Bab 4

Kupijat pelipis untuk meredakan sakit kepala ini. Belum juga bertemu, tapi kami sudah bertengkar.

Ponselku tak henti-hentinya berdering, nama Adam tertera di sana. Enggan kuangkat panggilannya, cukup sudah perdebatan kami tadi. Mungkin nanti aku akan mengirim pesan padanya, berharap saat makan siang nanti kami tak membahas Nayla.

Aku segera keluar dari mobil dan merapikan pakaianku, rok sepan hitam di padu dengan kemeja biru langit membuatku merasa percaya diri. Kulihat di kaca mobil tatanan rambutku yang masih ter sanggul rapi. Segera kulangkahkan kaki bersama para pekerja yang mulai berdatangan.

"Pagi Mbak Saras," sapa penjaga keamanan di kantorku.

Saras Angelica Suwito, itulah namaku, Saras nama panggilan orang-orang kantor. Raras panggilan Adam dan keluargaku, sedangkan Joan dan teman-teman dari dunia hiburan malamku akan memanggilku Angel.

"Pagi Pak Hadi. Oya, ini ada sarapan buat bapak sama yang lain," kuserahkan bungkusan nasi uduk ke tangan Pak Hadi, senyum merekah menghiasi wajahnya.

Mereka sangat senang mendapat perhatian kecil dariku, meski mereka pasti mampu membeli sarapan dengan gaji mereka, tapi percayalah, perhatian kecil seperti ini membuat mereka merasa di hargai.

Kebiasaanku adalah memberikan bingkisan pada para penjaga keamanan yang terletak tak jauh dari meja kerjaku.

"Terima kasih Mbak Saras, semoga pagi Mbak Saras selalu cerah secerah mentari pagi," begitulah lelucon garing yang sering Pak Hadi ucapkan padaku. Aku tetap terkekeh menanggapinya.

Seza hanya menggeleng di balik meja tinggi saat melihatku. "Pagi Za," sapaku pada rekan kerja kantorku itu.

"Aku ngga kamu bawa in sarapan juga?" omelnya saat aku baru saja mendudukkan diri di sebelahnya.

"Emang kamu makan-makanan pinggir jalan?" cibirku menggodanya.

Aku bisa berteman dengan siapa saja, saat sedang bersama Dila diriku bisa lebih lepas seperti apa adanya sebab dia tau siapa aku, sedangkan dengan Seza aku sedikit berhati-hati, meski orang lain menganggap kita sahabat.

Jarang sekali aku menceritakan kehidupan pribadiku, mungkin hanya sebatas bualan saja saat dia merasa tak enak terlalu banyak bicara dan akhirnya bertanya bagaimana hariku.

Ya begitulah, aku lebih sering mendengarkan keluh kesahnya di banding bercerita tentang diriku. Itu lebih baik dari pada dia tau siapa aku bukan? Aku sangat yakin dia pasti akan menghindariku dan berharap tidak mengenalku.

Saat ini dia sedang berdiri menyambut para pegawai kantor yang baru masuk kerja, sedangkan aku sedang sibuk mengecek surat masuk dan juga temu janji para petinggi perusahaan, serta karyawan lainnya.

Tak terasa waktu cepat berlalu, hingga aku lupa membalas pesan Adam. Hari Senin memang hari yang sibuk, aku dan Seza juga bergantian menerima panggilan masuk dan mengurus janji para tamu dengan mencatatnya.

Aku selalu bekerja dengan sungguh-sungguh meski gajiku tak seberapa. Setidaknya pekerjaan inilah yang bisa kubanggakan di depan keluarga dan teman-teman normalku.

Sampai suara seseorang yang sangat kukenal tepat berada di depan meja kami.

Seketika aku menoleh, dan tentu saja mata itu tengah menatapku dengan senyum khasnya.

Aku hanya bisa terperangah diam seketika. Mau apa dia ke sini? Itulah pertanya pertama yang terlintas di otakku.

Seza menarik kemejaku membuatku sadar seketika dan ikut berdiri di sampingnya.

Kulirik jam di pergelangan tangan, jam biasa yang wajar dipakai oleh pegawai sepertiku. Meski aku punya jam dengan harga ratusan juta di apartemenku.

Aku yakin Seza akan mencecarku dengan berbagai pertanyaan tentang jam tanganku itu, meski nanti, akhir pikirannya dia menganggap jam tanganku adalah KW.

"Siang Tuan, mau bertemu siapa?" Seza sudah menyambut lelaki itu tadi, tapi tetap aku bertanya yang sama dengan rekanku itu.

Sial, jam sudah menunjukkan hampir untuk makan siang, dan lelaki ini tiba-tiba muncul seperti jailangkung.

Kucoba tenangkan diri, tak mungkin juga orang sepertinya akan tiba-tiba muncul dan mencariku di depan umum seperti ini kan? Seketika aku melega.

Di perjanjian itu juga tak boleh kami terlihat saling mengenal. Kami sering melakukan aktivitas di luar ruangan, tapi semuanya di privasi, mungkin dia tak ingin ada orang lain melihat. Baguslah, setidaknya bukan hanya dia yang tak ingin terlihat bersama dengan wanita lain selain tunangannya, aku pun sama.

"Antar aku ke ruangan atasan kalian," titahnya. Sikap tiraninya tak pandang bulu, memangnya dia siapa yang bisa seenaknya bisa bertemu bos kami semaunya.

Lagi-lagi aku dibuatnya sebal, apa sebegitu berkuasanya dia di dunia bisnis ini? Di negara ini memang jarang sekali aku melihat berita tentang pengusaha dan apa usaha mereka.

Acara televisi lebih sering menayangkan acara gosip murahan atau sinetron azab-azaban.

Dengan berani aku tetap bertanya apa dia sudah memiliki janji dengan atasan kami. Seza hanya bisa menyenggolku, kulirik dia tak mengerti. Sejak tadi gadis itu tak bisa melepaskan pandangan terpesonanya pada Joan.

Sudah kukatakan bukan, jika Joan tipe lelaki yang di bayangkan dan diinginkan oleh sebagian kaum hawa.

"Kamu telepon saja bosmu itu nona, sebut namaku, aku yakin dia akan sangat senang mendengarnya," pongahnya.

Terbiasa dengan panggilan Lu-Gue, saat mendengar secara langsung dia berkata sopan, membuatku sedikit geli.

"Baik Tuan ..." aku harus pura-pura tak tau bukan? jika tiba-tiba aku menyebut namanya bisa-bisa Seza kembali memelototiku.

"Joan Alexander," jawabnya mengenalkan diri.

"Baik Tuan, mohon tunggu sebentar," balasku.

Kulakukan panggilan ke ruangan sekretaris atasanku, tak lama aku tutup karena kami harus menunggu balasan dari sekretarisnya.

Terlihat Joan melepaskan memandangnya padaku sejak tadi, meski aku selalu mengalihkan pandanganku ke sembarang arah untuk menghindarinya. Beruntung tak lama telepon kami kembali berdering.

Suara boskulah yang menjawab, " Saras, antar Tuan Joan segera ke ruanganku," pinta atasanku.

Sejenak aku mengernyit, bukan sekretarisnya yang kembali meneleponku, tapi atasanku langsung, sepertinya hubungan mereka tak biasa, maksudku hubungan bisnis keduanya, Entahlah aku kan tak paham bisnis.

"Mari Tuan saya antar ke ruangan beliau," ajakku.

Kami berjalan bersisian menuju lift, aku sedikit heran karena biasanya, seperti novel dan kebanyakan drama yang kulihat, jika kau adalah seorang atasan pasti selalu akan ada sekretaris pribadi yang mengikutimu, berbeda sekali dengan Joan, ia hanya sendiri, apa di perusahaannya dia tidak memiliki jabatan penting? Apa karena itu perusahaan keluarga dan masih di pegang oleh tetua di keluarganya?

Meski kedekatan kami sudah berjalan hampir setahun, akan tetapi aku sama sekali tak pernah tahu tentang kehidupan pribadinya.

Hanya Esterlita tunangannya yang aku tahu, karena dia sering menyebut nama itu.

Nama yang membuatku terkadang merasa bersalah meski kami tak pernah bertemu dan mengenal pastinya.

Nama yang selalu membuatku sadar di mana posisiku berada.

.

.

.

Tbc.

Terpopuler

Comments

Nafiza

Nafiza

sandiwaranya berhasil🤭

2025-01-05

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!