Dari mana kamu!?” bentak Fang Liang.
“K-k-kak aku hanya bermain-main sebentar. Kakak jangan marah dulu.” Xin mei masih menunduk.
Fang Liang menghela nafas. Dia tidak tega menghukum gadis mungil di depannya yang sangat rapuh. Tapi, sebagai seorang tuan rumah, dia tidak akan pernah tinggal diam.
“sebagai kompensasimu, kamu harus di hukum hari ini. Bawa air dari sumur di sana. Sebelum matahari terbenam, kamu tidak boleh pulang.”
“pulang? Kak Fang, apa aku bisa tinggal di sini?”
“tidak.”
“lalu kenapa kau bilang pulang?”
“sebagai hukuman. Setelah pulang kamu akan makan dulu, lalu pergi mencari tang li. Ingat, jangan kabur, kamu tidak akan bisa lolos darinya.” Dengan menekan ‘jangan kabur’ fang Liang menegaskan kepada xin Mei untuk tidak melakukannya. Xin mei tahu, dan mengangguk, tapi di dalam hatinya dia tidak akan kembali.
Untuk apa aku kembali, aku akan balas dendam. Pria itu harus aku bunuh dan dagingnya harus di beri makan buaya.
“Apa kamu mengerti!”
Xin mei terkejut dan menjawab mengerti.
......................
Siang itu seorang wanita paru baya menarik tali sumur dan menuangkan seember air ke dalam ember lainnya. Ember-ember itu terbuat dari kayu, dan semuanya juga. Dia menghela nafas, lalu mengambil pegangan ember itu. Tangannya terasa berat ketika mengangkat ember tersebut.
Dia berjalan. Ketika tidak jauh berada dari sumur tersebut, dia menoleh ke arah sumur itu dan berkata, “ibu akan selalu menjagamu.” Dia lalu kembali menoleh dan berjalan.
Sumur itu terletak di bawah pohon Persik yang tua, sangat tua. Bunga-bunga berguguran menghias tanah yang hitam di sekitar sumur. Cahaya-cahaya Matahari masuk dari sela-sela dahan, menimbulkan suasana yang indah, nyaman dan hangat.
Tidak beberapa lama, datanglah xin mei dengan membawa satu ember di Tangannya. Ketika melihat sumur itu, wajahnya sangat ceria dan penuh kegembiraan. “ini bukan rugi namanya.”
Dia berlari dan melempar ember sembarangan. “ i-ini...” dia memandang kembali ke arah air yang jernih dan di hiasi beberapa kelopak bunga persik di sana. Saat itu sumur masih penuh.
Wanita paru baya itu kembali dan menggelengkan kepalanya ketika melihat ember xin mei tergeletak begitu saja di tanah. Dia mengambilnya dan berjalan mendekati xin mei yang bercermin.
“apa anda yang di hukum karena melakukan kesalahan?” Tanya wanita paru baya sambil menyerahkan ember Kepada xin mei.
“Iya. Namaku xin mei, anda?”
“aku tao, panggil saja bibi tao.” Wanita itu lalu menurunkan ember yang ingin di isi air. “anda tidak boleh meninggalkan apa pun, meski itu bukan milik anda.
“m-maaf.” Melihat wajah bibi tao yang sedikit marah, xin mei tidak punya pilihan lain selain meminta maaf.
Bibi tao menarik tali ke atas. “Kenapa Anda berpakaian seperti itu?”
“i-ini... Panjang ceritanya.” Xin mei tidak bisa mengungkapkan apa yang telah dia alami selama ini.
Bibi tao mengangguk. Tatapan menelusuri masih di arahkan ke kepada tubuh xin mei. Mungkin saja dia merasa aneh dengan pakaian xin mei yang di bungkus kain putih lembut dan di ikat tanpa apa pun lagi.
Bibi tao menuangkan air ke dalam ember lain. Suara yang sedikit mengganggu terdengar saat menuangkannya.
“anda seperti anak saya,” Ucap bibi tao. “ dia nakal. Dia juga penakut, sama persis dengan wajah anda saat ini. Hanya saja kecantikannya kalah dengan anda. Anda cantik dan anak saya biasa-biasa saja. Nakalnya karena sering mencuri buah tetangga. Buah bermacam-macam, hingga tidak terhitung jumlahnya.”
Bibi tao menurunkan ember lainnya, dan melanjutkan, “Jika dia ketahuan, dia akan menunduk dan tidak berani menatap wajah saya sedikit pun. Dia penakut tapi bukan kepada orang lain, melainkan hanya kepada ibunya. Saya melihat anak saya dari wajah anda.”
Xin Mei tidak berkata apa pun. Dia tidak tahu apa yang harus di katakannya untuk sekarang.
“Anda cantik. Maaf lancang, saya sudah melihat tubuh anda di telaga teratai di dekat kedai. Saya ingin segera menghampiri anda, tetapi melihat anda sangat senang, saya tidak melakukannya dan berhenti melangkah. Lalu kembali melakukan pekerjaan. Dan lagi pula di pagi hari seperti itu tidak ada pelanggan. Yang menginap pun juga sepi.” Ucap bibi tao yang sudah mengisi air untuk xin mei yang setengahnya.
Xin mei mengambilnya, dan bibi tao pun juga.
“Jika anda kelelahan, anda bisa beristirahat di sini, biar saya saja melakukannya. Lagi pula saya sudah senior, jadi pekerja sepele seperti ini bukan apa-apa bagi saya.”
“tidak apa-apa bibi. Anggap saja ini sebagai olahraga untuk tubuhku. Aku ingin berlatih bela diri untuk menjaga diri,” jawab xin mei dan di dalam hatinya dia juga menambahkan untuk membunuh orang yang telah membunuh keluarganya.
“Jika begitu, saya menjadi lebih lega mendengarnya.”
Bibi tao lalu berjalan dan di ikuti xin mei.
Ketika xin mei menoleh, melihat-lihat apa yang ada di sisi jalan, bibi tao tiba-tiba berkata, “anda sangat cantik. Ah, ini sudah kedua kalinya saya mengatakan itu, tapi nona anda sangat cantik. Jika di bandingkan dengan tuan rumah dengan perhiasan dan make up di wajahnya, anda lebih cantik, walaupun tanpa perhiasan atau apalah itu.”
Xin mei hanya bisa tersenyum sedikit. Dia tidak tahu apa yang harus dia katakan. Namun, hatinya tidak bisa berbohong, dia senang bukan main. Pujian-pujian bibi tao membuatnya lebih bersemangat dan bergairah untuk menyelesaikan hukum yang telah di berikan. Tapi, setelah beberapa saat dia teringat dengan ibunya.
Saat itu musim salju. Butiran-butiran salju seperti hujan berjatuhan, sangat lebat dan tebal. Deru angin juga tidak kalah jumlah dan ributnya. Di rumah kayu dengan atap jerami yang sudah di penuhi salju yang menumpuk. Di sebuah jendela, terbukalah seperti ada orang yang bersemangat untuk membukanya.
Sepasang mata berkilauan memandang butiran-butiran salju, hatinya tergerak untuk tertawa. Tidak berselang lama, angin mulai masuk ke dalam.
“jangan mei’er di luar badai masih tebal dan keras.” Seorang wanita paru baya menutup jendela dengan cepat. Ketika dia mulai menarik kedua belahan jendela, dia sekilas melihat hamparan malam yang di penuhi salju yang tidak ada jumlahnya. Badai salju ini, entah kapan akan selesai. Dia lalu menutup jendela.
“ibu, ibu, Kenapa ibu menutupnya? mei’ er baru membukanya. Lihatlah hamparan salju itu, mereka sedang asyik menghias malam ini! Mereka seperti bintang-bintang di musim panas atau di musim semi. Oh, betapa indahnya mereka jika sang angin tidak meniupnya.”
Seorang gadis tidak menyukainya. Dia berdiri di samping jendela. Dia gadis yang cantik. Kedua matanya yang besar sedikit memandang ke atas, membayangkan salju-salju tidak di usik oleh angin. Dia memakai han Fu putih yang indah dengan balutan baju hangat yang tebal terbuat dari sutera.
Rambutnya hitam legam terurai. Di telinganya ada sepasang liontin yang indah.
“kau bisa menyaksikannya di besok hari. Kau tentu tidak akan pergi ke mana-mana besok, kan?” Wanita paru baya di sampingnya menjawab dan menarik tubuh gadis itu ke dalam pelukannya. Mengusap-usap rambut gadis itu dengan lembut. Dia memakai gaun merah yang indah. Pandangannya sangat lembut, siapapun akan nyaman berada di sisinya.
Sang ibu meraih sisir di meja samping tempat tidur. Kemudian menyisir rambut Xin mei dengan lembut.
“ibu....”
“iya.”
“Ibu... Apa aku cantik?” xin mei menoleh ke arah ibunya yang tersenyum.
“Tentu saja. Anak gadis ibu sangat cantik. Dia tidak ada tandingannya dengan yang lain di dunia ini. Dengan kulitmu yang lembut dan wajah ovalmu, ibu khawatir ada banyak Pria yang akan melamarmu. Ah, jika saat itu terjadi, ibu tidak bisa membayangkan betapa bahagianya ibu, melihat anak gadis ibu di hias dengan indah dan menjadi pengantin.”
“Ibu! Ibu terlalu berpikir terlalu jauh, anak ibu membaca pun belum bisa, merias diri juga belum, bagaimana ibu bisa berkata demikian?”
“Kau benar juga.” ibunya Merapikan rambut xin Mei. Membelahnya menjadi dua dan mengikatnya.
“ibu....apa aku cantik?”
“Iya, kau sangat cantik.”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 64 Episodes
Comments