Om Seno sedang asyik menggosok-gosok sebuah keris saat aku datang.
"Lagi sendirian Om?" tanyaku setelah melihat keadaan rumah yang sepi.
"Oh Pram, iya, Bibimu lagi nginap di rumah Deva.
Deva adalah anak perempuannya yang pertama, sudah menikah dan tinggal bersama suaminya di sebuah rumah kontrakkan.
Aku duduk di kursi sampingnya. Om Seno secara tidak langsung pamanku, hubungan saudara dengannya bawaan dari suami kakak perempuanku.
Sering aku berkunjung kerumahnya. Ia enak di ajak ngobrol, karena kami sama-sama suka membahas hal-hal yang berkaitan sejarah. Acapkali pula saat aku datang ia menyuruhku untuk memijat. Aneh juga, badannya sering masuk angin tapi tiap kali aku main kerumahnya tak pernah ia memakai baju seperti saat ini.
"Dapat keris darimana Om?"
Ia tak langsung menjawab, diangkatnya keris tinggi-tinggi, seakan mengamati hasil gosokannya.
"Bakaran sampah kemaren, ku korek ada dapat keris ini," jawabnya sambil lalu dan kembali menggosok.
Hebat betul dia, tinggal mengorek sampah dapat keris. Om Seno memang ahli merawat barang antik. Terutama berjenis senjata. Ia tahu betul bagaimana agar benda-benda kuno terlihat baik dan tetap awet.
"Keris ayah sekarang dimana Om?" tanyaku kembali. Aku jadi ingat, waktu ayah meninggal ada sebuah keris yang lantas di ambil. Mau di rawat katanya waktu itu.
Sekilas ia memandangku. "Ada di lemari, tapi biayanya mahal itu."
"Mahal apanya Om?"
"Lha kan aku ganti pegangan sama sarungnya, mahal harganya, jutaan.." katanya lagi.
Ah, sepertinya Om Seno khawatir keris peninggalan ayah kuminta begitu saja. Padahal aku tak berniat mengambilnya. Lagipula sayang mengeluarkan uang jutaan untuk benda semacam itu.
Akupun mengalihkan pembicaraan yang lain. Menanyakan kenapa bibi menginap di rumah kontrakan Deva, sedang biasanya tidak pernah, kalaupun berkunjung kesana lantas pulang, sebab ia mesti menyiapkan barang dagangan buat besok. Istri Om Seno punya warung makanan di pasar.
Om Seno menjawab kalau anak Deva sakit, sore tadi iapun menengok, tapi tak ikut menginap. Kemudian ia menawari aku untuk menginap. "Biar ada teman ngobrol, kau kan tahu aku susah tidur sore Pram," ujarnya.
Aku tak menolak, memang belum pernah aku menginap di rumahnya, tapi pikirku paling juga tak sampai tidur, karena Om Seno tahan melek orangnya.
Namun rupanya malam itu beda, belum lagi dua jam kami ngobrol matanya sudah terlihat sipit, kelihatan betul ia menahan kantuk.
"Kita lanjutkan besok aja ngobrolnya Pram, mataku sudah berat betul, heran, tak biasanya begini," katanya.
Ia menyuruh aku tidur di kamar dekat dapur, sebuah kamar yang biasanya digunakan untuk tamu bila menginap.
Kamarnya tak terlalu lebar, berukuran kurang lebih 3 x 3 meter. Sebuah dipan kecil ada di dalamnya. Aku melepas jaket, dan menggantungkan di balik pintu.
Kurebahkan badan dan menatap lampu bohlam yang menyala kekuningan. Tak lama akupun tertidur. Entah berapa lama aku terlena. Tidurku terganggu saat kudengar seperti suara klotak klotek. Kucoba mendengar sungguh-sungguh suara tersebut. Kembali suara klotak klotek terdengar, suaranya dari luar kamar.
Suara apa itu!??
Penasaran aku bangkit. Dengan perlahan menuju pintu. Dengan hati-hati pintu kubuka, aku hanya khawatir kalau suara yang kudengar itu berasal dari orang yang bermaksud mencuri di tempat Om Seno.
Trek! Trek!
Tatapan mataku tertuju pada laci lemari di ruang tengah. Kulangkahkan kaki, sesampai didepan lemari, kutarik lacinya, ku tengok isinya.
Akhh! Sebuah kepala hitam dengan rambut awut-awutan dan gigi-gigi taring yang panjang melototkan matanya padaku. Rrrr! Itu suara terakhir yang kudengar. Gelap.
Pram! Pram!
Tergeragap kubuka mata, ku lihat Om Seno di samping ranjang.
"Hei, kau kenapa? Habis melihat hantu?" Candanya sambil tersenyum.
Aku tak langsung menjawab. Kudukku merinding. Masih kuingat jelas kejadian semalam. Eh, siapa yang membawaku kembali ketempat tidur?
"Om, sudah lama aku disini?" Tanyaku.
Om Seno tertawa, "Ah kau Pram, memang sejak kapan kau tidur pindah-pindah? Sudahlah, cuci mukamu sana, aku sudah bikin sarapan di ruang tengah."
Aku tak membantah, kuturuti ucapan Om Seno. Apakah ia bermimpi?
Di ruang tengah sudah siap sepiring nasi goreng dan segelas air putih. "Makanlah, aku tahu kesukaanmu. Ku masak sendiri itu."
Tak berpikir dua kali langsung ku embat nasi goreng yang di sediakan untukku. Sedang Om Seno sendiri lantas duduk sambil merokok. Tapi sesaat kemudian ia bangkit, dihampirinya lemari, dan ditariknya laci, tangannya masuk meraih sesuatu. Aku menahan nafas. Kudukku kembali merinding.
Keris. Sebuah keris ada digenggamannya kini. Keris hasil temuan yang ia korek dari tempat sampah. Oh, rupanya di situ semalam ia simpan benda itu?
Om Seno tersenyum, tampak ia kagum dengan keris di tangannya. Ia duduk di tempat semula, dan di amat-amatinya keris itu dengan teliti.
"Aneh Pram."
"Apanya yang aneh Om?"
"Dapurannya ini lho, belum pernah kulihat yang seperti ini." Ucapnya sambil mengangkat keris ditangannya.
Ingin ku jawab mana kutahu soal dapuran keris, tapi akhirnya kuputuskan untuk diam. Kupercepat makanku. Setelah selesai makan aku pamit.
"Buru-buru Pram?" Tanya Om Seno sambil asyik melap keris di tangannya.
"Iya Om, mo ngerjain tugas kuliah," Dalihku.
"Oh ya, baguslah."
Aku beranjak bangun, niatku ingin mengeluarkan motor yang semalam kutaruh d dapur Om Seno, tapi kemudian aku berbalik.
"Om."
"Iya Pram?" Balasnya tanpa menoleh.
"Apa tidak sebaiknya keris itu di buang saja, kitakan tidak tahu siapa pemiliknya." Ucapku.
Om Seno bergelak, "Ah kau Pram, ada-ada saja, keris nemu ini, siapa pula yang punya, paling juga sudah di buang yang punya."
"Ya itu Om, maksudku mungkin keris itu memang sengaja di buang karena berbahaya Om."
Om Seno menoleh kearahku, bibirnya menyunggingkan senyum. "Hei, katamu kau hendak mengerjakan tugas kuliah?" Ujarnya mengalihkan pembicaraan
Aku garuk kepala. Mengangguk. "Oh iya Om." Akupun berbalik, menuju ke arah dapur. Ku keluarkan motor dan meninggalkan rumah Om Seno.
Slompret bener Om Seno, seandainyapun ia ceritakan perihal kejadian semalam, pasti hanya di respon dengan senyuman, dan bilang yang kualami cuma kembang tidur semata. Ah sudahlah.
***
Seminggu kemudian sebuah panggilan masuk ke ponselku. Rupanya Deva putri Om Seno.
"Iya Dev?" Tanyaku.
"Ini mas, perihal Ayah.. Sudah dua hari ayah masuk rumah sakit." Jawab Deva.
"Ohh, kenapa Dev?"
"Sakit mas."
Pertanyaan bodoh. Ucapku dalam hati sembari menepuk keningku sendiri.
"Maksudku sakit apa Dev?" Tanyaku lagi.
"Lemas mas, ayah lemas nggak bisa bangun, ini ayah minta mas Pram kesini."
"Baik Dev, mas langsung kesitu." Jawabku.
Kulihat jam, pukul setengah tujuh. Setelah bersiap, ku keluarkan motor. Menuju rumah sakit.
Sesampai di kamar rawat Om Seno, aku bukan di sambut Deva, tapi istrinya. Wajahnya tampak sedih, "Bagaimana kondisi Om, tante?"
"Lihatlah sendiri Pram, dari tadi siang ia meminta kami memanggilmu."
Aku dekati ranjang Om Seno, badan lelaki itu tampak jauh lebih kurus dari terakhir kulihat. "Om, ini Pram."
Om Seno membuka matanya yang semula terpejam. Ia pandangi aku. "Ini benar kau yang datang Pram?"
"Iya Om, ini saya Pram." jawabku agak keras.
"Pram, Om butuh pertolonganmu," Ucapnya setengah berbisik. "Keris itu, buang keris itu."
"Maksud Om keris temuan itu?" Tegasku.
Iya mengangguk. "Kau benar Pram, keris itu berbahaya, harus di buang, buanglah jauh, ke laut." Pintanya.
"Memang apa yang terjadi Om?" Tanyaku ingin tahu.
"Aku di hantui," bisiknya. "Beberapa malam kutemui keris itu berubah menjadi makhluk kepala hantu, keris itu keris terkutuk Pram, cepat kau buang jauh-jauh."
"Kapan Om?"
"Malam ini." putusnya.
Deg! Jantungku berdebar. Apakah aku berani ke rumahnya sendirian malam ini?? Tapi untuk melegakan hati Om Seno aku mengangguk. "Baik Om, malam ini juga ku ambil keris itu."
Mendengar jawabku Om Seno bernafas lega. Tak lama berselang akupun pamit. Kulajukan motor langsung menuju rumah Om Seno.
Pukul setengah sembilan. Suasana rumah Om Seno tampak sepi, dengan memberanikan diri aku masuk kedalam dengan kunci cadangan yang dipinjamkan isteri Om Seno. Kuraih taplak meja di ruang tamu, perlahan ku langkahkan kaki ke ruang tengah.
Trek! Trek!
Nafasku seakan berhenti berdetak. Kulihat lemari itu. Dengan gerak lambat kudekati. Amat pelan kubuka lacinya, takut sesuatu yang menakutkan melompat keluar. Begitu celah laci terbuka, cepat kumasukkan tangan yang sudah kulapisi kain taplak. Ah, sebatang bentuk keris kurasa digenggamanku. Langsung kubuntal benda itu dengan kain taplak, ku ikat erat. Selanjutnya bergegas aku keluar, kutaruh buntalan berisi keris itu di dalam jok motor.
Kulajukan motor dengan kencang meninggalkan rumah Om Seno. Bagaimanapun ia harus membuang keris itu jauh-jauh. Tapi tak mungkin ku buang di laut, pantai terdekat berjarak tiga jam dari kota kami, kalau nekad ku lakukan, bisa-bisa sampai pagi aku pulang ke rumah.
Satu tempat sudah terlintas dibenakku, sebuah sungai berjarak tidak terlalu jauh, perkiraan setengah jam sudah sampai di sana.
Motor makin kupercepat. Udara malam yang dingin sama sekali tak ku gubris. Keinginanku cuma satu, cepat-cepat mengenyahkan keris terkutuk itu.
Kurang lebih satu jam sampai juga aku di sebuah jembatan besar, di bawahnya mengalir sungai yang cukup lebar. Motor kuhentikan. Beberapa kendaraan masih lewat lalu lalang. Jok kubuka. Kulihat buntalan itu masih aman disana. Dengan perlahan ku ambil benda itu. Kemudian, hupp! Kulempar jauh kebawah sungai.
Setelah menyelesaikan misiku, langsung ku starter kembali motor. Berbalik pulang.
Hampir jam dua belas baru aku sampai di kotaku. Badan yang lelah dan rasa kantuk membuatku memutuskan langsung menuju kerumah.
Rumah sudah gelap, ibu pastilah sudah tidur. Aku masuk lewat pintu samping. Pintu itu memang tak pernah dikunci sebelum aku pulang. Kumasukkan motor tanpa menimbulkan suara gaduh. Setelahnya kulepas jaket dan ku gantung di atas stang motor. Sebentar aku ke belakang cuci muka dan buang air kecil. Selepas itu, aku langsung menuju kamar tidur.
Trek! Trek!
Gerakku yang hendak membuka pintu kamar terhenti. Suara apa itu? Hmm mungkin tikus pikirku. Kubuka juga pintu kamar. Kutekan saklar untuk menghidupkan lampu. Baru kakiku hendak melangkah menuju kasur, mataku terpaku pada benda yang tergeletak di atas bantal tempat tidurku. Keris!
Sekian.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 48 Episodes
Comments
Ganuwa Gunawan
pindah kontrakan tuh keris..
2023-01-15
1
Ganuwa Gunawan
bener nih mah suara orang maen lato lato
2023-01-15
2
Ganuwa Gunawan
kaya nya itu suara lato lato deh thor
2023-01-15
1