Tepat pukul 08.00 pagi, Athana keluar kamar dan menuju ruang makan. Tubuhnya sudah segar meski di bagian sendi ada yang nyeri. Kecantikan pula terpancar sempurna dalam balutan kaus hitam dan celana warna senada. Rambutnya yang kecokelatan dikuncir tinggi, memperlihatkan lehernya yang mulus dan jenjang.
"Senang sekali akhirnya Non Athana mau sarapan seperti biasa. Terus begini ya, Non, biar tetap sehat," ujar Marlyn—kepala pelayan yang bekerja di rumah Athana.
"Berkat bantuan Nona Jessy saya bisa begini." Athana tersenyum tipis. "Tapi ngomong-ngomong, kenapa Nona Jessy pulang tengah malam tanpa menyertakan alasan?Apakah dia mengatakan sesuatu padamu?" sambungnya.
Marlyn berpikir sejenak, lantas menggeleng dengan ekspresi bingung.
"Saya malah tidak tahu kalau Non Jessy sudah pulang. Saya pikir masih ada di kamar," jawabnya.
"Oh, begitu ya. Baiklah, nanti biar kutanyakan saja pada Tuan Johan," ucap Athana sambil meneguk minumannya.
Marlyn mengangguk dan hendak pergi dari hadapan Athana. Namun, wanita itu melarangnya. Dia malah menyuruh Marlyn duduk di sana dan menemaninya makan.
"Tapi, Non___"
"Tidak apa-apa. Saya butuh teman." Athana mengulas senyum termanisnya.
Meski merasa sungkan, tetapi Marlyn tetap menjalankan perintah Athana. Dia duduk di hadapan sang majikan, lantas mengambil sedikit sarapan. Gerak-gerik Marlyn tak lepas dari pandangan Athana. Sebisa mungkin wanita itu mencari celah untuk membaca mimik wajah.
Karena tak jua mendapatkan petunjuk, Athana mengalihkan perhatian dengan mengambil sarapan. Namun, tak lantas ia suap. Dalam beberapa saat ia abaikan dan lebih memilih mengeluarkan ponsel. Selagi Marlyn masih ada di dekatnya, Athana akan menghubungi Johan.
"Halo, Tuan Johan," sapa Athana setelah sambungan telepon sudah terhubung.
"Iya."
"Apa terjadi sesuatu di markas, Tuan?" tanya Athana.
"Kenapa kau tanyakan itu?" Johan balik bertanya.
"Saya melihat pesan yang dikirimkan Nona Jessy semalam. Dia pamit pulang tanpa mengatakan alasan apa pun. Saya khawatir terjadi sesuatu di markas," jawab Athana.
"Apa kau sudah pulih?" Lagi-lagi Johan melayangkan pertanyaan, tanpa menanggapi ucapan Athana.
"Berkat bantuan Nona Jessy, sekarang saya merasa lebih baik, Tuan."
"Kalau begitu datanglah ke sini! Ada sesuatu yang ingin kubicarakan denganmu," perintah Johan, yang Athana yakini ada hubungannya dengan Jessy.
"Baik, Tuan. Saya akan segera ke sana."
Usai mengakhiri sambungan telepon, Athana melirik Marlyn. Wanita itu fokus dengan sarapannya, seolah-olah tidak mau tahu dengan apa yang dibicarakan Athana. Namun, entah sekadar pura-pura atau memang benar adanya.
"Yang penting aku harus waspada," batin Athana. Dia pun menyuap makanannya dengan lahap, lantas bangkit dan meninggalkan ruang makan.
"Saya akan menemui Tuan Johan. Tidak usah menyiapkan makanan sebelum ada perintah dari saya," ucap Athana sebelum pergi.
"Baik, Non."
______________
Mobil hitam milik Athana meluncur kencang di tengah padatnya kota. Di antara kendaraan lain yang berpacu dengan waktu, Athana dengan lincah mendahului mereka. Sampai akhirnya, ia tiba di jalan yang semalam.
Athana melambatkan laju mobil ketika sampai di tikungan tempat ia membakar mobil Jessy. Sudah tidak ada bekasnya di sana. Bahkan setitik abu pun tak tampak, mungkin sudah terbawa ban kendaraan yang melintas.
"Johan memintaku datang, apa ada hubungannya dengan ini?" batin Athana dengan sedikit cemas.
Perlahan, jantungnya berdetak cepat. Banyak kemungkinan-kemungkinan buruk yang bisa saja terjadi atas dirinya. Johan adalah pemimpin Red dengan bawahan yang tak terhitung jumlahnya, sedangkan Athana hanya seorang diri dan kemampuan yang dikuasai juga dari Johan. Lantas, sanggupkah ia membalas dendam sesuai keinginan?
"Aku pasti bisa," gumam Athana setelah memasuki gerbang markas.
Athana menarik napas panjang dan mengembuskannya perlahan. Ia lakukan berulang kali untuk menenangkan perasaan.
Akan tetapi, belum sempat batinnya membaik, tiba-tiba sudah ada pesan masuk yang langsung mengacaukan pikiran.
Nomor tak dikenal : Lebih berhati-hati, jangan ceroboh seperti semalam! Ingat, Mike jauh lebih mengerikan dari yang kau duga! Ada baiknya tunggu sampai mereka terlena.
"Nomor ini lagi, siapa sebenarnya dia?" batin Athana.
Walaupun tak bisa menebak siapa gerangan, tetapi Athana membenarkan apa yang ia tulis. Berhati-hati dengan Mike dan juga menunggu mereka terlena. Dua hal yang tampaknya memang harus dilakukan.
"Aku Athana, apa pun yang kuharapkan pasti akan tercapai, termasuk ... membuat perhitungan dengan mereka." Athana membatin sambil membuka pintu mobil.
Pertama kali memasuki gedung markas, Athana disambut dengan kericuhan rekan-rekannya. Mereka sibuk menyiapkan senjata api. Wajah-wajahnya terlihat panik dan gelisah, seakan-akan ada bahaya yang benar-benar mengancam.
"Ada apa ini?" tanya Athana dengan cepat.
"Nona Jessy dalam bahaya," jawab salah satu dari mereka.
"Bahaya?" Athana mengernyit heran.
"Iya. Dia diculik dan___"
"Athana, Tuan Johan menunggumu di ruangannya!" pungkas Dove dengan tatapan tajam.
"Baik." Athana mengangguk dan tidak lagi bertanya mengenai masalah Jessy. Dia sadar, Dove tak menginginkan dirinya tahu.
"Apa karena mobilnya terbakar dan jasadnya tidak ditemukan, jadi Johan menganggap Jessy diculik?" batin Athana sambil berjalan menuju ruangan Johan.
Setibanya di sana, Athana terkejut dengan sambutan dari Johan. Pria itu sudah membuka pintu lebar-lebar dan berdiri dengan tatapan nyalang.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 51 Episodes
Comments
YNa Msa
Semoga Tidak Terjadi Apa" pada Athana
2024-01-26
0
Syafrida Kadir Ida
yg mengirim pesan semoga di pihak Athana... kasian korban pengkhianatan
2022-11-14
0
Kiki Sulandari
Apakah Johan sudah tahu,Athana membunuh Jessy?
2022-11-13
0