"Lo nggak apa-apa kan Bul?". Tanya Bintang khawatir. Inilah mengapa ia enggan berurusan dengan makhluk bernama lelaki dan hal bernama cinta.
"Gue oke Bin. Lo tenang aja". Bulan coba menenangkan Bintang.
Kini keduanya tengah tidur bersebelahan dikamar Bulan. Sepulang dari mall, bapak dan ibu meminta keduanya untuk beristirahat dan tidak lagi memikirkan kejadian di mall tadi.
"Lo masih ada hubungan sama si kutukupret?". Bulan menoleh, menatap Bintang yang juga tengah menatapnya.
"Dia punya nama Bin". Bintang mendengus. Setelah penghinaan yang didapatnya tadi, Bulan masih saja membela lelaki pecundang itu.
"Berhenti belain dia deh Bul". Geram Bintang yang kesal karena Bulan terus membela lelaki itu.
"Nggak semudah itu Bin..dia cinta pertama gue". Bintang mendengus mendengar ucapan Bulan.
"Capek gue ngomongin tu kutukupret. Mau tidur gue". Bintang berbalik, memunggungi Bulan yang justru terkekeh melihat kekesalan Bintang.
"Selamat malam Bibin.." Ucap Bulan yang dijawab deheman oleh Bintang.
Bulan menatap langit-langit kamarnya. Mengingat kisah percintaannya yang tak pernah mulus karena perbedaan status mereka yang selalu dipermasalahkan oleh keluarga lelaki itu, terutama ibunya.
Ingatannya berputar kembali pada kejadian satu tahun lalu. Saat pemuda bernama Rehan datang padanya dengan sebucket mawar merah yang sangat indah.
"Mungkin ini terlalu cepat, Bulan. Tapi, maukah kamu menjadi kekasih lelaki ini? Aku akan berusaha membahagiakanmu".
Bulan tersenyum saat mengingatnya, namun senyuman itu sirna saat mengingat bagaimana keluarga lelaki itu menentang hubungan keduanya karena perbedaan status sosial.
"Kamu tidak pantas untuk putra saya. Gadis biasa dari kalangan rendahan sepertimu sudah pasti hanya mengincar harta keluarga kami!", Kata-kata itu tak akan pernah Bulan lupakan. Hingga kini masih teringat jelas setiap kata yang meluncur dari mulut ibu kekasihnya itu.
"Kamu sengaja menggoda putraku agar mau menjadikanmu kekasih. Lalu kamu akan menjeratnya dengan cara kotor agar kamu bisa hidup enak dan bergelimang harta". Dada Bulan terasa sesak setiap mengingat ucapan pedas itu.
"Aku mohon jangan menyerah dengan keadaan ini. Kita akan berjuang bersama untuk mendapatkan restu keluarga ku". Bulan masih ingat jelas permintaan laki-laki itu saat dirinya ingin mundur dan menjauhi lelaki itu.
"Apa semua memang dilihat dari harta?". Gumam Bulan masih menatap langit-langit kamarnya.
Ia melirik Bintang yang nafasnya sudah terlihat teratur. Menandakan sahabatnya itu sudah tertidur.
"Kenapa mereka harus selalu menghina orang kecil seperti kami". Lirih Bulan yang kini berbaring miring sambil menatap punggung sahabatnya.
"Lo orang kaya Bin. Bahkan dari keluarga konglomerat. Tapi lo baik, lo nggak pernah liat sesuatu dari harta dan kedudukan". Bulan menghela nafas panjang.
"Apa sehina itu menjadi orang biasa, Bin". Meski tahu tak akan ada tanggapan, Bulan tetap berbicara. Meluapkan perasaan hatinya yang tiba-tiba gundah karena pertemuannya dengan lelaki yang hingga kini masih bertahta dihatinya.
Tanpa Bulan sadari, Bintang belum tidur. Gadis itu mendengar semua keluh kesah sahabat baiknya. Dada nya terasa sesak mendengar setiap kata yang meluncur dari bibir sahabat baiknya itu. Tangannya terkepal kuat menahan amarah.
Betapa terluka hati dan harga diri sahabatnya itu.
"Tunggu aja Bul. Gue nggak akan diem aja". Batin Bintang.
---***
Pagi yang cerah disambut Bintang dan Bulan dengan wajah ceria. Keduanya melupakan kejadian tak mengenakkan semalam. Atau lebih tepatnya berpura-pura lupa.
Bapak dan Ibu sudah duduk di kursi meja makan saat kedua gadis itu turun. Keduanya disambut senyuman hangat bapak dan Ibu. Seolah semalam tak terjadi apapun.
"Selamat pagi bapak, ibu..." Sapa Bintang dan Bulan.
"Pagi nak.." Sahut bapak dan Ibu kompak.
Dengan telaten, ibu meletakkan selembar roti yang sudah diolesi dengan selai kesukaan masing-masing.
Jika Bulan lebih senang menggunakan selai coklat, maka Bintang lebih senang selai blueberry yang segar.
"Ini bekal untuk kalian berdua ya.." Ibu memberikan sebuah lunch bag yang isinya adalah bekal untuk kedua gadis itu.
"Makasih ibu.." Ibu mengangguk dan ikut sarapan bersama anak dan suaminya.
Bintang dan Bulan saling menatap kemudian mengangguk saat keduanya melihat jam yang menempel didinding dapur.
"Pak, bu..aku sama Bintang berangkat dulu ya. Pagi ini jatah piket". Bapak dan ibu mengangguk.
"Belajar yang bener disekolah ya.." Kedua gadis itu mengangguk patuh kemudian mencium punggung tangan bapak dan ibu bergantian.
Sepanjang perjalanan ke sekolah, tak ada sedikitpun pembahasan yang mengarah pada kejadian kemarin malam di mall. Keduanya lebih memilih membicarakan mata pelajaran.
Hanya butuh waktu 10menit untuk keduanya sampai disekolah. Setelah memarkirkan motornya, baik Bulan maupun Bintang merapikan sedikit penampilannya.
Keduanya berjalan bersisian menuju kelas mereka. Hingga tiba-tiba Bintang berhenti mendadak mambuat Bulan ikut berhenti.
"Kenapa?". Tanya Bulan yang melihat Bintang tampak berpikir.
"Sepatu.." Ucap Bintang membuat Bulan menunduk dan melihat kaki sahabatnya yang sudah dibalut sepatu.
"Itu". Bulan menunjuk kaki Bintang.
"Ck..bukan sepatu ini". Bintang berdecak kesal.
"Terus??". Tanya Bulan bingung.
"Semalem, lo ngerasa bawa pulang sepatu yang kita pake sebelum bapak beliin yang baru nggak?". Bulan terdiam sesaat.
Lalu keduanya saling menatap dalam diam seolah tengah memikirkan sesuatu.
"Ilang.." Gumam keduanya saat mengingat mereka meninggalkan sepatu lama mereka di toko sepatu yang semalam.
"Ntar coba kita tanya ke sana aja, Bin". Usul Bulan yang membuat Bintang langsung menatapnya dan mengangguk setuju.
"Pulang sekolah kita kesana". Putus Bintang akhirnya. Sepatu itu bukan barang mewah, tapi sepatu itu memiliki banyak kenangan indah.
"Pagi sayang..." Bintang yang baru melangkah beberapa langkah kembali menghentikan langkahnya saat seseorang tiba-tiba merangkul pundaknya.
Ia menoleh dan mendapati Langit tengah merangkul pundaknya. Tatapan setajam pedang langsung ia hunuskan. Menatap Langit kemudian tangannya bergantian. Memberi kode lewat tatapan tajamnya agar Langit menyingkirkan tangannya.
"Awas tangan lo!!!". Dengan kasar, Bintang menghempas tangan Langit.
"jangan galak-galak dong sama calon pacar". Langit melancarkan aksinya.
"Dasar biawak sin ting!". Bintang mendengus dan berjalan cepat meninggalkan Langit di belakang yang terbahak melihat kekesalannya.
Bintang menghela nafas panjang. Tak habis pikir mengapa Langit masih terus mengganggunya.
Bintang duduk disebelah Bulan. Tak lama kemudian, Langit dan kedua sahabatnya juga masuk ke dalam kelas dan duduk tepat di belakang Bintang.
"Hidup damai gue..". Batin Bintang berteriak. Hari-hari tenangnya benar-benar musnah. Setiap hari gadis itu seolah tengah uji kesabaran dengan adanya Langit di sekitarnya.
"Pacar.." Ucap Langit lantang membuat satu kelas menyorakinya.
"Sssst.. jangan berisik. Pacar gue nggak suka berisik". Kembali kelas menjadi riuh karena ucapan Langit.
Bel berbunyi, tanda jam pelajaran pertama akan dimulai. Belum sempat Langit kembali menggoda Bintang. Guru mata pelajaran pertama masuk.
Seorang wanita berusia pertengahan 50an dengan kacamata tebal itu menatap seluruh siswanya.
Satu minggu lalu, baru saja diadakan penilaian tengah semester. Dan hari ini. hasil kerja keras para murid akan diumumkan.
"Selamat pagi anak-anak".
"Pagi bu.." Sahut para siswa kompak.
"Kalian pasti tahu kalau hari ini adalah pengumuman hasil ujian kalian minggu lalu". Kembali para siswa menjawab kompak.
"Ibu akan sebutkan nama siswa dengan nilai terbaik dan siswa yang nilainya kurang memuaskan".
"Nilai tertinggi diraih oleh siswi dari kelas kita". Bulan menyenggol lengan Bintang yang tampak biasa saja.
"Tepuk tangannya untuk teman kita Bintang.." Suara tepuk tangan menggema dikelas. Sudah bukan rahasia lagi jika Bintang selalu menjadi juara umum dari tahun ke tahun.
"Tapi..." Semua diam ketika wali kelas mereka kembali bersuara.
"Di kelas kita juga ada siswa dengan nilai matematika yang sangat buruk". Semua saling menatap satu sama lain. Sebelumnyakelas mereka tak pernah ada yang mendapat nilai terendah. Karena kelas mereka adalah kelas unggulan.
"siapa bu?".
"Iya, siapa bu?". Beberapa siswa bertanya dengan tidak sabar.
"Langit.." Semua tampak terkejut tak terkecuali Bintang dan langsung menatap Langit yang tampak santai.
Meskipun senang membolos dan membuat onar. Namun Langit termasuk siswa cerdas, meskipun sering malas mengerjakan tugas yang diberikan guru.
"Apa kamu ada masalah dengan pelajaran matematika?". Tanya wali kelas.
"Ya bu. Saya kesulitan memahami soal-soalnya". Roman segera menoleh kesamping. Dimana sahabat nya tengah berbicara.
Meskipun tak sepandai Bintang. Tapi Roman tahu jika Langit juga mumpuni dalam pelajaran matematika. Bahkan lebih baik daripada dirinya.
Lalu kekonyolan apa yang baru saja diucapkannya? Sulit memahami soal katanya??? Sepertinya sahabatnya itu memang benar-benar sudah edan.
"Kali ini siasat gue nggak boleh gagal". Batin Langit tersenyum penuh arti menatap Bintang.
"Perasaan gue tiba-tiba nggak enak". Batin Bintang yang merasa akan ada sesuatu yang tidak menyenangkan menimpa dirinya.
...¥¥¥••••¥¥¥...
...Good pagi kesayangan..gimana nih, othornya beneran crazy up kan? Crazy bingit😂...
...Sabar ya Bintang..Langit emang suka nyebelin gitu✌🏻✌🏻...
...Biasa ya playboy cap biawak, nggak pernah bisa menerima kekalahan dalam bentuk apapun😂😂...
...Kiraa-kiranya apaan nih siasat si biawak buat Bintang??🤔🤔...
...happy reading dan semoga terhibur sayangsayangkuh😘🥰💋...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 146 Episodes
Comments
abdan syakura
langit maunya tuh bintang jd guru privat matematika dadakan tuk langit.....
2023-02-01
0