Di kampung tempat bermukim Dimas sedang terjadi kehebohan, peristiwa Tertawa Hantu katanya, dimana penduduk ketakutan tak berani keluar rumah dimalam hari, karena banyak yang mengalami kejadian menakutkan, mereka mendengar suara cekikikan perempuan ditengah malam.
Ada hal yang mencurigakan Dimas berkaitan dengan peristiwa itu, karena seiring dengan terdengarnya tawa hantu, terjadi pula peristiwa susulan, yakni raibnya banyak hewan ternak milik warga, dan setelah ditemukan hanya tinggal menyisakan organ hewan, seolah-olah ada yang menjagalnya.
Tentu saja hal tersebut membuat warga makin bertambah ketakutan, mereka menduga yang melakukan pembantian adalah sosok yang sering mengganggu dengan tawa cekikikannya.
Dimas menemui dua rekannya si Riyan dan Ade, menceritakan peristiwa yang terjadi di kampungnya.
Riyan melakukan simpulan singkat setelah mendengar berita dari Dimas, jelas ada kaitan antara tawa hantu dengan raibnya hewan warga.
"Pasti ulah manusia, bukan hantu!" itu yang ditekankan Riyan, ia menambahkan, "Tawa hantu hanyalah pengalih agar warga ketakutan dan tak berani keluar rumah, sehingga komplotan manusia pencuri ternak bebas beraksi."
Ketika Ade bertanya, "Kenapa para ternak seperti dijagal?"
Riyan menjelaskan, "Itu jelas untuk menambah keyakinan warga bahwa yang membantai hewan ternak itu hantu, dan bagi para pencuri untuk memudahkan mereka membawa hasil curiannya, tentu ulah mereka tak diketahui warga, karena para penduduk ketakutan meringkuk dibawah selimut masing-masing, takut akan teror hantu."
Akhirnya mereka mengambil langkah untuk mengunjungi tempat kejadian. Terbukti gosip hantu sudah menyebar kemana-mana di daerah itu, bahkan orang tua Dimas sampai harus membuat kamar kecil di dalam rumah karena saking percayanya dengan keberadaan si hantu. Padahal rata-rata warga kampung, terbiasa membuat kamar mandi terpisah dari rumah induk.
"Yuk kita cari makan dulu," ajak Dimas pada dua rekannya.
"Memang Ibumu nggak masak Dim?" tanya Ade.
"He he.. masak sih.. tapi menunya takut nggak cocok dengan kalian," jawabnya.
"Alah bilang aja masaknya cuman cukup buat keluarga Dim, kamukan tahu porsi si Ade, bisa amblas tu satu bakul," celetuk Riyan.
Ade senyum sambil geleng-geleng kepala, "Wah, bisa becanda juga ni Mas Bro kita."
"He he.. sorry-sorry.." ucap Riyan sembari nyengir. Mereka bertiga lalu pergi ke sebuah warung soto.
Warung soto itu cukup ramai, untung masih ada satu meja yang kosong, mereka bertiga lantas saja mengambil tempat duduk.
"Mbak Jum, soto tiga porsi, ma gorengannya jangan lupa," Dimas buka suara memesan.
Wanita pemilik warung masih terlihat muda, dengan postur tubuh agak gemuk. Mendengar pesanan Dimas ia menjawab, "Iya Mas, tunggu sebentar." Tak lama mereka asyik menyantap soto yang telah dihidangkan.
Kabar tentang hantu itu ternyata begitu terasa di warung, dimana orang berkumpul menghabiskan waktu, dan mengisi perut.
Apalagi ruangan warung yang tidak terlalu lebar, sehingga dengan jelas mereka bisa mendengarkan apa yang dibicarakan orang lain. Informasi yang didapat adalah, beberapa orang sepertinya memastikan tentang keberadaan hantu itu, malah bersaksi sudah melihat hantu itu dengan mata kepala sendiri.
"Sungguh saya melihat, hiii... sereemm.. rambutnya panjang, memakai pakaian berwarna putih-putih dan melayang dipepohonan, langsung saja saya kabur...." Begitu koar salah satu pengunjung warung. Seorang lelaki berkumis lebat dengan sebuah tompel di pipi kiri.
Temannya yang duduk di depannyapun tampak tak mau kalah. "Akupun begitu, kemarin malam, saat sedang jalan sendiri, kudengar betul suara cekikikannya, siapa yang tidak takut coba!? Pokoknya aku kapok keluar malam."
Sekembalinya dari makan, mereka bertiga kembali membahas info yang merek dapat di warung.
"Wah, mendengar cerita orang-orang, aku kok jadi ngeri juga Mas Bro," ujar Ade.
Riyan tidak mutlak percaya, ia berpendapat, kemungkinan si penyebar isu itu yang telah melakukan tindak kriminal, "Kita harus segera mengambil tindakan!" ucapnya segera.
Keesokan malamnya mereka menginap di rumah Dimas, dengan alasan berlibur pada orang tua mereka, padahal mereka sudah menyiapkan berbagai peralatan untuk menyingkap misteri tawa hantu.
Saat waktu hampir tengah malam, mengendaplah mereka bertiga keluar dari rumah, menyisir perlahan ke jalan desa. Suasana betul-betul sepi. Kemana tujuan mereka? Siangnya sudah diserap informasi tentang rumah-rumah warga yang memiliki hewan ternak, di tandai lokasi pemilik hewan yang belum pernah kecurian, maka kesanalah mereka sekarang, tidak melalui jalan terang, tapi melalui jalan gelap menerabas semak-semak.
Begitu sampai dilokasi, mereka mencari tempat yang cukup straegis untuk mengintai. Dan dengan sabar mereka menunggu, "Bagaimana langkah kita kalau mereka datang?" bisik Dimas.
"Tenang, sudah kusiapkan alat komunikasi untuk menghubungi aparat, kecurigaan kita sudah kusampaikan ke saudaraku, salah satu anggota aparat." jawab Riyan.
Mereka sudah terbiasa bersama, kasus-kasus macam ini memang membuat detak adrenalin terpacu, namun yang semacam inilah yang mereka sukai, yakni ketegangan. Masing-masing dari mereka sudah kenal betul satu sama lain, merekapun sudah memiliki kode dan sandi yang sudah sama-sama dipahami untuk keadaan genting, jadi tak ada yang perlu dikhawatirkan.
Betul saja, beberapa lama mereka menunggu, terdengarlah suara tawa cekikikan perempuan dari kegelapan. Benar-benar menyeramkan.
Mereka bertiga tak bergerak dari tempat persembunyiannya. Setelah membiarkan suara tawa itu bosan, yang ditunggu muncul juga. Dari arah kegelapan, beberapa orang tampak berjalan, salah satunya terlihat mengenakan pakaian berwana serba putih. Itulah sosok si hantu.
Beberapa sosok tersebut terlihat langsung menuju kekandang ternak, kemudian keluar dari kandang, menuntun seekor sapi dengan hati-hati.
Riyan memberi isyarat untuk tenang. Kemudian setelah dirasa para pencuri sudah melangkah jauh, lantas ia memberi kode untuk mengikuti.
Dengan langkah penuh kewaspadaan mereka mengikuti, sampai tiba diarea pinggir desa. Beruntung mereka, karena gerombolan pencuri beberapa kali menghidupkan senter, satu tanda keberadaan kompolotan pencuri bagi Dimas dan kawan-kawannya.
Di satu area terbuka, gerombolan pencuri berhenti. Riyan memberi tanda berhenti, mereka membungkuk, terlindung di balik pepohonan ilalang.
Riyan mengambil telepon seluler di sakunya, mengetikkan nomor-nomor tertentu, merunduk, dan berbicara pelan.
Di depan mereka, rupanya gerombolan pencuri itu mulai menjagal hewan curiannya. Mereka tampak begitu lihai melakukannya. Sang hewan cepat terjagal, Geng Oknum tak berani mengambil tindakan gegabah, jumlah gerombolan pencuri lebih banyak dari mereka, apalagi bersenjata pula.
Beruntung, Riyan memang sudah menyiapkan segalanya, sekitar tiga puluh menit, dia berbalik kebelakang sambil tak lupa memberi kode rekan-rekannya supaya tetap ditempat, tak lama ia kembali, kali ini tak sendirian, beberapa petugas kepolisian bersamanya.
Dengan cekatan para petugas berpencar, mengepung para pencuri, terdengar peringatan dari salah satu petugas, para pencuri terkejut, beberapa dari mereka tampak bergerak hendak kabur, satu letusan terdengar, para pencuri tak berkutik, terdiam. Dengan sigap para petugas segera menangkap dan memborgol para tersangka.
Senter mulai dinyalakan, sehingga mereka dapat melihat wajah para pencuri yang telah tertangkap. Dua diantaranya dapat di kenali oleh Dimas dan rekan-rekan, yakni si lelaki tompel dan kawannya. Dua lelaki yang menyebarkan kabar telah melihat hantu di warung soto.
Usai sudah, saudara Riyan dari kepolisian mengucapkan terimakasih dan selamat kepada mereka bertiga, "Thanks Yan, berkat kalian para pencuri ini berhasil kami tangkap, selamat ya.."
Riyan dan dua rekannya mengangguk sambil tersenyum, ada kepuasaan di dada mereka, telah berhasil menyingkap Misteri Tertawa Hantu.
Setelah mengorek keterangan dari para tersangka, rupanya para pencuri menggunakan rekaman untuk menimbulkan suara hantu. Dan benar, beberapa anggota pencurilah yang aktif menyebarkan berita tentang keberadaan hantu untuk menambah ketakutan warga.
Sekian.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 48 Episodes
Comments