Di kamar hotel no 130. Tempat Grup Arutala sementara.
“Anak-anak yang katanya pernah diculik itu adalah Pejuang NED? Jika benar begitu, maka apa yang kukatakan nanti akan menjadi pusat perhatian kalian sementara,” ucap Orion.
“Apa maksudmu, Orion?” Mahanta bertanya.
“Ada seorang siswi di kelasku. Katanya siswi itu terluka dan mengalami kritis masa panjang selama 3 tahun terakhir. Tapi tidak mungkin, 'kan kalau dia tidak tumbuh se-inci pun.”
“Jika siswi itu kritis, maka itu bisa jadi. Jangka waktunya bagaimana? Saat sebelum dia mengalami itu dan setelahnya?”
“Selama 2-3 tahun berlalu dia kritis. Dan sampai sekarang dia masih berada di kelas 3 tanpa perubahan tubuh sama sekali,” jelas Orion.
Sebenarnya Orion menyelipkan kebohongan. Siswi yang Orion maksud adalah Lily, keberadaan Lily yang cukup membingungkan akan membuat Orion terus terpikirkan akan hal tersebut.
Dimana Lily adalah siswi kelas 3 saat Orion belum tiada. Namun setelah 20 tahun berlalu, Lily sama sekali tidak berubah dan tetap berada di bangku kelas 3 itu.
Dan Orion mengubah ceritanya dengan menjadikan Lily sebagai siswi kritis dan saat sudah sembuh, tak ada perubahan sama sekali. Sama persis seperti Lily yang pertama kali bertemu dengan Orion di masa lampau.
“Aku baru pertama kali mendengar hal ini,” ucap Mahanta.
“Iya, aku pun sama. Meskipun begitu, kalaupun tidak ada perubahan baik dari luar maupun dalam, mungkinkah itu artinya dia sama seperti kita?” pikir Gista.
“Itu dia yang ingin kukatakan!” sahut Orion.
Bintang berkelap-kelip memenuhi langitnya malam. Hari semakin larut, kendaraan berlalu-lalang pun kian sepi di luar. Orion melihatnya dari balik jendela, sembari berpikir jika mungkin Lily mengalami penyusutan pada tubuhnya.
Hal itu jelas saja, jika Lily memang Pejuang NED, tidak mungkin Lily mati di tahun yang sama. Kalaupun begitu, waktu ia bangkit juga bisa kapan saja dan tak harus setelah 20 tahun, sama seperti Orion.
Inilah yang menjadi misteri saat ini. Di kala musuh tak nampak masih bersendau gurau di luar sana, akan tetapi takdir buruk yang menimpa para Pejuang NED khususnya anak-anak kecil, itu pasti sangat berat.
Gista sangat mendalami perkataan Orion sebelumnya. Namun tak banyak jawaban yang bisa ia dapatkan jika hanya mendengarkan cerita.
“Besok aku akan mampir ke sekolahmu. Bertemu siswi itu agar aku mengerti keadaanya,” tutur Gista.
“Nona Gista, biarkan saya yang menyelesaikan masalah ini. Anda cukup memikirkan rencana yang akan kita hadapi ke depannya,” ujar Mahanta mengajukan diri.
“Tidak. Aku sendiri yang akan ke sana dan mengurusnya,” kata Gista menolak.
“Nona Gista akan melakukan hal yang sama seperti yang dulu pernah Anda lakukan padaku?” pikir Orion. Lantas Gista menganggukkan, benar.
Kekuatan es Gista, yang mampu membuat ilusi di sekitar target. Tapi kemampuan Gista tak hanya itu, yakni dapat mengetahui jejak darah dari target itu sendiri. Meski terdengar tak berguna, es itu mampu membedakan darah orang-orang biasa dengan darah Pejuang NED biasa ataupun dengan darah Pejuang NED yang terbilang sangat langka.
Karena kekuatan yang disebut-sebut ilusi itu juga, Gista mengetahui darah yang dimiliki Orion adalah darah langka. Darah penghubung jiwa dan raga.
“Daya serang, pertahanan dan juga sebuah trik. Aku yakin, wanita ini sangat kuat. Mungkin kekuatan inilah yang sering disebut pesulap.” Orion menganggukkan kepala beberapa kali.
“Tapi tenang saja. Itu tidak akan melukai tubuhnya juga,” lanjut Gista.
“Aku tahu. Karena itulah kenapa disebut ilusi saat Nona Gista menggunakannya, 'kan?” celetuk Orion menghela napas pendek.
“Hei, kalian bicara apa sebenarnya?” tanya Mahanta yang tak mengerti dengan pembicaraan mereka berdua.
Klak! Orion membuka pintu kamar, hendak pergi ke suatu tempat namun mereka berdua menahannya sementara lalu bertanya ke mana Orion akan pergi.
“Ini sudah larut malam, ingat besok kau sekolah, Orion.” Mahanta berkata dengan tegas.
“Aku ingin menemui Pahlawan Kota sebentar. Hanya sebentar saja,” ucap Orion sambil tersenyum menoleh ke belakang.
“Silahkan saja,” kata Gista tidak keberatan.
“Eh?! Tapi, Nona Gista!” pekik Mahanta tak sengaja bersuara keras karena terkejut Gista membiarkan Orion pergi begitu saja.
Orion merasa senang karena diperbolehkan begitu saja tapi di sisi lain ia juga khawatir kalau Gista mengetahui sesuatu tentangnya yang lain.
“Tidak mungkin kalau kekuatannya bisa mengetahui masa laluku juga,” batin Orion.
Suasana hotel tidak sepi namun juga tidak ramai. Karena tenang, udara di sekitar terasa sejuk. Dengan harum ruangan yang semerbak, serta makanan ataupun minuman yang panas seketika ikut tercium juga.
“Loh, kamu lagi? Kamu mau ke mana?”
Tiba-tiba seseorang yang tampaknya mengenal Orion pun memanggil. Ia adalah wanita berkulit cokelat matang, Ketua Grup Raiya Meera.
“Saya hanya ingin mencari udara segar,” jawab Orion.
“Oh, kalau begitu kakak te—”
Sebelum wanita ini menyahutnya kembali, Orion kembali berbicara dengan sedikit tegas, “Dan saya lebih suka sendiri.”
“Ah, begitu.” Jelas wanita itu tampak kecewa berat karena Orion enggan ditemani.
Orion pun kembali melanjutkan perjalanannya. Menaiki tangga untuk naik ke lantai 16. Di sini adalah lantai, tempat di mana Pahlawan Kota itu tinggal.
“Aku ragu kalau semua lantai ini dia tempati. Kira-kira di mana, ya kamarnya?” gumam Orion seraya menoleh ke sekeliling.
Jika mungkin Orion bisa menemukannya melalui firasat atau insting. Biasanya kalau insting itu mengarah untuk segera menghindar maka itu artinya dialah orang yang dicari.
Dan sekarang Orion pun tengah mencobanya.
“Semua pintu terlihat sama. Coba saja kalau tidak ada nomornya, maka pasti aku akan tersesat,” gumam Orion lalu ia berhenti setelah beberapa langkah melewati kamar yang ke-10 kalinya.
Orion terdiam sejenak. Ia merasa seperti diperhatikan seseorang dari segala arah. Namun kepekaannya mengarah ke kamar hotel yang kini berada di sampingnya. Ia pun kemudian menghadap pintu itu.
“Di sudut lantai memang ada kamera cctv. Tapi ini tidak salah lagi, yang aku rasakan saat ini memang nyata. Dan dia ada di balik ini.” Orion membatin.
Insting yang mengarah pada marabahaya di sekitar, kalaupun orang lain itu tidaklah mungkin. Karena Ketua lainnya sudah mengetahui Orion. Itulah mengapa Orion berpikir bahwa aura ini adalah aura milik Pahlawan Kota.
Pahlawan Kota ternyata tidak hanya sekadar gelar saja. Orang ini bahkan berwaspada sekali. Sudah begitu hawa keberadaannya tidak main-main, dan sempat membuat Orion tak dapat bergerak.
Terasa mencekam dan seolah-olah sebilah pedang diacungkan tepat di leher Orion. Sehinga membuatnya bergidik merinding.
Tok!Tok!
Dua kali Orion mengetuk pintu, berharap dapat jawaban dari dalam kamar. Setelah menunggu selama 10 menit, tetap tidak ada jawaban.
Perasaan Orion semakin gelisah, peluhnya bercucuran deras, dan merasa ia tak sanggup, ia pun berbalik badan. Berniat kembali, namun rasa penasarannya kian membelenggu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 266 Episodes
Comments