!" Seseorang memanggilnya dengan marah.
***
Erlangga telah sampai di rumahnya dengan menyimpan rasa kecewa. Kali ini dia gagal lagi untuk bertemu dengan orang tua kekasih hatinya. Wajahnya di tekuk, dasinya pun dilonggarkan dengan perlahan.
"Ellan," panggil Ella pada anaknya yang telah selesai menelepon seseorang di seberang telepon di ruang tamu. Erlangga menoleh sekilas.
"Kenapa, Ma?" jawabnya dengan lemas. Sudah ingin merebahkan tubuhnya namun Ella malah memanggilnya tanpa alasan.
Ella berjalan mendekati anaknya, "mama mau kamu satu minggu lagi menikah,"
Erlangga mengerutkan kening mengingat keinginan sang mama yang tidak ada angin dan hujan tiba-tiba memintanya untuk membina rumah tangga. Erlangga harus menjawab apa? Sedangkan Nina sama sekali belum ingin membawa hubungan mereka kejenjang serius.
"Maksudmu, Ma? Sabar dulu lah, Ma. Tidak mudah mencari calon istri," tolak Erlangga. Dinda pun datang dan ikut menguping.
"Gak mau tahu mama pokoknya kamu menikah satu minggu lagi, titik," kata Ella tidak mau ditolak keinginannya.
"Ciee, mau nikah. Cepetan ya Mas, Nda mau gendong keponakan," ledek Dinda, dia langsung berlari keatas untuk menghindari amukan Erlangga.
"Lalu aku harus menikahi siapa, Ma? Nina belum ingin membawa hubungan kami kearah pernikahan,"
Ella hanya tersenyum samar ketika mendengar jawaban dari anaknya. Setelahnya dia berlalu pergi meninggalkan Erlangga untuk kekamarnya.
Erlangga yang heran, hanya dibuat kebingungan oleh mamanya sendiri. Sungguh kadang permintaannya yang aneh itu membuatnya geleng-geleng kepala.
"Ya Tuhan, kenapa dengan Mama-ku itu," gumam Erlangga sembari dirinya pun pergi menuju kelantai dua untuk ke kamarnya.
***
"Mas," panggil Dinda saat dia mendengar pintu kamar Erlangga dibuka. Lelaki itu menautkan alisnya seolah malas menjawab panggilan sang adik.
Tanpa memberikan pertanyaan Dinda menyelonong masuk kedalam kamar kakaknya.
"Kamu mau di nikahin sama siapa? Kayaknya Mama punya rencana untuk menikahkan kamu dengan wanita lain. Ini tebakanku ya," celoteh Dinda, sembari bokongnya ia hempaskan di tepi ranjang.
Hening, Erlangga sama sekali tidak menyahuti, membiarkan Dinda terus berbicara seorang diri.
"Kalo benar kamu mau di nikahkan dengan orang, bagaimana dengan nasib Nina, Mas?" tanya Dinda yang mulai geram karena Erlangga tidak jua menyahuti ucapannya.
"Sudahlah jangan dibahas, sama siapa lagi Mama mau menikahkan Mas-mu ini, sedangkan kekasihku hanya Nina!" seru Erlangga sembari berjalan menuju kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya.
Dinda pun beranjak dari tepi ranjang, lalu berjalan kearah depan pintu kamar mandi. Dia juga mengetuknya dengan keras.
"Mas, aku sudah tanyakan pada Nina barusan. Katanya dia tidak tahu menahu tentang pernikahan itu. Aku takut Mama akan menikahkan kamu dengan wanita lain, bukankah sedari awal hubungan kalian sudah di tentang Mama, Mas. Meski Mama tidak langsung mengatakannya tapi sikapnya ketika Nina kemari terlihat jelas," terang Dinda panjang lebar mengungkapkan keresahan hatinya. Dinda tidak ingin hubungan antara Nina dan dirinya rusak karena sang kakak akan menikah dengan orang lain.
Meski tebakannya entah benar atau salah, feelingnya mengatakan jika pernikahan itu akan benar-benar terjadi. Dinda mondar mandir tidak jelas menunggu Erlangga keluar dari kamar mandi.
Beberapa menit berlalu menunggu Erlangga yang tidak kunjung keluar dari kamar mandi membuat Dinda merasa kesal. Bisa-bisanya kakaknya itu betah berlama-lama di dalam. Padahal sudah jelas di dalam kamarnya ada Dinda yang tengah menunggu.
"Lagi ngapain sih itu laki, lama bener di dalam," gerutu Dinda sembari menghentakkan kakinya yang mulai pegal. Sudah berjalan kesana kemari bak kereta api, membaca buku yang sama sekali tidak ia mengerti.
Dengan perasaan dongkol Dinda kembali mengetuk dengan keras pintu kamar mandi.
"Mas! Lama banget sih di dalam. Kamu ngapain saja di sana!"
Sedangkan Erlangga sama sekali tidak terganggu dengan teriakan Dinda. Sampai akhirnya Dinda memutuskan untuk menelepon Nina sahabatnya.
"Na, kalau benar yang jadi pasangan Mas Elang bukan kamu, akugak tahu harus bagaimana lagi," ucap Dinda langsung saat telepon diangkat oleh Nina. Nina di seberang sana pun ikut merasa cemas. Jika itu terjadi bagaimanaa dengan dirinya yang mencintai Erlangga.
"Aku gak tahu harus bagaimana, Nda, tapi serius ya, Mama-mu tidak mengabari apapun padaku. Apa bukan aku calonnya? Kalau iya aku harusnya dia datang kerumahku dong, memberitahu keluargaku juga, Nda," jawab Nina.
"Itu juga, apalagi ini kan menyangkut pernikahan harusnya Mama-ku lebih sibuk dan ini gak sama sekali," tutur Dinda, sedang serius berbicara dengan Nina, Erlangga pun keluar kamar mandi. Dinda menoleh dan langsung melodspeakerkan teleponnya.
"Terus apa kata Mas-mu, apakah dia tahu sesuatu? Aku sungguh belum siap menikah jika benar Mama-mu ingin Mas Elang segera menikah, Nda," ucap Nina dengan suara yang lemas. Erlangga hanya tersenyum smrik saat kekasih hatinya menjelaskan ulang.
Erlangga menolak untuk berbicara ketika Dinda menyerahkan ponselnya untuk sekadar menjelaskan. Erlangga masih sibuk mengeringkan rambutnya dengan handuk tanpa memedulikan keduanya yang tengah resah tanpa adanya jalan keluar.
Meski Erlangga tidak ikut menimpali dan terkesan tak acuh. Tetapi dia menyimak perdebatan di antara keduanya. Sampai di mana Nina berkata.
"Sudahlah, aku tidak mau pusing lagi, Nda. Kalau Mas-mu jodoku dia tidak akan kemana tetap akan berada di sampingku. Aku lelah aku mau tidur dulu," kata Nina seolah dia tidak ingin membahasnya lagi.
"Jika hanya kata-kata apakah akan bersama?! aku tidak yakin jika kita berjodoh, jika kamu saja tidak mau berjuang denganku," batin Erlangga.
Sambungan telepon pun di matikan sepihak oleh Nina. Dinda yang merasa heran pun langsung mengarahkan ponselnya kearah depan.
"Kenapa sih, ini anak. Marah-marah mulu, jadi bagaimana dong Mas, masa iya kamu tidak berjuang," ucap Dinda meminta Erlangga untuk membujuk Nina.
"Pergi kamu sana! Malah buat orang pusing, bukan aku yang tidak mau berjuang tapi sahabatmu itu!" Erlangga menarik tangan Djnda dan mengeluarkannya dari dalam kamarnya.
***
Bersambung ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 39 Episodes
Comments
Fitriana Nanaz
aku mmpir kak.moga bagus
2022-10-20
1
QQ
Mampir Thor 👍👍👍
Diawal udah muncul perdebatan dimana aku juga heran pada Nina kenapa dia bisa tidak mau jika Erlangga bertemu dengan orang tua nya. Seorang laki-laki jika udah serius pastinya ingin mengetahui minimal orang tua ataupun saudara si gadis tapi ini malah ???
Ya udah ku nantikan update kelanjutannya iya Thor 👍👍👍
Semangat 💪💪💪
2022-10-20
2