Orion lantas bangkit. Kedua kakinya yang sudah bertelanjang kaki sejak pulang sekolah pun mengubah cairan es menjadi uap.
Mempelajari sebuah teknik itu bukanlah hal yang biasa. Itu sungguh luar biasa, karena teknik bukan sembarang teknik digunakan. Memperluas jangkauan serang, memblokir sekaligus membentengi diri sendiri dengan kekuatan itu adalah hal yang sulit dilakukan.
Hanya sekitar 5℅ Pejuang NED yang bisa melakukannya, di antara lainnya adalah yang berbakat. Jenius di antara jenius.
Kini, Orion baru melakukan hal dasar dari kekuatan api. Memutarbalikkan kekuatan yang terus mengalir ke seluruh bagian dalam tubuh dalam rentang waktu yang cukup lama. Sampai ia lelah dan kehabisan napas, barulah Orion berhenti melakukan itu.
Dengan begitu, kekuatannya akan lebih stabil dan bisa dikendalikan sesuai kemauan. Serta meningkatkan stamina secara tidak langsung. Tubuh Orion akan selalu teringat dengan proses itu jika terus melakukannya setiap hari.
Karena sulit jika harus mencoba teknik memperluas jangkauan serang. Kini Orion mampu mempeluas jarak sekitar 2-3 meter dari posisi.
“Sudah kubilang itu sulit, kau ngeyel juga,” gerutu Mahanta.
“Memangnya kenapa? Toh, ini bukan urusanmu. Setidaknya aku bisa melakukan ini walau hanya singkat berjarak pendek, itu pula berkat pelatihan yang diberikan wanita ini,” sahut Orion sambil menunjuk Gista.
“Sebut dia Nona Gista, dasar bocah!”
“Aku tidak datang kemari hanya untuk itu. Ini berkaitan dengan pertemuanku dengan para ketua dari organisasi lain. Aku ingin memperkenalkan Orion pada mereka dan juga Pahlawan Kota,” tutur Gista.
“Apa?! Pahlawan Kota, Anda bilang? Apa saya tidak salah dengar?” pekik Mahanta, ia benar-benar tak percaya dengan apa yang barusan Gista bicarakan pada mereka.
Orion pun juga menunjukkan reaksi yang sama. Awalnya juga Orion tak begitu tertarik dengan Pahlawan Kota meskipun Raka (Adik Mahanta) pernah menyinggung soal keberadaannya.
“Tidak akan ada masalah, tenang saja Mahanta. Selama Orion ada bersamaku,” ucap Gista dengan penuh keyakinan.
“Tidak ...tidak ...tidak ....jangan, Nona! Kumohon! Orion adalah anak kecil, bagaimana kalau dia diperbudak olehnya?” pikir Mahanta berwajah gelisah, pucat pasi seraya menggigit jari jemarinya.
Tampak Mahanta sangat mencemaskan bila Orion akan bertemu dengan Pahlawan Kota. Tapi Gista bersikap biasa saja, seolah ini adalah hal biasa.
“Pahlawan Kota itu 'kan diktator! Apalagi saat bertugas dan satu tim dengan beberapa orang, pasti kerjaannya cuman menyuruh-nyuruh saja!” pekik Mahanta sambil duduk bersimpuh lalu memegang kepala dengan kedua tangannya.
“Mahanta, kau itu terlalu cemas. 'Kan ada aku,” ucap Gista sekali lagi dengan kepercayaan diri yang luar biasa.
“Apa sih yang mereka bicarakan? Kalaupun Pahlawan Kota memang diktator, aku juga takkan tunduk semudah itu,” batin Orion.
Pahlawan Kota J-Karta, Pejuang NED yang bangkit 30 tahun yang lalu. Konon katanya orang ini menguasi kendali bumi yakni gravitasi. Menurut Mahanta, Pahlawan Kota itu memiliki sikap kediktatoran. Sombong dan tak beradab.
Bagaimana bisa orang semacam itu menjadi Pahlawan? Ya, tidak ada jawaban yang pasti.
“Pokoknya aku ingin membawa Orion sebentar. Kau tetaplah di rumah.” Gista tetap kukuh dengan pendiriannya.
“Me-memangnya kapan Anda akan pergi? Dan di mana?” tanya Mahanta dengan terburu-buru sampai lidahnya sedikit terpeleset.
“Pertemuan itu diadakan pada malam hari di sebuah hotel, yang saat ini Pahlawan Kota ada di sana. Itu dekat, dan jangan kau pikir untuk menyusul kami.”
Seketika Mahanta tersentak karena niatnya mudah ditebak oleh Gista. Mahanta pun terdiam dan tak bicara sepatah kata pun lagi.
“Sebelumnya aku berterima kasih padamu karena telah mengajarkanku sesuatu. Tapi kenapa Nona Gista ingin mempertemukanku dengan Pahlawan Kota?” Orion bertanya.
“Hanya ingin mempertemukanmu saja dengannya. Karena aku pikir, jika kamu kenal dengannya maka suatu saat dia akan membantumu tanpa pamrih,” pikir Gista.
“Bukankah dia itu diktator? Entah kenapa aku tidak yakin dengan keputusanmu, Nona Gista.” Orion mengerutkan keningnya.
Gista tahu betul kalau Pahlawan Kota itu diktator. Karena kekuatannya yang sulit dilawan oleh Pejuang NED lain, membuatnya sangat sombong. Seakan-akan ia berada di puncak sendiri dengan bawahan yang tetap berada di bawahnya. Sejujurnya Gista tidak terlalu terganggu dengan keberadaan Pahlawan Kota yang seperti itu, melainkan ia sedikit tertarik bahkan berusaha untuk merekutnya.
“Dia itu orang hebat. Meski sikapnya kebanyakan buruk, tapi dia punya satu sikap yang di mana, dia tak bisa mengalihkan pandangan pada orang yang lebih lemah darinya,” kata Gista.
“Hah? Bukankah dia tukang perintah?” tanya Orion tak mengerti.
“Mungkin bisa dibilang, dia jaga image?” pikirnya.
Jika dipikir begitu, maka itu tak salah lagi. Pahlawan Kota yang menjaga image baik di depan publik tapi sebenarnya di balik layar dia orang sombong dan tukang perintah.
“Itu ...aku tak yakin kalau Nona Gista suka dengan sikap palsunya?”
Sepertinya yang barusan dikatakan oleh Orion tak ada gunanya. Gista mungkin tidak menjawab keraguan Orion tentang Pahlawan Kota tapi melihat kedua matanya berbinar-binar seperti itu ...
“Wanita aneh.” Orion membatin.
Sudah pasti Gista menyukai sikap Pahlawan Kota yang sedang jaga image.
“Nona Gista. Saya harap Anda akan sampai dengan selamat nanti. Jika Anda memerlukan sesuatu, panggil saya kapan pun.” Mahanta kembali berbicara dengan posisi berdiri membungkuk sedikit ke hadapan Gista.
“Kau ingin ke mana?” tanya Gista, ia peka. Mengetahui bahwa Mahanta mungkin akan pergi ke suatu tempat.
“Saya akan mengurus Endy ke depannya,” jawab Mahanta. Ia pun berpamitan pergi dari gedung.
***
Di ruangan bawah tanah. Tempat yang sama, saat Orion terbangun waktu itu. Mahanta pergi ke sana untuk menemui Endy.
Sembari mengancingkan kemeja yang ia kenakan, Mahanta berbicara, “Apa kabar Pak Endy? Aku datang untuk menjengukmu.” Kemudian tersenyum.
“Kenapa Grup Arutala mengurungku kemari?”
Endy hanya terduduk di balik jeruji besi dengan ditemani tengkorak-tengkorak manusia. Nuansa yang cukup mengerikan namun Endy bersikap biasa.
“Aku cuman ingin bercerita padamu. Anak itu menggunakan serangan pengalihan yang sama sepertimu,” ujar Mahanta.
“Apa maksudmu? Kenapa tiba-tiba membicarakan orang lain?” ketusnya.
“Dia menggunakan serangan pengalihan secara langsung dari depan ke belakang. Meski situasinya agak berbeda dari kau yang menggunakan tanah sebagai perantara ...”
“Hentikan pembicaraan yang membosankan ini.”
“Memangnya kau pikir aku membicarakan ini untuk apa?”
“Maksudmu?” Endy bertanya lantas tak mengerti.
“Nona Gista bicara apa saja padamu? Dia terlihat marah saat aku kembali ke ruangannya. Aku yakin itu ada hubungannya denganmu atau anak itu secara langsung,” tegas Mahanta menatapnya dengan tatapan tajam.
Mahanta rupanya sangat serius dengan apa yang ia bicarakan. Endy sekalipun tak bergeming begitu melihat sorot matanya yang tajam.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 266 Episodes
Comments