Suatu Tindakan yang Merasa Bahwa Itu Benar
Orion berputar ke belakang dan semburan api keluar dari telapak kedua kakinya. Namun itu terlalu dangkal, sehingga Endy dapat mudah menghindar. Sosok Endy yang tengah memperhatikan sekitar pun menjadikan ini sebuah kesempatan, pria berjubah sebelum ini tumbang namun tak lama ia kembali bangkit.
Melesat menuju ke arah Endy, selaput berlendir yang terlihat seperti slime itu mengunci pergerakan kedua kaki dan tangan Endy sehingga tak dapat bergerak. Kemudian mencekik lehernya dengan kuncian tangan, Endy pun kehabisan napas dalam rentang waktu yang pendek. Terlihat wajahnya sedikit membiru setelah tumbang tak sadarkan diri.
“Hah, kau payah dalam segi apa pun, ya!” sindirnya pada Orion.
Ia kembali dengan seluruh tubuh yang sedikit menghitam. Melihatnya mampu berdiri mungkin ia sudah baik-baik saja. Sesekali ia mengeluarkan asap hitam dari mulutnya setelah menghela napas.
“Maafkan aku. Aku benar-benar kikuk saat menghadapi pertarungan yang nyata. Yang bisa aku lakukan hanyalah menghindar,” ujar Orion merasa bersalah.
“Ha! Baguslah kau menyadarinya! Lain kali berlatihlah dengan benar!”
Orion terdiam sembari menatap Endy yang berbaring di jalanan. Lalu berpindah ke arah dinding luar rumah yang sudah rubuh.
“Apa ini tak masalah?” Orion bertanya.
“Itu akan jadi urusan Arutala, maksudku Nona Gista. Kita lebih baik kembali dengan membawa pria ini.”
***
Mereka berdua telah kembali ke rumah dengan raut wajah tak bersahabat. Melihat mereka begitu, sudah pasti sesuatu terjadi di luar sana.
“Raka!” panggil Mahanta pada pria berjubah itu.
Mahanta sangat terkejut begitu melihat adiknya Raka menjadi hitam begitu. Mahanta pula juga terkejut melihat Orion dengan potongan rambut yang berubah.
“Orion, rambutmu yang panjang ke mana?” tanya Mahanta.
“Jangan cerewet,” ketus Orion.
“Hei, orang ini berhasil kubawa. Dia sedang tak sadarkan diri,” kata Raka yang kemudian menyodorkan tubuh Endy pada mereka.
Gista hanya menganggukkan kepala lalu terdiam memandanginya. Raka yang dalam kondisi seperti itu pun segera pamit undur diri, Mahanta yang ingin mengobatinya pun segera mengikuti Raka.
“Sepertinya aku menyusahkan dia,” ucap Orion sadar diri.
“Tidak perlu menyalahkan diri sendiri. Pria itu adalah adik dari Mahanta, namanya Raka. Sekali-kali memang dia harus direpotkan. Jadi, tak perlu khawatir,” ujar Gista dengan santai.
“Oh, pantas saja aku berpikir mereka sangat mirip tapi hanya wajah mereka saja. Lainnya seperti sifat, mereka berbanding terbalik.”
“Tentu saja mereka ada perbedaan. Saudara pasti begitu.”
Untuk Orion, ia tak mengerti arti dari saudara karena memang ia adalah anak tunggal. Jangankan mencoba mengartikannya, ia justru selalu di cap buruk di mata keluarganya.
Sungguh kehidupan yang mengenaskan. Namun Orion membalas perkataan Gista dengan senyum dan tawa pendek.
“Jika kau tidak punya saudara. Mulai sekarang anggaplah kami sebagai saudaramu sendiri.” Gista berbicara.
“Dari dulu aku penasaran. Apa alasanmu menerima diriku di sini?” tanya Orion.
“Tidak ada hal khusus. Aku hanya tak ingin anak-anak terlantar di luar sana. Keluargamu mungkin akan terkejut saat mengetahui bahwa kamu masih hidup saat ini,” jawab Gista.
“Jadi karena aku anak-anak, ya ...” Orion bergumam seraya melirik ke arah lain. Ia enggan menerima kenyataan bahwa tubuhnya menyusut karena sesuatu dan mungkin tak bisa kembali.
Berencana untuk mengatakan hal aneh ini kepada Gista, tapi ia kemudian meragu saat mendengar Gista menolongnya karena Orion adalah anak-anak.
“Lain kali, cobalah untuk mempercayaiku,” tutur Gista yang mengerti kesulitan Orion.
***
Endy masih berada di ruangan yang sama bersama Gista dan Orion saat ini. Tanpa mengikat tubuhnya, Gista membiarkan Endy begitu saja.
“Bicaralah, apa yang menjadi alasanmu melakukan tindakan kriminal selama 3 tahun setelah kau bangkit?”
Seperti biasa, Gista hanya perlu menanyakan sebaris kalimat yang mengarah langsung pada masalah utama. Sikapnya yang tegas begitu terasa dan terlihat bagi mereka berdua.
“Cih, tidak akan!”
Endy berdecih, ketika ia melangkah ke depan pintu, Gista pun memblokir pegangan pintu dengan kekuatan es-nya.
“Bicaralah,” ucap Gista sekali lagi. Ia melirik ke arahnya dengan tajam.
Setelahnya pun, Endy duduk bertekuk lutut. Dengan tubuh gemetar ia mulai membicarakan apa yang menjadi alasan tindakannya selama ini.
Endy adalah seorang guru pengasuh anak-anak yang berusia 5 tahun ke bawah. Ia yang ramah mampu memenangkan hati mereka dengan penuh kebahagiaan. Sejak dulu, Endy tidak memiliki pendamping hidup. Ia terus melajang hingga di usia tua-nya.
“Aku selama ini tidak pernah salah,” ucap Endy. Kukuh atas pendiriannya.
Keyakinannya adalah, "Semua anak-anak haruslah bahagia selalu."
Suatu ketika, ada salah seorang anak yang selalu datang dengan wajah murung. Tampak ia sangat sedih, ketika Endy bertanya, anak itu selalu berkata tidak ada masalah. Namun Endy memiliki suatu firasat, dan benar saja saat ia membuntuti anak itu ketika pulang bersama walinya.
Wali dari anak itu menghajar habis-habisan. Bahkan setelah dipergoki oleh Endy pun, kejadian tersebut terus berulang setiap kalinya. Tidak hanya itu, kejadian penculikan semakin marak. Tak ada habisnya seseorang meneror anak-anak.
Endy bertindak bahwa hanya dengan melenyapkan mereka yang telah membuat anak-anak menderita, adalah hal terbaik. Tentu saja itu tidak benar. Endy telah gelap mata, berpikir bahwa suatu kesalahan bisa ditebus dengan melayangkan nyawa.
Itu sama saja seperti Endy dengan mereka yang memperlakukan buruk pada anak-anak.
“Sebagaimana wali atau orang tua setiap anak adalah keluarga mereka. Jika memang dia begitu, harusnya kau cukup laporkan saja pada pihak berwajib. Khususnya untuk tindak kekerasan dalam keluarga seperti itu,” ujar Orion memberikan pendapat.
“Kau pikir semua orang tua sama? Meskipun sudah diberi peringatan, mereka akan tetap melakukannya!” sahut Endy menegas.
“Tapi bukan berarti membunuh itu dibenarkan.”
Seketika Endy terdiam. Menyadari kesalahan yang telah lama ia perbuat. Semenjak kebangkitannya, ia melakukan aksi balas dendam terhadap orang-orang yang memperlakukan anak-anak dengan buruk.
Tapi semua sudah terlanjur terjadi. Ibarat nasi menjadi bubur.
“Terlalu menggampangkan tindakan, adalah salah satu kecerobohan yang besar.”
Tok!Tok!
Mahanta kembali ke ruangan Gista berada, ia pun membuka pintunya sesaat setelah es itu mencair. Ia hendak membicarakan sesuatu namun tertahan karena melihat mimik wajah Gista yang terlihat sangat marah.
“Nona Gista marah. Ada apa dengan situasi saat ini? Jarang sekali melihatnya begini,” batin Mahanta seraya melihat ke sekeliling.
Orion pula hanya terdiam di sana. Dan mungkin Mahanta telah tahu apa penyebab kemarahan Gista sekarang, tidak lain karena masalah Endy. Endy kini hanya menundukkan kepala dalam-dalam, ia tak lagi mampu bicara sepatah kata pun sekarang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 266 Episodes
Comments