Semenjak Papa berpisah dengan Mama dan menikah lagi dengan isteri baru, Lala merasa tak betah di rumah. Papa lebih memerhatikan isteri barunya itu ketimbang Lala. Tiap pulang dari kantor, yang dicarinya itu pasti sit ante, bukannya dirinya. Padahal dulu sebelum Papa menikah, ia selalu jadi prioritas utama. Kenapa sih dulu Papa mengajaknya tinggal bersamanya tidak bersama Mama? Kalau boleh memilih tentu Lala mau tinggal dengan mamanya saja, tapi Papanya yang bilang dia harus tinggal dengan Papa.
Karena perhatian Papanya yang sudah tak seperti dulu itulah, makanya Lala sering menyelinap keluar secara diam-diam untuk pergi ke rumah Mama.
Begitupula sore itu, setelah makan siang dan mengerjakan pekerjaan sekolah, ia keluar dari pintu belakang, berjalan kaki menuju rumah Mama. Sebuah tas ransel kecil ada dipunggungnya. Apes hari itu terpergok sit ante isteri baru Papa. Wanita itu tampak sedikit kaget melihat Lala dengan tas ransel pinknya hendak keluar dari pintu belakang.
“Lala hendak kemana? Apa tidak sebaiknya istirahat dulu bobo’ siang di kamar?” Tanya si tante.
“Umm.. nanti tante, Lala mau ketempat teman dulu, mo ngerjain tugas sekolah.” Jawabnya berbohong.
Perempuan di depannya tersenyum, “Kok panggilnya tante sih? Harusnya Mama dong.”
Gadis cilik itu terdiam. Memang Papanya selalu memintanya untuk memanggil tante isteri baru papa itu dengan panggilan mama, namun entah mengapa Lala seperti tak rela memanggil perempuan yang belum lama dikenalnya itu dengan panggilan Mama. Tapi akhirnya kepalanya mengangguk, “Iya Mama.”
“Nah gitu, ya udah kalau Lala mau ke rumah kawan dulu, tapi ingat, pulangnya jangan sore-sore ya, nanti Papa marah lho.”
Huh! Sok mengatur, batin Lala. Walau begitu kepala gadis kecil itu mengangguk.
Rumah Mama tak terlalu jauh, kurang lebih sepuluh menit berjalan kaki. Rumah baru. Di bangun saat berpisah dengan Papa. Tiap kali berkunjung ke rumah mama, Lala selalu gembira, karena dapat sekalian menikmati pemandangan alam di sekitarnya. Beda kalau sedang di rumah Papa. Ia selalu di kurung di rumah, di suruh belajar, belajar dan belajar. Waktu menonton acaa televisipun dibatasi, waktu tidur di atur, menyebalkan. Terutama si tante, kerap mengawasi tingkah lakunya secara diam-diam.
Tak terasa sampai juga ia di depan rumah mama, Lala tersenyum riang kala dilihatnya sang Mama duduk di depan rumah, seakan menanti kehadiran dirinya.
“Mama!” teriaknya. Tak sabar kaki kecilnya lari mendekat.
Sang Mama berdiri, menyambut puteri terkasihnya dengan pelukan.
“Mama, Lala kangen,” ucap gadis yang baru berusia delapan tahun itu.
Mamanya memandangi Lala dengan kasih sayang, membelai rambutnya dengan lembut, “Bukannya hampir setiap hari Lala ke rumah Mama, kenapa masih kangen?”
Si gadis kecil memeluk mamanya makin erat, “Iya Ma, Papa jahat, tak sayang Lala lagi seperti dulu, tak seperti mama.”
“Kenapa Lala berkata begitu? Memangnya papa sudah jahat apa sama Lala.” Tanya mamanya.
“Papa nggak sayang lagi sama Lala, dan sudah gak sayang juga sama Mama, buktinya Papa menikah lagi, sekarang lebih perhatian sama tante itu,” jelas Lala dengan raut wajah sedih dan mata berkaca-kaca.
Kembali sang Mama mengusap rambut anaknya, “Tidak begitu, Papa masih sayang dengan Lala, kalaupun menikah lagi, itukan karena Papa sudah berpisah dengan Mama.”
Lala terdiam sejenak, kemudian dia mengingat sesuatu, “Oh iya Mama, Lala bawa minum, Mama hauskan?” diturunkannya tas yang ada dipunggungnya, sebuah tumblr dikeluarkan, di buka tutupnya dan disodorkan ke bibir Mamanya. “Minum Ma.”
Selesai meminumkan air, Lala mengajak mengobrol mamanya berbagai hal, tentang sekolah, tentang keadaan rumah, dan juga tentang papa dan isteri barunya. Sang mama dengan sabar mendengar semua curhatan anaknya dengan penuh perhatian.
Waktu cepat berlalu, matahari sudah mulai makin bergeser ke arah barat, awan putih berarak di langit, udara sepoi-sepoi membuat suasana terasa sejuk.
“Lala, apa sebaiknya tidak pulang ke rumah Papa sekarang, coba tengok ke atas, kalau mama perhatikan awan sebentar lagi berubah mendung, tandanya mau hujan,” kata sang mama saat melihat perubahan cuaca.
Gadis cilik itu memandang selintas ke atas langit, memang makin lama awan putih memadati angkasa, sinar matahari mulai tenggelam di saput mega.
“Nantilah ma, Lala masih ingin bersama mama.” Balas sang puteri.
“Apa Lala tak takut kehujanan nanti?” kata sang mama lagi
“Tak apa ma, biarin aja hujan, Lala tak takut.”
“Hei kok gitu, gimana kalau Lala sakit? Mama pasti sedih.”
Sekali lagi si gadis cilik memandang ke atas langit, awan yang semula putih kini berganti gelap, sepertinya memang sebentar lagi hujan akan turun. Dipeluknya tubuh sang mama.
“Baik ma, Lala tak ingin membuat mama sedih kalau Lala sakit.”
Setelah puas memeluk, Lala pamit, mengambil tas ransel dan memakainya, tangannya melambai ke arah mamanya. “Besok Lala kemari lagi ma.”
Kemudian Lala membalikkan badan, melangkahkan kaki meninggalkan rumah Mamanya.
Belum lagi sampai jalan keluar dari rumah mama, gerimis mulai turun, Lala berhenti, melepas tasnya dan menjadikan pelindung di atas kepala.
“Lala!” Satu suara memanggil
Dari arah depan dua sosok tubuh bergegas menghampirinya. Papa dan si mama tirinya. Terlihat sang mama tiri memegang sebuah payung. Huh! Mau apa mereka mencarinya? Pasti agar ada alasan memarahinya nanti, pikir Lala.
Gadis cilik itu diam menunggu.
“Astaga Lala, kami cari-cari rupanya disini, kenapa Lala tak bilang kalau mau kemari?” Tanya papanya. Si tante dengan sigap memayungi tubuh gadis itu dari gerimis.
Lala diam tak menjawab, menundukan kepalanya.
Papa memandang ke arah datangnya Lala barusan, rumah mama. Lelaki itu tampak menahan sesuatu yang bergejolak di dirinya. Cukup lama. Kemudian di dekatinya sang puteri dipeluknya erat.
“Lala kangen mama ya?” diusap-usapnya rambut Lala dengan penuh sayang.
Tak ada jawaban dari anaknya, namun lelaki itu tahu kalau rasa rindu yang membawa puterinya sampai kemari. Jelas selama ini perhatiannya agak menurun, sehingga Lala ke tempat mamanya, yang dianggapnya bisa memberikan kebahagiaan.
“Papa juga sering merasa rindu dengan Mama, sama seperti Lala, papa masih sayang mama seperti dulu, tapi Lala tahu, papa dan mama sudah berpisah, tidak bisa bersama lagi,” di peluknya tubuh Lala sekali lagi. “Tapi lain kali kalau Lala kangen sama mama, bilang sama Papa, kita bisa bersama berkunjung ke tempat mama, pasti mama lebih senang kita ke sana bersama.” Lanjut sang papa.
Lala mendongakkan kepalanya,”Benarkah papa? Papa masih sayang mama dan kita akan ke tempat mama bersama?” tanyanya dengan raut wajah berharap.
“Benar sayang.” Jawab papanya, sambil matanya memandang ke tempat mama Lala tinggal. Walau langit sudah gelap, si papa masih bisa melihatnya. Nisan tempat persemayamam terakhir, mama Lala.
Sekian.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 48 Episodes
Comments
Ganuwa Gunawan
ternyata mamah nya Lala sudah meninggal...
kalau gitu Lala ketemu hantu nya mamah dong
2023-01-30
0