Gadis Bordil
Di bawah kubah hitam dan awan hitam berbentuk gunung nan indah ini dia tidak pernah menyangka akan ada peristiwa seperti ini.
Di antara bermekaran pohon persik dan musim kawin para burung, seharusnya dia bahagia. Walaupun tidak untuk selamanya, setidaknya dia bisa bahagia untuk satu hari yang telah lama dia impikan.
Suara hiruk-pikuk terdengar di sekitarnya. Suara-suara itu menjerit, berteriak, bercampur aduk seperti es cendol. Mereka saling menyelamatkan diri. Mencari jalan keluar ataupun tempat yang aman.
Kobaran api di sekitarnya seolah menggantikan lampion-lampion yang seharusnya menerangi di tempatnya sekarang. Panas, dingin, ketakutan bercampur aduk menjadi satu di dalam hatinya.
Seorang pria tampan nyaris menyerupai wanita tergeletak di depannya. Pakaian merah merona yang dia kenakan, di penuhi bercak-bercak darah segar.
Dia tidak tahan, dia ingin membalaskan dendam. Dia ingin memotong-motong tubuh sang pembunuh calon suaminya. Namun apa yang dia bisa? Dia hanya seorang gadis dari keluarga bangsawan. Seorang gadis yang hanya memanfaatkan kekayaan keluarganya dan reputasinya untuk menakuti-nakuti orang di sekitarnya.
Kedua matanya sangat redup, memperlihatkan kesedihan yang mendalam.
Ketika dia melihat sosok hitam yang membunuh suaminya, jantung terasa jatuh ke dalam lembah yang dalam. Tubuhnya terasa di sedot oleh lubang hitam yang tak berujung. Sambil menunduk, sepasang matanya meneteskan air mata, satu, dua, tiga dan banyak. Dia tidak tahan untuk menangis dan melupakan kesedihannya yang mendalam.
Suara-suara perlahan-lahan menghilang. Lalu di gantikan oleh hembusan angin malam yang dingin, Namun menyejukkan baginya.
Pohon-pohon bunga persik yang tumbuh tidak jauh darinya menerbangkan kelopak-kelopak bunga dan menaburkannya di tempat gadis itu bersimpuh, melihat orang yang paling dia cintai tergeletak tak bernyawa.
Setelah beberapa detik melihat pria di depannya, dia sedikit mengangkat wajahnya, memandang ke arah yang lebih jauh.
Beberapa mayat tergeletak begitu saja. Darah mengalir berserakan, menghiasi lantai. Di antara mayat-mayat tersebut, Seorang pria tua tengah berbaring. Dadanya berdarah, dan ada bekas tusukan di sana, tepat mengenai jantungnya.
“ayah...” dia bergumam.
Dia lalu berdiri. Dengan mata yang penuh dendam dan memerah, dia menatap orang berpakaian hitam di depannya.
Pria yang di tatap, hanya diam. Pria ini memakai topeng, capil, dan pakaian hitam.
Dengan marah, wanita yang mengenakan hanfu merah yang indah berkata, “aku sudah siap. Bunuh aku sekarang. Bunuh!”
Pria di depannya diam.
“aku bilang bunuh!”
Tiga orang melompat dari atas genteng, perlahan-lahan mendekati pria berjubah yang berada di depan wanita cantik. Mereka membungkuk memberi hormat.
“lapor tuan, kami sudah membunuh semua anggota keluarga Li.”
Pria yang memakai topeng, mengeluarkan beberapa kantong koin, lalu melemparkannya ke arah pria membungkuk yang paling depan.
Senyuman bermekaran di wajah pria yang menerimanya.
“Terima kasih, tuan, terima kasih.”
Pria bertopeng berbalik pergi.
“Tuan.” Tiba-tiba salah satu memanggilnya, membuatnya berbalik.
“Bagaimana dengan wanita cantik itu?”
“terserah kalian.” Pria itu kemudian melakukan perjalanannya.
“berhenti!” akhirnya wanita cantik itu berkata.
“jika kau tidak membunuhku, aku akan membunuhmu!”
pria itu tidak berminat, membuat wanita itu semakin marah.
“Jika kau tidak membunuhku! Kau akan menyesal!”
Pria itu pun akhirnya tertarik. Dia kemudian berbalik dan mendekati wanita yang seharusnya kini menjadi permaisuri itu.
Senyuman jahat bermekaran dari balik topengnya.
“Bagaimana kau akan membunuhku?”
“Aku....aku... Aku akan melakukan segala cara untuk melakukannya!”
Pria itu mendekatinya. Tendangan keras mendarat di dada wanita itu dan membuatnya jatuh ke belakang. Bau lantai yang Harum dan sedikit di penuhi bau tanah menyusung lubang hidungnya.
“Ayo lakukan!”
Pria itu menendang tubuh wanita itu dari samping, memperlakukannya seperti budak yang keras kepala. Atau memperlakukannya seperti seorang anak yang telah melakukan kesalahan besar.
Wanita itu merintih kesakitan. Air matanya tidak bisa di bendung dalam pendirian ini. Bayangan – bayangan pernikahan yang dia inginkan kini hancur dan sehancur-hancurnya. Dia menangis. Tenggorokannya terasa ada yang mengganjal, tubuhnya semuanya terasa sakit.
Pria itu tidak henti-hentinya menendangnya dan memerintahkan beberapa orang di sekitarnya untuk pergi meninggalkan mereka sendiri.
“ayo lakukan!” bentaknya sambil tetap menendang.
Sang gadis hanya bisa menangis dan sesekali memejamkan matanya karena sakit. Kedua Tangannya ingin sekali dia gerakan untuk berdiri atau jika bisa menendang dan menampar pria biadab yang telah menghancurkan, membunuh dan meporanda-porabdakan kediamannya.
......................
Segelintir angin malam menyelimutinya. Puluhan kelopak bunga persik menaburinya. Ribuan rumput-rumput menghangatkannya. Dia bersandar di batang pohon tua itu. Nafasnya lembut, namun di penuhi penderitaan. Kedua matanya tertutup rapat dari balik rambutnya yang halus dan indah. Tapi, alis-alisnya masih melengkung ke depan dengan indah.
Kedua tangannya terjatuh tidak berdaya di sampingnya. Dia menunduk.
Tidak beberapa lama, bayangan terlihat di udara. Lalu terlihat seorang pria berpakaian hitam mendekat. Dia membuka kain di wajahnya, memperlihatkan wajah yang penuh dendam. Kedua matanya memerah, alisnya terangkat, pipinya sedikit mengembang.
Dia berjongkok di dekat gadis itu. Tangannya menyela rambutnya yang menunduk, memperlihatkan wajah yang lesu dan di penuhi pilu yang berat.
Timbul perasaan iba dan kasihan dengan gadis yang tak berdaya di hadapannya.
Namun seketika ingatan- ingatan tentang pembantaian keluarganya tergambar jelas di benaknya, yang tidak lain di lakukan oleh keluarga gadis itu sendiri.
Saat itu, juga di malam hari. Dia berlari-lari dan berdesak-desakan masuk ke rumahnya. Rasa sakit dan kepanikan di sekitarnya tidak dia hiraukan. Yang paling dia hiraukan saat itu adalah Ibunya.
Kerumunan orang keluar. Saling berdesakan. Mereka berteriak histeris, kebisingan pecah. Tang Li berusaha masuk sambil memanggil nama ibunya. Asap keluar dari balik pintu, membuat tang Li Khawatir.
Apa yang terjadi? Mungkinkah ibu sudah.... Tidak! Tidak! ibu tidak boleh meninggalkanku.
Air mata Tang Li menetes, membasahi pipinya yang sedikit mengembang itu. Tidak beberapa lama, dia akhirnya Berhasil masuk. Ketika masuk, dia tertegun. Jantungnya seolah copot dari tubuhnya. Nafasnya seolah tertahan.
Dia terkejut menyaksikan peristiwa yang tidak pernah dia bayangkan seumur hidupnya.
“Ibu....!”
Dia berteriak, dan menghampiri ibunya yang tergeletak begitu saja. Darah merembes dari perutnya.
“ibu...! Bangun! Bangun, aku ada di sini! Ayo ibu bangun!”
Betapa keras dia berteriak, ibunya tidak merespon apa pun. Ibunya sudah pergi untuk selamanya, tanpa mengucapkan selamat tinggal ataupun memberikannya manisan.
Dia mengambil pedang yang tidak jauh dari mayat ibunya, kemudian berdiri. Kedua matanya memandang tajam ke arah seorang pria yang tidak jauh berada.
“aku akan membunuhmu!”
Memegang erat-erat pedangnya, kemudian berlari sambil berteriak. Tidak peduli entah dia akan terbunuh atau tidak, yang pasti dia ingin meluapkan kemarahan yang memuncak.
Pria itu dengan dingin menghunuskan pedangnya dan ingin menyerangnya. Namun, keberuntungan masih berpihak kepada tang li. Dia diselamatkan oleh seseorang kakek tua yang merupakan ahli bela diri. Mulai sejak itu, dia berjanji akan memusnahkan keluarga itu dan membalaskan dendamnya.
Dia masih memendam dendam kepada keluarga itu, bahkan jika semua orang yang telah membunuh keluarga sudah mati, dia belum puas. Yang dia inginkan adalah kematian semua keluarga itu. Bahkan jika dia bisa, dia ingin sekali memusnahkan tubuhnya sekaligus
Kecuali untuk gadis yang pilu di depannya. Dia ingin mengirimnya ke rumah bordil dan membuatnya tersiksa untuk selama-lamanya. Dia mengamatinya sejenak, senyuman penuh nafsu mulai terlihat di wajahnya. Perlahan-lahan, dia mengerakkan tangannya untuk meraih gadis itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 64 Episodes
Comments