Edwin sedang duduk di serambi depan malam itu, Kala ia lihat sebuah mobil truk bergerak melintas di depan rumahnya dan berhenti di rumah samping. Tak lama kemudian terlihat kesibukan, beberapa orang tampak mondar mandir mengangkuti perabot yang diturunkan dari truk kedalam rumah.
"Tetangga baru Win?" satu suara mengagetkan terdengar. Ia menoleh.
"Iya Bu," jawabnya.
Perempuan berusia separuh baya itu ikut memperhatikan aktifitas di rumah samping.
"Syukurlah, sudah lama rumah itu kosong, kita punya tetangga sekarang." ujar ibunya.
Edwin mengangguk-angguk. Ingin ia mendekat menawarkan bantuan, tapi takutnya malah akan dianggap mengganggu, maka diputuskannya untuk memperhatikan saja, mungkin besok ia akan coba berkenalan dengan tetangga baru itu.
Cukup lama si pemuda duduk di serambi, sampai tak terasa malam mulai larut, karena kantuk tak tertahan, diputuskannya untuk masuk kedalam istirahat.
Entah berapa lama Edwin terlelap, ia terbangun oleh suara gaduh bunyi musik dari samping. Kamarnya memang tepat berada di dekat tembok pagar, bersebelahan dengan si tetangga baru.
Dengan jengkel ia bangkit, ia lihat ibunya sedang duduk di ruang tengah. "Ibu dengar itu?" ucapnya sambil memberengut.
Ibunya tersenyum mengangguk pelan, "Biarlah, hobby orang kan masing-masing Win."
"Iya sih Bu, tapikan nggak sekeras itu juga kali, dipikirnya mereka tu gak punya tetangga apa?" balas Edwin.
"Lantas apa maumu?" tanya ibunya dengan mimik muka jenaka.
Edwin garuk-garuk kepalanya. "Ya ditegurlah Bu."
Ibunya menggelengkan kepalanya, "Jangan Win, ibu tak mau, merekakan tetangga baru, gak enaklah kalau kita langsung tegur begitu saja, apalagi belum kenalan, sudahlah, nanti juga kau akan terbiasa."
Ibunya memang mungkin bisa sabar, tapi Edwin yang masih berjiwa muda mana bisa, bagaimana ia bisa sabar, tu tetangga bener bener gak sadar diri, hari-hari selanjutnya siang malam muter musik keras-keras, sial-sial! rutuk Edwin dalam hati.
Yang semula ingin ia berkenalan tak ada lagi keinginan berkenalan, percuma punya tetangga kalau nggak bisa bikin ketenangan. Ingin ia damprat, tapi bagaimanapun ia sangat menjaga perasaan ibunya, tak berani Edwin melanggar apa-apa yang dilarangnya.
Ah! Satu gagasan melintas di benaknya, ia akan takut-takuti saja tetangga barunya itu biar gak kerasan! Lagian siapa suruh bikin kegaduhan, pikir Edwin.
Malamnya asyik Edwin meringkuk di balik pagar. Ia lihat seorang pemuda bertubuh gemuk sedang asyik mendengar lagu dari headset di kepalanya, kepala pemuda itu kadang bergerak gerak seakan mengikuti irama lagu.
Di tangan Edwin ada segenggam batu kerikil, saat waktu dianggap tepat ia lemparkan batu-batu kerikil itu ke arah si pemuda.
Tak! Tak! Tak!
Beberapa kerikil mengenai kepala si pemuda gendut. Tampak ia terkejut, menoleh ke kiri kekanan, tapi sesaat kemudian asyik kembali mendengarkan lagu dari headsetnya.
Edwin terlongong. Slompret! Tak takut ia! ? Gagal sudah rencananya malam itu. Akhirnya ia kembali kedalam rumah, masuk ke kamar. Dan yang lebih menjengkelkan, tak lama kemudian terdengar lagi suara musik yang di putar keras-keras dari rumah sebelah.
Esok malamnya hasrat Edwin untuk mengerjai tetangganya makin menjadi, kali ini ia berencana melempari atap rumah bagian samping kamarnya kala musik kembali di putar. Biar kapok, pikirnya.
Setelah agak lama menunggu. Nah! Suara musik kembali terdengar, ia pungut beberapa batu kecil, dan satu persatu di lemparnya ke atap rumah tetangganya. Benar saja, suara musik tiba-tiba berhenti, mulai takut ia! Eh, baru saja Edwin hendak tersenyum, suara musik kembali terdengar. Edan! Rutuknya, kembali ia lempar batu-batu kecil ke atap, tapi suara musik tetap diputar, seakan tak peduli dengan lemparan-lemparan batu. Sampai akhirnya pemuda itu menyerah dan masuk kembali kekamarnya.
Eits! Bukan Edwin namanya kalau berhenti dengan dua kegagalan, tiap hari pemuda itu memutar otaknya untuk menakut-nakuti tetangganya, yakni si pemuda gendut, karena ia yakin pemuda itulah yang sering memutar musik dengan gaduh. Maka tiap malam ia keluar untuk melancarkan terornya, dengan mengeluarkan suara-suara tertawa, memukul-mukul pintu tetangga, menyiramkan darah ayam dan sebagainya.
Setelah satu minggu mulai tampak hasilnya, rupanya sang tetangga sudah mulai takut, terbukti dua hari tak di dengarnya suara musik gaduh itu di kala malam. Dari tirai ruang depan sering pula ia intip betapa kusutnya tampang tetangga sampingnya itu, baik lelaki paruh baya yang mungkin ayah si gendut, ataupun perempuan yang pasti ibunya si gendut. Ia harus menahan terpingkal saat si gendut sering mondar mandir sambil garuk-garuk kepala, memandang kiri kanan dengan wajah takut-takut.
"Lihat apa kau Win?" tanya ibunya ketika memergoki Edwin mengintip di balik tirai.
"Oh tak apa Bu, aku cuma melihat keadaan luar rumah kok." jawabnya.
"Ibu perhatikan sepertinya tetangga kita mulai tak kerasan ya, kau tahu sebabnya Win?" tanya ibunya kembali dengan pandangan penuh selidik.
"Wah, kalau itu Edwin mana tahu Bu." takut di cecar pemuda itu segera melangkah kebelakang masuk ke kamar.
Esok malamnya adalah malam kemenangan bagi Edwin. Ia lihat sebuah mobil truk besar terpakir di depan rumah samping. Mereka pindah! Teriaknya dalam hati.
Benar saja, tak lama beberapa orang sibuk mengangkat perabotan rumah dan menaikannya ke dalam truk.
Cukup lama para pekerja upahan itu memindahkan perabot, selain jumlahnya yang cukup banyak, mereka harus pandai-pandai menyusunnya, hingga truk dapat menampung semua perabot itu. Satu mobil lain punya pemilik rumah juga sudah padat terisi.
Pemilik rumah yang bernama Pak Danu terlihat sedang mengobrol dengan lelaki bertubuh agak kurus berpeci.
"Seperti saya sampaikan tadi pak, nanti kalau ada yang berminat membeli rumah ini, segera saja bapak menghubungi saya, jangan khawatir soal tip untuk bapak." ujar Pak Danu.
Lelaki berpeci itu Pak Romlan, Ketua RT komplek itu, "Baik Pak Danu, pasti akan saya hubungi kalau ada yang berminat. Tapi kalau boleh saya tahu, kenapa bapak begini cepat hendak pindah?"
Pak Danu memandangi rumahnya agak lama, baru mulutnya menjawab, "Gangguan Pak, anak saya sering di ganggu dengan hal-hal aneh, entahlah.."
Lawan bicaranya mengangguk-angguk. Para pekerja rupanya sudah selesai memindahkan semua perabot Pak Danu.
"Ini belum semua Pak, hanya perabot yang benar-benar penting, sisanya besok akan saya kirimkan pekerja untuk mengangkutnya." Selesai berkata, tangan Pak Danu mengulur untuk bersalaman.
"Saya pamit Pak, maaf kalau selama saya tinggal disini ada perilaku kami kurang berkenan."
Pak Romlan menyambut tangan pemilik rumah. Kemudian Pak Danu berbalik melangkahkan kaki, tapi tiba-tiba di urungkannya. Di hampirinya kembali Pak Romlan.
"Oh iya Pak, saya kelupaan, ada satu hal yang ingin saya tanyakan, di samping ini rumah siapa ya Pak?" sambil tangannya menunjuk rumah yang di tinggali Edwin dan ibunya.
Pandangan mata Pak Romlan mengarah ke rumah samping, lalu ia tatap Pak Danu. "Ditinggali ibu dan anak.. tapi entah karena apa, si anak mengamuk dan membunuh ibunya dengan sebilah parang, dan lantas bunuh diri. Sampai sekarang rumah itu kosong tak ada yang berani menempati Pak..."
Pak Danu menggeleng-gelengkan kepalanya, tanpa diminta bulu kuduknya merinding, ia salami Pak Romlan sekali lagi, dan bergegas menuju mobil.
Sekian.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 48 Episodes
Comments
Adinda
hihi setan juga rupanya bisa keberisikan
2024-07-05
1
Ganuwa Gunawan
rupa nya arwah penasaran ibu dn anak
2023-01-15
2