Udara malam terasa dingin, namun tak membuat seorang lelaki yang semenjak sore tadi mendekam di dalam semak-semak merasa gelisah. Perawakan lelaki itu cukup besar, dengan rambut panjang bergelombang. Pakaian yang dipakainya kumal, membuat penampilannya layaknya seorang gembel yang sudah sebulan tak mandi. Tapi kalaupun gembel, tentu dia bukan sembarang gembel, karena sebuah pisau pendek terselip di pinggang, ditambah dua guratan bekas luka yang melintang di wajahnya, membuat lengkap sudah keangkeran yang tercermin pada penampilannya.
Pandang mata si lelaki sedari tadi tak lepas-lepas mengarah ke sebuah rumah kecil di seberang jalan. Sepertinya ada sesuatu yang tengah ditunggunya.
Khiekh!
Suara burung malam terdengar di atas langit, cepat ia mendongak keatas, hanya bayangan hitam sekejap melesat diangkasa yang terekam olehnya. Hmmm… cuman gumam tak jelas terdengar dari mulutnya. Sesaat kemudian lelaki itu merogoh saku bajunya, mengeluarkan sebungkus rokok, diambilnya sebatang dan menyalakannya. Asap putih mengepul dari mulutnya, sebagai peneman dalam penantian yang tak pasti.
Kurang lebih satu jam, sebuah mobil terlihat muncul dari ujung jalan, memelan, dan berbelok di rumah yang sedari tadi di amati oleh si lelaki. Seulas senyum tersungging dari bibirnya saat dilihatnya seorang gadis turun dari mobil, membuka pintu, dan masuk ke dalam rumah.
Dengan tenang si pengintai kemudian keluar dari persembunyiannya, mendekat kesebuah lampu penerangan jalan. Dikeluarkannya secarik kertas, tulisan yang ada pada kertas itu berupa alamat rumah. Anggukan kecil menandakan kalau ia tak salah alamat. Dimasukannya kembali kertas tersebut kedalam kantung, dan kakinya melangkah ke arah rumah di seberang jalan.
Melihat dari gerakannya yang tidak terburu, jelas kalau lelaki itu sudah terbiasa melakukan hal yang sama. Memang demikian adanya. Dia dikenal sebagai si nomor tujuh, yang disematkan untuk memberikan identitas baginya oleh perkumpulannya. Tugas yang diemban berasal dari sang pimpinan. Menyingkirkan orang-orang yang dianggap berbahaya. Dan kali ini perintah yang diterima adalah melenyapkan penghuni rumah yang tertera di alamat. Satu tugas yang mudah, saat diketahui penghuninya hanya seorang gadis.
Sampai di depan pintu dia terdiam beberapa lama, memastikan penghuni rumah tidak berada di ruang depan, setelah yakin, di ambilnya sebuah alat terbuat dari logam, dengan perlahan di masukannya kelubang kunci.
Klek!
Terdengar bunyi yang tak terlalu keras, ditariknya gagang pintu. Berhasil! Pintu itu terbuka.
Lampu ruang depan sudah padam, namun tak menghalangi langkah si nomor tujuh, matanya bagai burung malam, kegelapan tak menghalanginya untuk menghindari benda-benda yang mungkin saja dapat menganggu langkah kakinya.
Ruang tengah lampu masih menyala. Sebuah kamar dengan pintu terbuka ada disebelahnya. Tangan kiri lelaki itu menarik pisau dipinggang dan menghunusnya. Ia ingin melakukan tugasnya dengan cepat. Satu tikaman di tempat yang tepat cukup menghantarkan korban ke alam lain.
Pelan disibaknya kerai kamar. Kosong. Memang terlihat itu kamar tidur, dengan ranjang busa, sebuah almari dan meja kecil dekat jendela, tapi tak ada sesiapa di dalam. Dimana gadis itu?
Badannya berbalik, dipandangnya arah ruang belakang. Apakah si gadis ada di belakang? Kakinya kembali melangkah. Ada dua ruang ditemuinya, satu ruang makan, dan satunya kamar yang dalam keadaan tertutup.
Telinganya yang tajam tiba-tiba mendengar satu suara. Air! Yah, dia tak salah dengar, itu suara air yang mengalir. Pasti dari shower di kamar mandi! Hmmm… jadi gadis itu kini tengah mandi. Bibirnya menyunggingkan senyuman penuh misteri.
Dengan tetap berbekal pisau ditangan, dia menuju ke arah suara air dengan langkah terukur. Ditemuinya sebuah dapur dan kamar kecil yang tampaknya kamar mandi. Pintu kamar mandi itu tertutup tapi ada sela, menandakan tidak terkunci. Si nomor tujuh tertawa kecil dalam hati melihat kecerobohan si pemilik rumah. Benar-benar sasaran empuk.
Namun ia terdiam sesaat, tengah memikirkan cara bagaimana harus masuk ke kamar mandi. Apakah membuka pintunya pelan-pelan, ataukah menerjang dengan cepat? Dua-duanya jelas akan membuat gadis itu terkejut dan shock saat menyadari kemunculannya.
Setelah menimbang beberapa lama, akhirnya ia memutuskan melakukan aksinya dengan cara kedua. Kakinya mengambil ancang-ancang, dan hup! Brak! Pintu kamar mandi terpentang lebar terlanda hantaman bahunya dengan keras, si nomor tujuh melesat masuk.
Eh! Kenapa begini!? Kosong!? Shower kamar mandi itu memang menyala, tapi tak ada si gadis didalamnya. Si nomor tujuh tak habis pikir dengan kenyataan yang ditemuinya.
“Kau mencariku?” Satu suara wanita terdengar dari belakangnya.
Suara yang mengagetkan membuat si lelaki langsung berbalik.
Jlebb! Ukhh! Mata si nomor tujuh terbeliak, sebuah belati tertanam dalam di dadanya. Didepannya berdiri seorang gadis cantik dengan rambut panjang sebahu memerhatikannya dengan senyum mengejek.
Tangan si nomor tujuh menuding. “Bagaimana kau bisa tahu…” tanyanya dengan suara sedikit merintih.
Masih dengan tersenyum perempuan itu menjawab, “CCTV, tak tahukah kau gunanya?”
“Oh…” si nomor tujuh coba melangkah maju, namun perih yang ia rasa makin kuat. Sepertinya tikaman lawan tepat menembus jantungnya. Trang! Pisau ditangan jatuh membentur lantai. Kakinya makin gemetar dan akhirnya ia tak kuat menahan beban berat tubuhnya, jatuh menggelosoh bersimbah darah. Si nomor tujuh mati dengan rasa penasaran.
Saat dilihatnya si penyelusup sudah hilang nafasnya. Si gadis membungkuk, diseretnya tubuh besar itu dengan sekuat tenaga menuju kepojok dapur. Sampai di salah satu sudut dapur, ia menghela nafas. Setelah dirasa cukup menghela nafas, tangannya mengangkat sebuah tutup besi berbentuk segi empat. Begitu terangkat, lubang gelap terpampang, mengeluarkan aroma tak sedap, aroma bangkai.
Namun bau itu seakan tak menganggu penciuman si gadis, karena ia melanjutkan pekerjaannya, menarik mayat si nomor tujuh, dan mendorongnya masuk ke dalam lubang. Suara berdebum terdengar ketika tubuh si penyusup menghantam dasar lubang.
Ditutupnya kembali lubang, si gadis mengibas-ngibaskan tangan. Matanya memandang alur merah darah bekas seretan. Kakinya melangkah, satu benda menarik perhatiannya, pisau belati milik si penyusup.
Pisau yang tajam itu memiliki ukiran pada gagangnya, dengan ujung kepala ular. Bukan pisau biasa. Siapakah penyusup itu? Pikirnya. Matanya menoleh sekilas sudut dapur tempat lubang yang tertutup lempengan besi. Lubang itu merupakan lantai bawah tanah, yang selama ini ia gunakan untuk membuang mayat-mayat korbannya. Yah, diakuinya ia memiliki sisi yang tak normal sebagai manusia, karena disaat tertentu ada hasrat untuk menyiksa dan membunuh manusia lain.
Kejadian barusan jelas membuatnya harus waspada, karena ia sadar tujuan si penyusup tadi ingin membunuhnya, bukan melakukan hal yang lain. Itu menandakan kemungkinan ada yang telah mengendus kejahatan yang ia lakukan dan ingin menyingkirkannya.
Ditaruhnya pisau itu di atas sebuah meja. Ia bersihkan tangan di kamar mandi dan melangkah menuju kamar tidur, ada letupan gairah kecil setelah menyadari ada bahaya yang mengancamnya, letupan hasrat untuk membunuh.
Sekian.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 48 Episodes
Comments