"Kalian berdua menikah di hari yang sama? Hah, apa jangan-jangan kalian berdua adalah pasangan?" Bunga memekik terkejut tatkala melihat layar komputer Caesar dan Fira secara bergantian, yang kebetulan saat itu mereka berdua tengah mengurus surat cuti selama beberapa hari. Suara Bunga yang cukup melengking membuat Fira dan Caesar menjadi pusat perhatian para guru yang tengah sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Dan di saat yang bersamaan, Caesar serta Fira segera membalik kan diri beserta kursi putar nya dan berkata “Tidak" dengan lantang yang disertai pupil mata yang melebar.
"Ini hanya kebetulan," ujar Fira dengan tangan kanan yang mulai mengusap tengkuk dingin nya. Oh ayolah, diri nya tidak mau seluruh sekolah tahu jika ia akan menikah dengan Caesar Ricardo. Diri nya bahkan tidak mengundang siapa pun dari rekan guru dengan dalih orang tua nya menginginkan pernikahan yang tertutup hanya di hadiri oleh kerabat dekat. Ayolah... masa hanya karena surat cuti kebohongan nya sudah terendus?
"Hei Bunga, Negara ini punya ratusan juta penduduk. Dilihat dari sana pun, semua orang pasti lah akan tahu jika kebetulan pasti akan terjadi," lanjut nya, berusaha keras untuk meyakinkan Bunga jika si dedemit bukanlah calon suami nya, ya walau memang benar jika Caesar adalah calon nya Fira. Kebetulan tidak sama dengan keberuntungan. Ibaratkan seratus banding satu dengan angka satu yang berada di balik kata keberuntungan. Berapa banyak orang lahir tiap detik nya? Bukankah itu disebut dengan kebetulan juga?
"Ya... siapa tahu 'kan—"
"Dengan nya? Hah dibayar berapa pun aku tidak akan pernah mau mengikat diri dengan gadis seperti nya," sahut Caesar cepat, membuat pandangan Fira dan juga Bunga teralihkan.
Mendengar penuturan kurang ajar si pria, Fira pun membalas. "Kamu kira aku juga mau menikah dengan pria seperti mu? Walau hanya diri mu satu-satu nya pria di bumi ini, lebih baik aku memutuskan untuk tidak menikah dan jadi perawan tua, cuih," katanya geram. Mereka berdua saling berpandangan sejenak, lalu segera memutar diri menghadap komputer nya.
"Kalian berdua-"
Liam menepuk pundak Bunga. “Bu Bunga tahu kan jika kucing dan tikus tidak akan pernah berdamai kecuali ada mau nya?" gumam Liam, mendorong pundak Bunga agar guru muda tersebut segera pergi dari sisi dua orang ini.
"Tapi-"
"Sudah, sudah." Liam terus mendorong Bunga, membawa nya menuju tempat yang semesti nya, membuat yang didorong menjadi sedikit kesal karena tidak mampu bertanya lebih untuk mengatasi rasa penasaran nya. Sebenar nya Bunga sudah curiga dengan dua orang tersebut. Selalu pulang diakhir, dan pernah suatu hari dipergoki naik mobil berdua. Bukankah itu aneh, mengingat Fira yang terlihat enggan untuk pulang bersama dengan Caesar?
Tak berapa lama setelah mesin printer mengeluarkan selembar kertas, Caesar dan Fira segera berdiri bersamaan. Mereka berdua saling pandang sesaat, mengambil kertas milik mereka masing-masing, lalu pergi dari ruang guru, hendak mengajukan surat permohonan cuti kepada kepala sekolah. Dua orang tersebut saling beradu dalam perjalanan nya. Caesar yang tidak mau kalah dari Fira, begitu pun sebalik nya. Sampai mereka berdua masuk ke ruang kepala sekolah tanpa mengetuk pintu terlebih dulu. Sungguh kurang ajar.
"Apa yang—ooh Pak Ricardo dan... Bu Fira." Kepala sekolah sebenar nya ingin marah karena seseorang masuk ke ruangan nya tanpa mengetuk pintu terlebih dulu. Namun, melihat Caesar yang datang, marah nya jadi tertahan, intonasi nya pun melembut, seakan menerima kedatangan Caesar. Sedangkan ketika melihat Fira, nada bicara nya kembali berubah, menjadi tidak suka. Hahh, benar-benar kepala sekolah yang pilih kasih.
Baik Caesar mau pun Fira sama-sama menyodorkan selembar kertas pengajuan cuti di hadapan kepala Oh. “Cuti?" tanya pak Sapar seraya melirik ke arah Caesar dan juga Fira. Mereka berdua mengangguk.
"Ah maksud nya, saya, saya akan menikah," lanjut Caesar seraya tersenyum manis ke arah si kepala sekolah. Fira juga memberikan pernyataan yang sama, membuat dahi Pak Sapar mengerut.
"Tidak, tidak. Kami menikah dengan pasangan yang berbeda. Hanya saja kebetulan waktu nya sama." Fira segera memecah keheningan di mana saat itu Pak Sapar tengah menyimpul kan hipotesis nya sendiri mengenai lembaran surat cuti yang mencurigakan.
"Benar." Caesar membenarkan, lalu segera melirik ke arah Fira sebentar.
Pak Sapar bernapas lega setelah mendengar penjelasan dari Fira dan juga pembenaran dari Caesar. "Syukur lah, Pak Ricardo. Saya tidak bisa membayangkan betapa hancur nya rumah tangga mu jika mempunya istri seperti Bu Fira," ungkap nya, dan langsung dihadiahi cengiran oleh Caesar. Lihat lah, bukan hanya diri nya saja, tetapi orang lain pun dapat menebak apa yang akan terjadi ke depan nya jika diri nya menikahi gadis yang kini tengah merengut.
"Saya menolak ajuan cuti selama tiga hari mu Bu Fira. Segera benahi dan jadikan itu satu hari." Pak Sapar mengembalikan surat cuti Fira, sedang kan menerima surat cuti dari Caesar. Woah, ingin rasa nya Fira mengamuk sekarang juga.
"Tapi kenapa, Pak Sapar...."
"Karena kamu sering telat, jadi nya aku tidak mengizinkan mu untuk mengambil cuti banyak hari, sebagai hukuman," jelas nya.
Dasar menyebalkan! Cuti adalah hak! kenapa aku tidak boleh menggunakan hak ku? Batin nya, mulai mengepalkan tangan nya dengan kuat, penuh ketidaksukaan. Sedangkan Caesar mulai tersenyum menang, bahagia saat melihat Fira seperti ini.
"Kalau begitu, saya permisi dulu ya, Pak Sapar," pamit Caesar dengan senyuman, begitu pun dengan Fira, ikut keluar namun dengan raut wajah masam.
"Aww, hei!" kesal Caesar ketika kepala nya mendapat tamparan dari Fira. Sedangkan si gadis mulai mempercepat langkah nya, berjalan mendahului Caesar dengan mulut yang mengeluarkan sumpah serapah, kenapa sekolah ini begitu menyebalkan, dan kenapa juga Pak Sapar bisa memegang jabatan tertinggi di lingkungan ini?
Brugh!
Karena serius mengumpat dan terlalu buru-buru, Fira jadi tidak fokus melihat sekitar, sehingga tanpa sengaja, tubuh nya menabrak seseorang dengan kuat, membuat kedua nya terjatuh ke lantai yang dingin.
Fira berhenti mengusap b**kong nya ketika mendengar suara rintihan kecil dari arah depan nya. Ia menengadah, melihat Hilda Idelia yang sekarang tengah meringis.
"Oh, Bu Hilda," panggil Caesar
Fira menoleh ketika mendengar suara Caesar dari arah belakang, dan tak berapa lama, si pria menyebalkan tersebut sudah berada tepat di hadapan nya, membelakangi nya guna menolong Hilda Idelia yang sekarang sedang mengaduh kesakitan.
"Bu Hilda tidak apa-apa? Tidak ada yang terluka, kan?" tanya nya dengan nada panik, membuat Fira yang berada di belakang mulai memamerkan wajah ingin muntah nya. Cuih, sok perhatian dan... ewh men ji jikan.
"Hei, maka nya, kalau jalan itu lihat-lihat kamu bisa menyebabkan orang lain terluka!" Fira berhenti beranjak ketika mendengar omelan Caesar yang di tujukan untuk nya. Fira berdecih, melanjutkan diri untuk beranjak, menatap Caesar intens, lalu segera pergi meninggalkan dua orang menyebalkan tersebut.
"Huh, dia terlihat suka sekali dengan si Hilda Jika suka, kenapa tidak menikahi nya saja dan malah menikahi ku? Sungguh lucu, dunia sangat lucu!" Rutuk nya sembari mempercepat langkah. Mata si gadis memicing guna melihat apa yang sedang terjadi di depan nya. Seorang gadis berambut panjang sedang berjalan sembari membawa satu buah roti, sedangkan di atas sana, lima orang pria tengah cengegesan dengan satu orang yang memegang satu plastik hitam yang terlihat penuh.
Merasa jika akan terjadi sesuatu yang tidak baik, Fira pun segera berlari menghampiri si gadis yang akan menjadi korban kenakalan empat remaja di atas sana. Dan ya.... sesuai prediksi, plastik tepung tersebut mengenai kepala Fira dan mengotori seluruh tubuh nya.
"hei! kamu bagaimana sih! Itu... terigu nya.... augh," remaja yang memberi interupsi pada teman nya mulai terlihat pusing, sebab plastik terigu nya mengenai kepala Fira, guru yang selalu membawa masalah kecil ke bagian konseling.
Dengan emosi yang sudah memuncak, Fira segera mendongak ke atas, melihat ke-empat remaja di atas sana. Empat lain nya panik, sedangkan ada satu yang berlima, tunggu Bu guru di terlihat tenang.
"kalian ke ruang konseling sekarang!" Perintah nya, dan langsung saja ke-lima remaja lelaki tersebut lari terbirit, menghilang di atas sana. Seperti nya mereka berencana untuk pergi ke ruang konseling, jika dilihat dari wajah ketakutan nya.
"Bu guru... ma-maafkan aku," suara lembut nan kecil yang berasal dari depan nya membuat Fira berhenti menepuk-nepuk kepala serta pakain nya. ia menoleh, mendapati seorang siswi yang baru saja ia selamatkan dari usilan anak-anak lelaki nakal. Raut wajah gadis tersebut terlihat ketakutan dan panik, sungguh kasihan. Fira berhenti membersihkan diri, lalu segera tersenyum.
"Siapa nama mu?" tanya Fira, memperhatikan wajah si gadis yang mulai memerah. Tampak asing, seperti nya baru kali ini Fira melihat siswi pemalu ini.
"Mira Santika," Gadis itu menyebutkan namanya dengan suara bergetar.
"Mira? Nama yang bagus. Orang tua mu pasti sangat pandai memberikan nama," puji Fira.
Si gadis tersenyum singkat, "Terima kasih. Tapi saya tidak punya orang tua." Mendengar jawaban itu, Fira terdiam. Menjadi salah tingkah sendiri. Oh Tuhan, apa ia salah bicara?
"A-ah, begitu ya... maaf. Ibu Tidak Tahu jika—"
"Tidak apa," pungkas nya. “Terima kasih ya, Bu, karena telah menolongku."
Fira mengangguk cepat dan setelah nya Mira Santika mulai pamit undur diri. “Oh ya—" suara Fira menghentikan langkah si gadis. la merotasikan kepala, melihat Fira dengan takut-takut.
"Kamu dari kelas mana?"
"12 Mia satu," jawabnya.
"Ah... kelas nya si dedemit," gumam Fira paham. Dan sesaat diri nya mulai ingat tentang murid pindahan yang di tempatkan pada kelas nya Caesar, XII MIA 1. Pantas wajah nya sangat asing.
"Jika ada siswa yang mengganggu mu, tak apa jika kamu ingin melaporkan nya pada Ibu. Wali kelas mu itu sepertinya tidak ada guna nya," Fira berbisik ketika menyebut kan kalimat terakhir. kan tidak etis jika diri nya mengatai Caesar dan di dengar oleh banyak murid yang tengah menyaksikan.
"Terima kasih, Bu," ungkap nya Tulus, lalu segera pamit pergi dengan cepat, meninggalkan Fira yang sekarang tengah menatap nya lurus.
***
"Kalian berlima tahu 'kan jika perundungan itu tidak baik? kenapa kalian selalu membuat masalah? Apa kalian tidak ingat dengan Mery, siswi dari Amerika yang memutuskan untuk tidak bersekolah lagi karena terus menjadi baham rundungan kalian berlima?" Fira mendumel di depan kelima siswa yang saat jam istirahat barusan membuat ulah. Bahkan Fira belum sempat membersihkan diri, terlihat dari rambut nya yang masih ada bercak putih.
"Hei, Radit Aditya! Kamu mendengar apa yang Ibu katakan? Kenapa sekarang masih menatap Mira dengan penuh intimidasi?" kesal Fira, dan segera Ra Dit mengalihkan perhatian nya ke arah lain.
"Ibu tidak mau tahu, kalian berlima pokoknya—"
"Memang nya Ibu wali kelas kami?" Radit mulai berbicara, menatap Fira dengan tidak suka. Sungguh siswa yang kurang ajar dan berhak di beri pelajaran.
"Biar pun Ibu bukan wali kelas kalian, tapi Ibu rasa semua guru harus memberikan perhatian lebih pada lima siswa nakal seperti kalian-"
Ceklek
Fira berhenti mengomel ketika mendengar suara pintu ruang konseling terbuka. Wali kelas XII MIA 1, Caesar Ricardo, masuk ke dalam ruangan dengan langkah besar.
"Keluar lah, biar aku yang urus,” kata Caesar yang di tujukan untuk Fira. namun, si gadis tidak mau, bersikukuh untuk tetap berada di sini.
"Ku bilang keluar lah, biar aku saja yang urus. Kamu urus diri dan juga murid kelas mu sendiri."
"Aku yang menemukan masalah ini, jadi aku pun berhak untuk ikut campur dalam menyelesaikan ini. Lagi pula aku sudah tidak tahan untuk memberi ke-lima bocah ini pelajaran," ujar Fira, tetap tidak mau pergi dari ruang konseling dan menyerahkan semua nya pada Caesar.
"Murid kelas mu saja tidak bisa kamu urusi dengan baik, bagaimana cara nya kamu mau sok ikut campur dalam masalah murid kelas ku?" sindir Caesar, membuat Fira geram.
"Kamu—" Ucapan Fira terpotong akibat ulah Radit.
"Sok menasihati, tapi kalian berdua terus merundung satu sama lain. Ck, memuakkan," Radit berdiri dari dudukan nya, dan tanpa menoleh sedikit pun ia pergi meninggalkan ke-empat temannya di ruang konseling.
Dan berakhir dengan Fira serta Caesar yang saling tatap.
Bersambung .....
Skakmat nggak tuh? Wkwkwk Radit, makasih sudah menyadarkan mereka berdua 😆
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 65 Episodes
Comments