Seketika kedua bola mata Widya terbelalak sempurna, karena begitu terkejut setelah mendengar penjelasan dari Binar. Dia menarik lengan gadis itu hingga berbalik padanya. "Apa maksudnya tinggal di sini sementara? Kamu pikir rumah kita panti sosial?" sergahnya dengan sorot tajam. Widya seakan ingin memakan putri sambungnya itu hidup-hidup.
"Tolonglah, Bu. Nanti akan kujelaskan, tapi biarkan tuan Rain untuk istirahat dulu," pinta Binar. Gadis itu tetap berusaha untuk bersikap sopan dan lembut kepada ibu tirinya tersebut.
"Istirahat katamu?" protes Widya lagi. "Mau kamu taruh di mana pria tinggi besar itu? Di sini cuma ada tiga kamar. Seharusnya kamu mikir dulu sebelum bawa orang dengan seenaknya! Rumah ini bukan kontrakan!" gerutu wanita itu lagi. Hampir setiap saat selalu ada saja bahan pertengkaran antara dirinya dengan Binar.
"Hentikan, Bu. Ini sudah malam," cegah Binar masih dengan nada bicara yang lembut. Gadis itu kemudian mengalihkan perhatiannya kepada pria yang kini dia panggil dengan sebutan Rain. "Mari. Kubantu Anda ke kamar." Tanpa banyak bicara lagi, Binar memapah Rain untuk dibawanya ke dalam kamar yang biasa dia tempati.
"Hey, Binar! Kamu sudah gila? Bagaimana mungkin kamu mau mengajak pria asing tidur di dalam kamar itu! Gadis tolol!" sentak Widya lagi. Berbagai makian keluar dari mulutnya.
Namun, Binar tak memedulikannya sama sekali. Dia membantu Rain untuk duduk di atas ranjangnya yang berukuran kecil. "Maaf, Tuan. Beginilah keadaan rumahku. Anda bisa tidur dan beristirahat di sini untuk sementara hingga benar-benar pulih. Aku harap Anda segera membaik agar bisa kembali pada keluarga, karena mereka pasti sangat khawatir," ujar gadis itu dengan senyuman lembut.
Si pria tidak menjawab. Dia menatap Binar dengan lekat, seakan tengah memindai setiap detail dari diri gadis itu. Sesaat kemudian, Rain memejamkan matanya untuk sejenak masih dalam posisi duduk bersandar. Dirasakannya ada selembar kain yang menutupi tubuh tinggi besar tersebut. Pria tadi kembali membuka mata. Dia melihat Binar tersenyum. Gadis itu baru selesai menyelimuti dirinya. "Terima kasih," ucap Rain pelan.
Binar tidak menjawab. Dia hanya mengangguk. Setelah itu, gadis cantik tersebut membuka lemari plastik di sudut ruangan. Dia tampak mengambil piyama dari dalam sana.
"Kamu akan tidur di mana?" tanya Rain mengikuti langkah Binar dengan tatapannya.
"Aku bisa tidur di kursi ruang tamu. Anda istirahat saja dulu," sahut Binar seraya mengangguk pelan. Dia pun keluar dari kamar. Gadis berambut panjang tersebut duduk termenung di atas kursi. Tubuhnya terasa amat lelah, terlebih saat itu waktu sudah menunjukkan lewat tengah malam. Binar pun mengambil bantal rasfur karakter miliknya, kemudian dia letakkan di pinggir kursi panjang. Gadis itu pun merebahkan tubuh seraya memejamkan mata.
................
Rasanya baru beberapa jam saja Binar tertidur di atas kursi ruang tamu, kini dia sudah harus kembali terbangun. Segudang pekerjaan rumah telah menunggu untuk dia selesaikan. Setelah duduk sejenak sambil mengumpulkan tenaga, gadis berusia dua puluh tahun itu segera menggulung rambut panjangnya menggunakan jedai. Binar pun kemudian beranjak ke kamar mandi untuk membersihkan diri sebelum adik-adiknya bangun. Sehabis mandi, barulah dia ke dapur dan menyiapkan sarapan.
Tak membutuhkan waktu yang lama bagi gadis itu dalam hal memasak, karena memang dia hanya membuat nasi goreng. Untung saja karena kedua adik tirinya bukan tipe anak-anak yang manja. Mereka akan memakan apapun yang Binar siapkan.
"Binar, hari ini aku banyak pekerjaan di laundry. Kalau bisa kamu jangan pulang terlalu malam," pesan Widya. Seperti biasa dengan nada bicaranya yang ketus.
"Biyung kira-kira pulang jam berapa?" Binar balik bertanya sambil mencuci peralatan masak yang baru dia gunakan. Sementara Widya tengah menyiapkan bekal makan untuk dirinya.
"Aku usahakan pulang tepat waktu, tapi kemarin masih banyak pekerjaan yang belum selesai," jelas wanita paruh baya itu. Dia lalu terdiam sejenak. "Kapan pria itu akan pergi dari rumah ini?" tanyanya tiba-tiba. Dia kembali mengungkit permasalahan semalam.
"Tuan Rain tubuhnya masih lemah. Aku tidak tega jika ... ."
"Kenapa kamu harus merasa tidak tega?" sergah Widya yang tiba-tiba kembali merasa dongkol dengan sikap Binar. "Memangnya kamu tahu siapa pria itu? Bagaimana jika ternyata dia buronan polisi? Tukang jualan narkoba atau mungkin justru pembunuh!"
"Astaga, Biyung. Kenapa bisa berpikir sejauh itu?" Binar terus menolak anggapan buruk Widya terhadap pria asing yang dipanggil Rain olehnya.
"Kamu saja yang bodoh. Itu kelemahan kamu, mudah percaya sama orang. Gampang iba. Kamu harus tahu, orang macam kamu itu akan mudah ditindas dan diperdaya orang lain." Widya terus menggerutu hingga dia selesai menyiapkan bekal makanannya.
Mendengar semua umpatan sang ibu tentang dirinya, Binar hanya terdiam. Dia tak ingin menanggapi hal itu, karena hanya akan memperpanjang urusan. Baru saja dia selesai mencuci perabot dapur, Wisnu dan Praya muncul. Mereka berdua telah bersiap dengan seragam sekolah. Hari ini keduanya mendapat jadwal giliran sekolah pagi.
"Kalian sudah siap pagi-pagi begini?" tegur Widya yang merasa heran, pasalnya itu baru jam enam lebih lima belas menit.
"Ada tugas piket, Biyung," sahut Wisnu. Dia segera duduk pada salah satu kursi.
"Kamu sendiri, Ya. Biasanya juga berangkat paling telat," ujar Widya lagi.
"Harusnya Biyung senang, bukannya malah marah-marah," sahut Praya dengan enteng, membuat Binar segera mengulum senyumnya.
Namun, senyuman itu seketika pudar ketika Wisnu kembali bersuara. "Mbok, mana uang buat SPP yang kemarin itu. Aku sudah bilang ke petugas TU mau dilunasi hari ini."
Seketika Binar tertegun untuk beberapa saat. Dia lalu mematikan kran air dan berbalik menatap sang adik. "Kalau dibayar dulu setengahnya bisa, kan?" tanyanya dengan nada bicara yang terdengar ragu.
"Lah, bukannya Mbok kemarin sudah janji mau dilunasi bahkan sampai bulan depan?" Wisnu terlihat kecewa.
"Iya, Nu tadinya sih begitu tapi ...." Binar tak melanjutkan kata-katanya. Sementara tatapan tajam Widya telah siap untuk menyerang gadis itu. Binar pun bukan tak menyadari hal tersebut. Namun, dia memilih untuk berpura-pura tidak menghiraukannya.
"Begini, Nu. Masalahnya, jika Mbok berikan uang untuk melunasi SPP kamu, kita tidak punya pegangan untuk biaya hidup bulan ini. Sisa uang yang Mbok punya pun belum tentu cukup untuk memenuhi kebutuhan selama satu bulan," jelas Binar dengan penuh sesal.
Mendengar penjelasan dari putri sambungnya itu, tak ayal membuat Widya langsung naik pitam. "Memangnya kamu ke manakan uang gajianmu?" sentaknya. "Ini baru tanggal dua, masa iya sudah habis lagi!" Widya melotot tajam kepada Binar yang hanya tertunduk. Gadis itu mengaku salah. Akan tetapi, apa yang telah dia lakukan semalam juga bukan merupakan sesuatu yang keliru.
Binar mengangkat wajahnya dan menatap sang ibu. "Maaf, Biyung. Sebagian uang gajianku habis untuk biaya rumah sakit tuan Rain. Dia ..."
"Apa?" Bentak Widya dengan mata yang semakin melotot tajam penuh amarah. Dia melemparkan bekal makannya ke arah Binar, dan hampir mengenai tubuh gadis itu andai Binar tidak segera menghindar. Nasi goreng di dalamnya pun tumpah berserakan di atas lantai. "Gadis tolol! Sia-sia aku merawatmu selama ini!" bentaknya lagi. Dia bergegas menghampiri Binar yang tak berniat untuk melawan sang ibu.
"Siapa pria itu sampai-sampai kamu harus banyak berkorban untuknya? Pikir pakai otak! Kamu itu juara umum saat di sekolah, tapi kenapa sekarang menjadi sangat tolol seperti ini!" Widya meluruskan telunjuknya pada kening Binar. Dia terus mengeluarkan segala unek-unek yang semalam belum sempat terlampiaskan. Sedangkan Wisnu dan Praya lebih memilih untuk segera berangkat ke sekolah, daripada harus melihat kemarahan sang ibu yang sudah biasa ditujukan kepada kakak tiri mereka.
Sementara itu, Rain terdiam di dalam kamar mendengarkan setiap caci-maki yang dialamatkan kepada Binar. Sebenarnya dia tak tega. Akan tetapi, dirinya masih merasa bingung dengan semua yang telah terjadi. Kehilangan ingatan telah membuat pria tampan itu menjadi tampak kelimpungan.
Ketika suasana sudah terdengar sepi, Rain beranjak turun dari tempat tidur. Dia juga keluar kamar. Dilihatnya Binar yang tengah membersihkan makanan di lantai. Gadis itu tidak tampak merasa sedih sama sekali. "Hai," sapanya membuat Binar tersentak dan langsung menoleh.
"Tuan Rain. Kenapa Anda bangun?" Binar yang saat itu sedang berjongkok, segera berdiri. Dia menghampiri Rain yang berada di lawang pintu dapur. "Aku sudah membuat nasi goreng. Isilah perut dulu sebelum minum obat," ucapnya seraya menyunggingkan senyuman manis.
"Jangan terlalu formal. Panggil saja aku Rain. Lagi pula, aku juga tidak ingat siapa namaku yang sebenarnya." Pria dengan bola mata berwarna amber itu tersenyum kecil.
"Tidak apa-apa. Semuanya butuh proses. Aku yakin tak lama lagi juga An ... um maksudku kamu pasti akan segera membaik," sahut Binar menanggapi. Dia mencoba untuk memberi semangat kepada pria yang telah ditolongnya.
"Mungkin sebaiknya aku pergi saja dari sini. Ibumu tidak suka dengan kehadiranku," ucap Rain lagi memaksakan diri untuk tersenyum.
"Tidak, tidak. Jangan terlalu diambil hati. Biyung memang agak kasar, tapi sebenarnya dia baik dan pekerja keras. Namun, setelah bapak tiada ... beban hidup kami jadi ...." Binar tertawa lirih. Dia lalu melongok ke ruang tamu. Dilihatnya waktu sudah menunjukkan hampir pukul tujuh. "Aku mau bersiap-siap. Sebentar lagi harus berangkat kerja. Sarapan saja dulu." Binar pun pamit ke dalam kamarnya.
Sedangkan Rain tertegun untuk sejenak. Dia memperhatikan lantai kotor yang belum selesai Binar bersihkan. Gadis itu sepertinya lupa dengan pekerjaannya, sehingga membiarkan begitu saja. Entah ada dorongan dari mana, Rain mengambil sapu ijuk dan juga pengki di dekat meja kompor. Meskipun terlihat sangat kaku, tapi dia tetap membersihkan lantai itu hingga tak ada sisa satu nasi pun di sana. Lantai itu terlihat sangat bersih, bukan hanya di area yang tadi terdapat tumpahan makanan saja, tapi seluruh lantai dapur tersebut.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 242 Episodes
Comments
Sri Yanti
Bali ....kan mbok itu kakak y
2023-02-17
1
Yeni Eka
kenapa adik-adiknya manggil Mbok?
2022-10-31
2
StrawCakes🍰
Rain = hujan
2022-10-20
1