Jam 06.15 pagi, diriku terbangun karena mengingat akan mencuci seprei yang semalam terpaksa kuganti. Karena tau sendiri kan, saat pertama kali melakukan itu, ada noda darah menempel karena kesucianku direnggut oleh suamiku sendiri.Kesan malam pertamaku, awalnya aku tak tahan dan ingin menyudahi ritual percintaan itu, sungguh perih hingga diriku meringis kesakitan.
Namun, karena kasian juga pada mas Rangga yang terlihat penuh dengan hasrat, aku berusaha untuk menahan sakit itu.
Saat diri ini melangkah untuk meraih keranjang baju kotor untuk dicuci, entah mengapa bagian sensitif ku terasa begitu perih. Namun ku paksa untuk tetap melangkah agar segera mencuci seprei bekas semalam. Kan malu kalo mbok Ijah yang nyuciin, ntar diledek lagi dan banyak tanya saat melihat ada noda darah di seprei tersebut.
Mas Rangga masih berada di alam mimpi, dan aku sengaja tak mau membangunkannya lagipula kan ini hari libur, biarkan saja dulu dia tertidur. Saat menuruni anak tangga, rasa perih itu makin terasa namun tetap saja aku gak nyerah untuk bisa melangkah kearah belakang tempat mesin cuci berada.
Hingga disatu momen, saat diri ini gak hati-hati melangkah eh malah kepleset dan hendak jatuh untung saja ada sebuah tangan yang menolongku hingga hanya keranjang cucian kotor doang yang terlepas dari tanganku karena saking kagetnya.
"Kakak gak apa-apa kan? "terdengar adik iparku bertanya namun diriku masih diam membisu karena menahan sakit pada daerah sensitif ku.
" Kakak sakit yah? Yuk duduk dulu. "Ucapnya lagi namun diriku masih tetap berdiri di tempatku sambil memejamkan mata karena sungguh sangat sakit kurasakan.
Diriku terkejut mana kala adik iparku malah menggendongku kearah sofa yang berada diruang keluarga. Ingin rasanya melepaskan diri, namun sulit karena keadaanku yang tak memungkinkan.
" Kakak tenang aja, aku tak akan macem-macem kok. Aku hanya ingin membantu kakak duduk disofa. "Ucapnya yang mungkin merasa diriku tak nyaman saat digendong olehnya.
" Makasih yah, kamu sekarang boleh pergi!aku sekarang sudah gak apa-apa kok, tadi itu hanya kaget saja karena mau jatuh. "Ucapku berbohong. Gak mungkin juga kan berkata jujur menahan sakit karena habis berperang dikasur bersama abangnya.
Bisa kulihat ada tatapan iba dari mata adik iparku tersebut. Dengan senyuman manis aku meyakinkan dirinya kalau diriku sedang baik-baik saja dan tak ada yang perlu dikhawatirkan.
" Yah udah kak, lain kali hati-hati yah kalo jalan biar gak kesandung lagi kayak tadi. "Ucapnya membuatku salting saat tangannya mengusap pipi ini dengan lembut. Apa maksudnya seenaknya memperlakukan kakak iparnya seperti itu.
Kulihat dirinya sedang memungut baju kotor yang berserakan dilantai tempatku terpeleset tadi. Entah mengapa dia menatapku dengan senyuman seperti meledek ku. Dia pun kembali menghampiri ku sambil tetap menyunggingkan senyum itu.
"Oh, pantes aja tadi kuperhatikan saat menuruni anak tangga, kakak jalannya seperti zombie. " Ucapnya tertawa lebar membuatku mengerutkan alis karena tak mengerti omongannya.
"Zombie? " tanyaku meminta penjelasannya.
"Hehe, aku jadi iri pada bang Rangga deh. Tapi gak apa-apa sih menurutku walaupun nanti dapetnya bekas abang aku. " Ucapnya membuatku makin bingung. Aghh, sepolos itukah diriku sampai tak mengerti sedikitpun ucapannya.
"Apa maksud kamu sih? atau jangan-jangan.. " Aku melirik kearah tumpukan baju kotor yang sudah kembali tersimpan di keranjang. Aghh, dia sudah pasti melihat noda di seprei itu.
"Biasa aja kali kak. Semoga saja nanti aku bisa seperti bang Rangga. " Ucapnya membuatku berpikiran aneh tentangnya.
"Jangan macem-macem deh, aku ini kakak iparmu loh. Harus punya etika yah kalo ngomong ama orang yang lebih dewasa darimu. Dasar bocah ingusan berotak mesum. " Ucapku dengan ketus.
"Lalu, semalam pas mati lampu kenapa kakak membalas ciuman ku? itu tandanya kakak punya rasa kan ama aku? hehe,jadi jangan sebut aku bocah ingusan lagi. " Ucapnya memegang dagu ini lalu pergi meninggalkan ku begitu saja yang masih terperangah mendengar ucapannya barusan.
Aku menyesal telah memeluknya semalam. Mengapa juga cuaca tak bersahabat denganku ditambah listrik yang sengaja mati seolah memberikan kesempatan kepada bocah ingusan itu. Yang gilanya lagi, aku malah membalas perlakuan bocah itu yang seharusnya tak boleh dilakukan. Semoga saja, kejadian itu tak terulang lagi.
Karena merasa sudah agak mendingan, kucoba melangkah lagi secara perlahan dan akhirnya sampai juga ditempat mesin cuci berada. Saat mesin itu sedang bekerja, aku melangkah kearah dapur untuk sekedar membantu mbok Ijah menyiapkan sarapan.
"Eh, non udah bangun toh? maaf sarapannya lagi sementara diproses dulu. Silakan tunggu dimeja makan, sepuluh menit lagi selesai kok. " Ucap mbok Ijah sambil tersenyum ramah padaku.
"Aku bantu yah mbok! biar ada kegiatan juga diriku ini. " Ucapku lalu mengambil alih untuk membuat nasi goreng yang bumbunya sudah diracik oleh mbok.
"Seharusnya tadi nyuruh mbok aja buat nyuciin baju kotor itu! itu kan sudah kewajiban mbok disini, jadi non gak perlu repot. Apalagi tadi mbok perhatikan, non jalannya kayak sedang kesakitan gitu. " Ucap mbok yang sadar dengan keadaanku menahan perih didaerah sensitif ku.
"Eh.. Hmm anu mbok, entah mengapa kakiku terasa sakit, jadi jalannya gak normal. " Ucapku kikuk, malu kalo mbok tau yang sebenarnya.
"Kaki atau itu yang sakit? " Ucap mbok Ijah sambil memonyongkan bibirnya kedaerah sensitif ku.
"Itu hal yang lumrah terjadi kok Non, dimalam pertama merasakan sakit yang luar biasa didaerah yang itu. Jadi gak perlu malu ama mbok. Kita kan sesama wanita yang sama-sama merasakan rasa sakit itu. " Ucap mbok lagi membuatku tersenyum malu karena ketahuan juga oleh si mbok.
Saat makanan sudah tertata diatas meja, terlihat adik iparku menuruni anak tangga bersamaan dengan mas Rangga. Aghh, tau aja kalo makanannya sudah tersedia. Atau mungkin memang sudah hafal betul jam sarapan dimulai. Aku tersenyum kearah mas Rangga lalu menyuruhnya duduk disampingku untuk menikmati sarapan yang ku buatkan khusus untuknya.
"Mas, coba deh rasain masakanku! harus jujur yah, kalo gak enak bilang aja biar aku perbaiki lagi cara memasaknya. Maklum, aku gak pandai soal masak memasak.
Mas Rangga hanya tersenyum manis menanggapi omonganku, lalu mulai memasukan nasi goreng buatanku ke mulutnya. Aku menunggu nilai yang akan diberinya kepadaku,semoga saja suamiku suka dengan masakanku ini. Saat mengunyah sesendok, dia pun terhenti sejenak seperti memikirkan sesuatu,
" Gak enak yah, mas? "tanyaku dengan mata berbinar menunggu jawaban darinya.
" Lain kali kalo masak, garamnya dikit aja! ini keasinan loh. "Ucapnya lalu mengganti sarapan menggunakan roti yang sudah dipanggang oleh mbok tadi.
Walaupun sakit hati karena mas Rangga gak suka dengan masakanku, aku menahannya saja sendiri tanpa menunjukannya kepadanya. Lagipula, aku yang salah kok. Dengan begitu kan aku bisa lebih belajar lagi, dan tak patah semangat. Semoga besok-besok masakanku bisa diterima oleh mas Rangga.
Mas Rangga sudah menghabiskan sarapannya lalu meminta izin kepadaku untuk masuk ke ruang kerjanya untuk menyelesaikan pekerjaan yang belum tuntas. Katanya sih, walau libur dikantor, tapi dirumah gak libur dan tetap bekerja. Padahal maunya, aku ingin bersantai sambil bermanja dengannya seharian ini mumpung lagi libur. Tapi, yah sudahlah.
"Kak, kalo menurutku sih nasi goreng ini sangat lezat. Buktinya nih, mau habis kumakan sendiri. Bohong tu bang Rangga ngomong keasinan. Besok, masakin lagi yah Kak! " Ucap Rendy membuyarkan lamunanku dan sekaligus bikin kaget karena melihat nasi goreng buatanku sedang dimakan olehnya.
"Aghh, kamu yang bohong. " Ucapku tak percaya dengan omongannya. Bisa aja dia hanya kasian karena mas Rangga tak mau memakan masakanku.
"Kalo gak percaya, coba buka mulutnya. " Ucapnya sambil mangap menyuruhku untuk mencobanya sendiri. Entah mengapa, aku membuka mulut dan menerima suapan dari adik iparku tersebut.
"Iya sih kalo menurutku ini pas rasanya. " Ucapku gak sadar kalo tetap menerima suapan dari Rendy lagi.
"Berarti, selera kita sama kak. Biasanya jodoh loh kalo samaan seperti itu. " Ucapnya membuatku tersedak. Untung saja didepanku ada air minum, langsung aja ku teguk sampai tak bersisa.
"Hati-hati dong kak! " Ucapnya lalu menghampiriku dan menepuk-nepuk belakangku.
"Bocah, kamu tu yah bikin tensi naik aja. Jangan asal ngomong, aku ini istri abang mu tau. Gak mungkin berjodoh denganmu. " Ucapku menepis tangannya yang memegangi pundakku.
"Kenapa ribut-ribut sih? Kamu diapain ama Rendy ampe cemberut seperti itu? " tiba-tiba mas Rangga sudah ada aja di hadapan kami. Membuatku takut dirinya berpikiran aneh tentang kami berdua.
"Ini loh, bang.. Kak Renata kesedak nasi goreng buatannya sendiri. Makanya kubantuin ngasih dia air minum. Saat kucoba membantu menepuk-nepuk belakangnya, malah marah-marah gak jelas bukannya ngomong terima kasih padaku. " Ucap Rendy membuatku membulatkan mata sepenuhnya.
"Kalo udah sarapannya, aku tunggu dikamar yah sayang! " ucap mas Rangga kemudian berlalu menuju kearah kamar.
Aku kembali melototi adik iparku tersebut karena merasa kesal dengan omongannya pada mas Rangga tadi. Kupikir dia bakalan takut kupelototin dengan tajam, eh malah tersenyum lebar lalu dengan beraninya dia malah mencium bibir ini tanpa aba-aba. Sontak, aku pun mendorong tubuhnya agar menjauh dariku, untungnya berhasil. Bisa berabe kalo bibi atau mas Rangga melihatnya.
"Rendy, stop! jangan kurang ajar pada kakak iparmu sendiri yah? atau ku laporkan pada mas Rangga atas pelecehan ini. " Ucapku mengancam dirinya.
"Kak, aku tau kamu punya rasa yang sama terhadapku hanya saja kakak malu untuk mengakuinya dan disatu sisi kakak milik bang Rangga. Tapi, aku yakin suatu saat kakak akan jatuh ke pelukanku. "Bisiknya ditelingaku sehingga diriku bergidik geli lalu setelahnya dia berlalu meninggalkanku.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments