Alis wali kelas berkerut mendengar keluhan Langit. Selama ini, meskipun Langit tergolong anak yang suka membuat onar, semua nilainya masih aman. Bahkan bisa disebut sangat bagus.
"Kamu yakin Langit?". Tanya sang guru dan dijawab anggukan kepala oleh Langit.
Sang guru terdiam sejenak, seolah tengah memikirkan sesuatu.
"Bagian apa yang tidak kamu pahami, akan ibu bantu". Wali kelas yang merangkap sebagai wali kelasnya itu menawarkan bantuan.
"Banyak bu.." Sang guru kembali terdiam.
"Kita lanjutkan dulu pelajaran kita. Nanti ibu pikirkan caranya untuk membantu kesulitan mu". Setelahnya kelas kembali hening dan semua siswa fokus pada apa yang dijelaskan oleh guru mereka.
Baru 80menit berlalu, namun guru didepan sudah mengakhiri pembelajaran membuat semua siswa berseru senang.
"Kerjakan soal ini. Jangan buat keributan. Kalian mengerti?". Semua menjawab kompak
"Bintang.."
"Ya bu.." Sahut Bintang cepat
"Kamu ikut ibu ke kantor ya". Alis Bintang berkerut. Apa gerangan yang menyebabkan dirinya dipanggil ke kantor oleh wali kelasnya itu.
"Iya bu.." Bintang bangkit dari duduknya. Berjalan pelan ke depan mendekati gurunya.
"Kamu juga Langit". Bintang langsung menatap gurunya. Perasaannya yang sempat membaik kini berubah menjadi waswas.
"Saya bu?". Langit menunjuk dirinya.
"Iya, kamu. Ayo kalian berdua ikut ibu". Langit bangkit dengan semangat 45. Berjalan ringan mengikuti gurunya yang sudah berjalan keluar kelas.
Ia kembali merangkul Bintang yang langsung menepis tangan lancang itu.
"Galak banget sih ayangnya gue". Bintang melotot kesal, sementara teman-temannya tertawa melihat Langit yang masih gencar mengejar Bintang.
Bintang menoleh pada Bulan. Dan sahabatnya itu tengah mengacungkan kepalan tangannya pada Bintang. 'Semangat' Kata itu yang bisa ia tangkap dari gerakan bibir Bulan.
Tanpa melirik Langit, Bintang berjalan mengikuti gurunya yang sudah jauh berjalan didepannya.
Langkah Bintang terlihat gontai saat berjalan menyusuri lorong kelas untuk bisa sampai ke ruang para guru. Sangat berbeda dengan Langit yang terlihat penuh semangat.
"Permisi bu.." Bintang melongokkan kepalanya sedikit.
"Masuk Bintang.." Ruang guru nampak lengang. Mungkin karena ini masih jam pelajaran.
Bintang masuk diikuti Langit dibelakangnya. Masuk ke dalam ruang guru, perasaan Bintang semakin tidak nyaman saja.
"Duduk dulu.." Perintah sang guru langsung dituruti oleh Bintang.
"Kamu ngapain masih berdiri disitu Lang?". Langit tersenyum kemudian duduk disamping Bintang.
Bintang yang hendak menggeser kursinya mengernyit saat kursinya tak bisa bergerak. Ia melirik kebawah, dan melihat tangan kekar Langit memegangi kursinya dengan erat.
"Lepasin!". Bisik Bintang penuh penekanan.
Namun bukannya melepaskan, Langit justru semakin erat mencengkeram rangka kursi yang Bintang duduki.
"Bintang.." Bintang menoleh pada gurunya.
"Kamu pasti bingung kenapa ibu meminta kamu untuk kesini bersama Langit". Bintang mengangguk karena memang ia merasa bingung.
"Begini, karena kamu memiliki nilai tertinggi di kelas.. ibu ingin meminta bantuan kamu untuk membantu Langit. Sepertinya teman kamu sedang kesulitan memahami soal". Benar saja, pantas saja sejak tadi Bintang merasa akan ada sesuatu yang memusingkannya.
"Kamu tidak keberatan kan?". Tanya sang guru.
"T-tapi kenapa saya bu?". Bintang akan coba bernegosiasi dengan gurunya. Malas sekali harus mengajari lelaki yang selalu ia hindari itu.
"Kenapa bukan Sam saja, bu". Usul Bintang, sebuah ide briliian muncul mengingat Sam juga seorang yang cerdas. Nilai nya selalu berkejaran dengan Bintang dipelajaran matematika.
"Sam juga selalu mendapatkan nilai bagus bu. Nggak jarang nilainya sempurna". Bintang mulai melancarkan aksi bujuk rayunya hingga gurunya tampak memikirkan usulan Bintang.
Langit tidak tinggal diam. Hanya satu langkah lagi untuk dirinya bisa lebih dekat dengan Bintang. Dan ia tak akan membiarkan semuanya gagal.
"Saya nggak bisa kalo sama Sam, bu", Bintang langsung menoleh pada Langit. Menatapnya galak seolah memperingatkan untuk tidak berulah.
"Loh kenapa?". Tanya gurunya dengan alis berkerut.
"Saya pasti nggak fokus kalo sama Sam, bu. Nanti malah cuma ngobrol". Masuk akal, mengingat Sam dan Langit bersahabat, tidak menutup kemungkinan jika keduanya hanya akan mengobrol saja jika bertemu.
"Lo yang suka ngobrol. Si Sam mah nggak suka ngomong!". Bintang tak mau kalah. Segala upaya akan ia lakukan agar menggagalkan rencana Langit.
Bintang yakin ini adalah rencana yang memang sudah disusun Langit agar bisa menyusahkan dirinya dan mengacau hidup tenangnya.
"Sudah, kalian jangan berdebat". Sang guru melerai saat melihat kedua muridnya dalam mode perang.
"Ibu sudah putuskan. Bintang yang akan membantu Langit belajar.." Langit tersenyum penuh kemenangan. Sementara Bintang terlihat lemas.
"Bintang keberatan??". Kepala Bintang menggeleng pelan, sangat berbeda dengan isi hatinya yang sangat ingin menentang permintaan gurunya itu.
"Keberatan bu. Saya keberatan pake banget". Batin Bintang berteriak keras.
"Bagus..sudah diputuskan ya, Bintang akan membantu Langit untuk pelajaran matematika. Untuk waktu dan tempatnya kalian bisa mendiskusikannya berdua sesuai dengan waktu kalian". Bintang hanya mengangguk lemas, sangat berbeda dengan Langit yang terlihat sangat antusias.
"Siap bu". Sahut Langit penuh semangat. Benar-benar berbanding terbalik dengan Bintang yang terlihat sangat tidak bersemangat.
"Dan satu lagi..nanti setiap pelajaran ibu, Langit akan duduk sama kamu ya, Bintang", Hampir saja Bintang menjerit. Sungguh ingin rasanya Bintang menolak. Menjadi tutor untuk Langit saja sudah sangat menyiksa nya. Kini ditambah dirinya harus duduk bersebelahan dengan Langit setiap pelajaran matematika? Siksaan apalagi ini? Jerit batin Bintan.
Belum usai rasa kesal dan terkejutnya, Bintang kembali dihadapkan dengan kelakuan tak jelas Langit.
Tiba-tiba Langit mengulurkan ponselnya pada Bintang hingga membuat Bintang mengernyit bingung.
'Apaan?' Itulah arti tatapan mata Bintang pada Langit.
"Kan kita mau belajar bareng. Gue harus punya nomor ponsel lo dong. Buat janjian kapan belajarnya..Iya kan bu?". Guru dari keduanya hanya mengangguk saja.
Dengan wajah penuh kekesalan dan ketidak ikhlasan, Bintang meraih ponsel Langit dengan kasar. Ingin sekali Bintang mengumpati lelaki yang kini tengah menatapnya dengan senyum penuh kemenangan. Jika saja tidak ada guru diantara mereka, mungkin ponsel Langit sudah ia lemparkan keluar jendela sejak tadi.
"Awas lo biawak! Kampret banget gue musti kejebak ama ni bocah". Bintang masih tak bisa menerima keadaan, ia tak percaya harus terjebak dengan Langit. Lelaki yang sangat ingin ia hempaskan jauh dari kehidupannya.
"Kalau begitu, saya permisi kembali ke kelas bu". Bintang lebih dulu berpamitan pada gurunya.
"Silahkan Bintang.." Bintang menundukkan sedikit kepalanya kemudian berjalan keluar tanpa melirik pada Langit sedikitpun.
Setelah memastikan Bintang tak lagi terlihat, Langit tersenyum lebar menatap gurunya.
"Makasih ya bu, atas bantuannya". Senyum di wajah tampan itu tak luntur.
"Belajar yang bener. Jangan sampai nilai kamu menurun lagi. Saya sudah bantu kamu agar Bintang mau membimbing". Langit bangkit dari duduknya dan melakukan gerakan seolah tengah memberi hormat pada gurunya.
"Siap laksanakan bu. Kalau begitu saya juga pamit bu, kasian calon pacar saya jalan sendirian". Gurunya hanya bisa menggeleng melihat kelakuan Langit.
Sudah menjadi rahasia umum jika Langit, pemuda yang digandrungi banyak gadis itu tengah gencar mendekati Bintang. Si gadis dengan segudang prestasi yang membanggakan.
"Dasar anak muda". Gumam sang guru yang menatap Langit berlari mengejar Bintang.
"Bintang.." Teriak Langit, namun sepertinya Bintang menulikan pendengarannya dan sama sekali tidak menoleh.
"Ish..emaknya dulu ngidam apaan sih. Anaknya udah galak, cuek banget lagi. Masa orang ganteng gini dikacangin", Gerutu Langit yang mempercepat langkahnya agar bisa menyusul Bintang.
"Untung cakep lo". Gumamnya yang sudah semakin dekat dengan Bintang.
"Hay Langit..." Beberapa gadis yang berpapasan dengannya menyapa dengan suara yang sangat merdu.
"Hay cantik.." Bintang yang mendengar Langit menyahut sapaan para gadis itu hanya tersenyum miring. Sekali playboy, maka akan tetap sama kelakuannya. Pikir Bintang.
"Dasar buaya". Gumam Bintang yang semakin mempercepat langkahnya. Ia tak mau Langit bisa menyusulnya.
Namun sepertinya takdir sedang tak berpihak pada dirinya. Setelah usahanya menghindari Langit, lelaki itu rupanya masih bisa menyusulnya. Hal yang wajar karena jelas langkah kaki Langit lebih lebar darinya.
"Buru-buru banget sih ini tutor baru gue.." Kembali tangan lancang Langit merangkul pundak Bintang.
"Gue banting ya lo lama-lama!!! Nggak sopan banget main rangkul-rangkul!!!". Semprot Bintang yang telah menghempaskan tangan Langit dengan kasar.
"Woooohoo...santai sayang.." Bintang memejamkan sejenak matanya. Meraup oksigen sebanyak-banyaknya guna mengusir rasa kesalnya pada Langit. Berhadapan dengan Langit benar-benar menguras tenaganya.
"Kelas kita kan sama. Kita ke kelas bareng ya.." Langit kembali merangkul Bintang. Dan senyumnya mengembang saat Bintang tak menepis tangannya. Namun senyuman itu berubah menjadi rintihan bahkan sedikit teriakan kecil.
"Gila tu cewek sadis banget sih". Gumam Langit sambil mengelus ujung kakinya yang baru saja diinjak oleh Bintang dengan sepenuh hati.
Meskipun masih meringis karena rasa sakit di kakinya, Langit masih bisa tersenyum. Ia semakin tertantang untuk mendapatkan hati gadis keras kepala itu.
...¥¥¥•••¥¥¥...
...Si Langit bener-bener ya..anak orang dibikin darah tinggi tiap hari. Minta dijitak bolak-balik si playboy😪😪...
...Alurnya selow-selow saja ya ini pokoknya, beneran nyeritain kehidupan sehari-harinya itu anak-anak remaja deh pokoknya😊...
...Jangan lupa tampol like nya ya..komen sama vote nya jangan ketinggalan🥰🥰...
...Sarangheo sekebon readers tersayang😘😘😘💋🥰🥰💐♥️...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 146 Episodes
Comments
Rita Riau
dasar Playboy tengil,,, Bintang memang the best 👍🏻🥰
2024-03-06
1