Zafer melepaskan cengkeraman tangan di leher Tsamara dan langsung membuat wanita itu terbatuk-batuk.
Tsamara hanya bisa meringis memegangi kepalanya yang berdenyut dan juga lehernya yang sangat sakit akibat tindakan Zafer barusan.
Ia ingin menangis, tapi merasa malu jika harus menangis di depan mereka berdua. Tsamara hanya akan malu karena terlihat lemah di depan pasangan itu.
Sementara itu, klakson terdengar lagi dari luar, kali ini lebih sering sebagai tanda bahwa seseorang di luar tidak sabar untuk masuk ke dalam rumah, tetapi pemiliknya tidak membukakan pintu.
"Mereka benar-benar berisik! Ini semua karena putramu, dasar wanita cacat! Pengganggu itu, jadi hari-hari yang harus aku habiskan bersama kekasihku harus berakhir!"
Zafer memilih menjauh dari Tsamara yang selalu membuatnya marah dan kembali ke sisi Rayya yang masih menunggunya dengan wajah kesal setengah mati.
Tentu saja ia kesal, bagaimana sesi mesra dengan pacarnya harus disela oleh anak haram yang merupakan anak perempuan cacat itu.
Jika pada awalnya wajah Zafer terlihat marah dan penuh amarah, kini ekspresinya langsung melembut saat menatap Rayya.
Zafer selalu tidak ingin menunjukkan wajah ketakutan di depan wanita cantik ini. Ia hanya ingin menunjukkan wajah penuh kasih sayang yang akan selalu diberikan untuknya.
“Sayang, kamu tidak marah, kan, jika harus pulang sekarang? Sepertinya kamu harus lewat pintu belakang karena aku khawatir papa akan melihatmu di sini." Zafer mencoba memberikan pengertian kepada kekasih yang cantik dan berusaha untuk tidak membuatnya marah.
Namun, siapa pun yang melihatnya juga akan langsung tahu bahwa wanita itu marah hanya dengan melihat ekspresinya.
Rayya merasa kesal karena harus tiba-tiba pergi seperti ini. Seperti seorang wanita penggoda. Padahal yang lebih dulu bertemu Zafer daripada wanita cacat itu.
"Aku kesal dan marah! Kenapa akhir-akhir ini aku tidak bebas bersamamu?" kata wanita dengan wajah kesal itu.
Zafer meraih tangan dengan jemari lentik itu, memegang, lalu membelainya dengan lembut. "Maafkan aku, Sayang. Aku terpaksa harus menyuruhmu pulang."
"Aku berjanji akan menjaga semuanya dengan baik sampai kita bisa melakukan semua hal yang ingin kita lakukan, tanpa harus takut pada siapa pun."
"Tolong tunggu aku sebentar. Aku akan mencoba mengeluarkan wanita lumpuh itu dari hidupku. Kamu ingin menungguku, kan?"
Rayya tertawa malas. Ia bahkan tidak tahu harus percaya dengan kata-kata pria itu karena akhir-akhir ini tidak pernah bisa menepati janji yang telah dibuat pada dirinya.
Hingga membuat Rayya lelah harus berada dalam situasi yang menyebalkan saat ini.
"Baiklah, kali ini aku memaafkanmu."
Rayya tidak punya pilihan selain menuruti perintah Zafer karena sangat mencintai dan ia sendiri tidak punya solusi yang tepat.
"Kalau begitu, kamu harus segera pergi karena papaku akan marah jika harus menunggu terlalu lama. Jika kita berlama-lama lagi, papa akan mendobrak pintu rumah ini untuk mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi."
"Ayo, aku akan mengantarmu ke pintu belakang dan bisa pergi melalui sana." Zafer dengan lembut memegang bahu kekasihnya.
Kemudian segera mengantar wanita itu ke pintu belakang karena hanya itulah satu-satunya cara Rayya bisa pulang, agar orang tuanya tidak mengetahuinya.
Zafer berharap kekasihnya bisa pulang dengan selamat, dan yang lebih penting, berharap Rayya tidak lama-lama marah padanya.
Zafer mencuri satu ciuman terakhir dari bibir manis sang kekasih sebelum akhirnya memintanya untuk bergegas dan pergi.
"Nanti kutelpon, Sayang," kata Zafer yang langsung mendapat anggukan dari kekasihnya, lalu berjalan keluar dari belakang rumah.
Kemudian Zafer segera menutup pintu belakang setelah memastikan bahwa kekasihnya telah pergi.
Ia segera berbalik, kembali ke dalam rumah untuk menemui Tsamara dengan wajah penuh amarah seperti sebelumnya. Pria itu mondar-mandir, sementara suara klakson mobil masih terdengar dari luar.
Lelaki itu berusaha berpikir cepat, berusaha mencari alasan yang baik agar orang tuanya tidak marah, terutama sang papa. Sekarang, Zafer sedang mencari alasan, mengapa butuh waktu lama untuk membuka pintu depan.
Sementara itu, Tsamara yang terdiam sejak melihat adegan perpisahan kedua kekasih itu, sontak terkejut dengan tindakan Zafer.
Pria itu menunduk, memegang kedua sisi kursi rodanya, Zafer bahkan menyandarkan berat badannya tepat di hadapan, sehingga wajah mereka sekarang sejajar.
Tsamara harus menahan napas karena wajah Zafer terlalu dekat dengan wajahnya. Bahkan bisa merasakan napas hangat pria dengan paras rupawan itu menerpa wajahnya, yang masih shock saat ini.
"Apa yang Anda inginkan, Tuan?" tanya Tsamara dengan suara bergetar, menandakan ketakutannya terhadap pria yang berada tepat di hadapannya dalam posisi sangat intim.
“Dengarkan aku!" Zafer memerintahkan dengan tegas, kalimatnya penuh penekanan. "Aku akan melakukan sesuatu padamu dan kamu tidak bisa menolak, apalagi melarikan diri."
"Aku melakukan ini untuk diri sendiri dan bukan untukmu. Sebenarnya benar-benar tidak ingin melakukannya, tetapi tidak punya pilihan. Tidak ada saran yang lebih baik daripada apa yang kupikirkan saat ini."
Kalimat ambigu yang baru saja didengar, membuat Tsamara merasa sangat bingung dan hanya bisa bergumam sendiri di dalam hati.
'Tuan Zafer memangnya mau melakukan apa?' bisik Tsamara dalam hati.
Tentu saja, Tsamara tidak begitu mengerti kalimat ambigu itu karena tidak mengatakan dengan jelas apa yang sebenarnya ingin dia lakukan.
"Hei, wanita lumpuh, kau mendengarku, kan?" Zafer berkata dengan suara yang sedikit meninggi.
Tsamara tersadar dari lamunannya dan langsung mengangguk kecil. Tubuhnya gemetar, tidak bisa bersuara lagi karena terlalu takut Zafer akan selalu marah ketika mendengarnya berbicara.
Tampaknya semua yang ia lakukan akan selalu salah di mata pria itu.
"Aku akan menciummu."
"Apa, Tuan?"
"Bodoh!" Zafer segera menutup mulut Ayu yang baru saja berteriak karena terlalu terkejut.
Zafer juga terkejut karena tidak menyangka wanita itu akan berteriak hanya dengan mendengar kata-katanya.
"Dasar bodoh! Kenapa kau berteriak?" Zafer mengutuk dengan penuh semangat.
Pria itu mencengkeram dagu Tsamara dengan erat, memaksa untuk mendongak dan melihat wajahnya.
“Aku sudah memberitahumu, kan! Bahwa kau harus mengikuti apa yang kulakukan dan tidak berhak menolak, idiot! Jeritanmu akan mengundang rasa penasaran orang-orang di luar jika mendengarnya. Apa kau benar-benar ingin mati di tanganku?"
“Aku tidak menyuruhmu menangis! Hentikan air mata itu!” Zafer kembali berujar saat melihat mata Tsamara yang berlinang air mata. Ia benci melihatnya menangis, terutama di depannya.
Sementara itu, Tsamara kini berusaha menahan air matanya sendiri agar tidak tumpah.
'Tuhan, tolong kuatkan aku. Tolong buat aku bersabar dengan semua kekerasan yang dilakukan pria ini kepadaku. Dia tidak hanya menghancurkan hatiku, tetapi juga tubuh dan pikiran.'
'Tolong kuatkan aku untuk melewati semua ini, Tuhan. Aku masih harus menjaga anakku.'
To be continued...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 272 Episodes
Comments
Feni Nurfa
ini knpa novelx
2022-12-14
0