Alex duduk sambil menikmati kopi yang ia seduh sendiri malam itu. Rumah yang ia tempati saat ini merupakan rumah model kuno yang baru ia beli beberapa hari lalu, dari seorang tua bernama Pak Karyo. Harganya terbilang murah untuk rumah sebesar itu. Alasan si penjual, ia terlalu tua mengurus rumah dan halamannya yang luas. Walau agak jauh dari tempat ia kerja, Alex langsung suka dengan suasananya yang asri.
Blung!
Dahi Alex berkerut. Suara itu lagi!? Heran ia, tiap malam sejak ia beli rumah ini selalu terdengar suara aneh itu. Entah dari mana asalnya. Kemarin malam sudah coba ia periksa, tetap saja tak diketemukan sesuatu yang mencurigakan.
Langkah kaki terdengar dari dalam. Alex menoleh. Bi Sumi rupanya. Perempuan paruh baya yang diperbantukan dirumahnya itu mendekat kearahnya.
"Apa Tuan memanggil saya?" Tanyanya.
"Tidak Bi, kenapa?" Balasnya.
"Oh maaf Tuan, tadi waktu saya tidur seperti ada suara memanggil-manggil."
Alex tersenyum. "Mungkin bibi bermimpi. Isteriku dan anak-anak juga sudah tidur dari sore tadi."
Bi Sumi terdiam seperti tidak percaya.
"Sudahlah Bi, tidurlah kembali." Ucap Alex.
Wanita paruh baya itu mengangguk-angguk. Kemudian berbalik masuk kedalam.
Alex termenung. Tak pernah sebelumnyai pembantunya itu berperilaku aneh semacam ini, benarkah apa yang di katakannya? Ah sudahlah, kenapa fikirannya jadi macam-macam.
Di teguknya lagi kopi di dalam cangkir. Tak berselang lama, lelaki muda itu beranjak bangkit. Matanya sudah lelah. Sudah saatnya ia tidur.
Siangnya Alex dan keluarga pergi ke pasar kota. Hari minggu memang saat yang tepat buat mereka untuk berbelanja, banyak kebutuhan rumah yang harus di beli. Saking banyaknya yang harus dibeli, baru menjelang sore mereka pulang.
Perjalanan dari pasar kota menuju rumah kurang lebih setengah jam. Tak ingin terburu, Alex mengendarai mobil dengan santai.
"Perutku lapar Yah." Ucap anaknya yang besar si Egit.
Alex melihat jam di tangannya, "Pukul empat Bun, bagaimana?" ujarnya meminta pertimbangan isterinya.
"Bakso aja Yah, bungkus, makan di rumah." Jawab isterinya.
Suaminya mengangguk. Ia lantas membelokkan mobil saat di lihat sebuah warung bakso yang cukup besar. Dibelinya lima bungkus. Empat buat ia, isteri dan dua anaknya, satu buat Bi Sumi.
Sampai di rumah, setelah mematikan mesin mobilnya, di bantunya Zahid anaknya yang masih berusia lima tahun untuk turun. Aex memang sayang betul dengan si bontot. Bawaanya ingin menggendong si kecil itu terus.
Belum lagi masuk kerumah, mereka mendengar suara jerit mengagetkan.
Toloong!
Ia berpandangan dengan isterinya.
"Bi Sumi Yah!" Ucap isterinya setengah berteriak.
Alex turunkan si kecil, dan bergegas masuk ke dalam rumah yang pintunya tidak terkunci. Ia berlari ke arah belakang. "Bi! Bi Sumi!" Panggilnya.
"Toloong ..Tuan!" Terdengar jawaban. Suaranya seperti dari jauh. Alex kebingungan, sampai akhirnya ia temukan sumber suara. Dari dalam sumur!
"Astaga Bi!" Teriaknya kaget. Dilihatnya pembantunya itu basah kuyup ada di dasar sumur. Dua tangannya memegang erat tali timba.
"Bertahan Bi!"
Isteri dan dua anaknya juga kaget melihat pembantu mereka terperangkap di dalam sumur. Alex meminta isterinya memanggil beberapa tetangga mengeluarkan pembantunya dari dalam sumur.
Kasihan wanita separuh baya itu, tubuhnya menggigil dan tampak pucat. Alex memintanya mengeringkan badan dan berganti pakaian. Isterinya dengan baik membuatkan minuman hangat.
Setelah berganti pakaian dan meminum minuman hangat, Alex bertanya penyebab kejadian pembantunya itu bisa terjatuh ke sumur. Karena biasanya mereka tak pernah menimba, melainkan menggunakan mesin air.
"Ada yang memanggil-manggil Tuan, saya cari-cari tak ada sesiapa, satu kali panggilan saya dengar seperti dari dalam sumur, saya longok, terpeleset, langsung jatuh kedalam, seperti ada yang menarik."
Tanda tanya meliputi benak Alex. Ia mulai curiga dengan rumah ini. Tapi sementara ia pendam kecurigaannya. Khawatir keluarganya akan ketakutan.
"Sudahlah Bi, lain kali hati-hati ya," Ujarnya menenangkan.
***
Malam itu, dua hari selepas kejadian terceburnya Bi Sumi kedalam sumur. Alex duduk santai di serambi depan, sebuah meja kecil di atasnya terdapat sebuah laptop. Ada satu pekerjaan kantor yang disambinya. Pula sebuah cangkir kopi menemani di sisi lain meja.
Semilir angin malam yang sepoi-sepoi membuat matanya sedikit mengantuk. Diambilnya cangkir kopi dan di sruputnya sedikit.
Blung!
Eh!? Suara itu? Alex bangkit dari duduknya, penasaran betul ia. Darimana asal suara itu?
Lelaki muda itu masuk kedalam rumah. Dihidupkannya lampu depan yang semula ia matikan. Tak ada apapun. Kakinya melangkah ke ruang tengah, dan terus menuju dapur.
Sesampai di dapur kakinya menginjak permukaan yang basah. Apa ini? Diperhatikan betul, memanglah ada bagian-bagian yang basah di sekitar dapur.
Kaki Alex mengikuti arah permukaan yang basah. Deg! Tak sadar ia sampai di sumur di belakang rumah. Ragu ia untuk menengok kedalam sumur, apalagi di tengah malam seperti itu. Apakah salah satu penghuni rumah yang barusan keluar ambil air? Alex memutuskan membalikkan badan. Ia melewati kamar Bi Sumi. Ditekannya sedikit. Terkunci. Hmm.. Tak nampak juga bekas genangan air disekitar pintu. Lagipula mana berani ia keluar tengah malam setelah kejadian beberapa hari kemarin.
Esoknya, Alex mengunjungi kawan karib dari mendiang ayahnya. Bukan silaturrahmi biasa. Ada satu bantuan yang ingin dipintanya.
Pak Masrullah namanya, umurnya sekitar enam puluh tahun. Berbadan kecil. Kopiah hitam tak pernah lepas dari kepalanya. Ya, Alex tahu kelebihan orang tua itu. Dalam hal-hal berbau mistis.
"Wah Alex, tumben kau ingat main kemari," sambut lelaki tua itu dengan senyuman. Alex tersipu, memang diakuinya sudah lama tidak dikunjunginya kawan ayahnya itu.
Setelah berbasa basi, akhirnya disampaikan maksud inti dari kedatangannya, yakni perihal kejadian-kejadian aneh yang terjadi dirumahnya beberapa hari ini.
Lelaki tua itu mengangguk-angguk setelah mendengar penuturan Alex. "Menarik-nenarik." Lantas dipandangnya Alex. Cukup lama.
Lelaki muda itu kebingungan dengan pandangan Pak Masrullah. Lantas mulutnya membuka, "Bagaimana Pak?"
Lelaki tua itu tersenyum. "Ayo, segera kita berangkat ke rumahmu."
Pukul tiga sore mereka tiba. Melihat kedatangan tamu yang di anggap spesial. Isterinya sibuk menyiapkan sajian, minuman dan memerintahkan Bi Sumi memasak masakan untuk persiapan makan malam.
"Waduh.. Jadi merepotkan," Ujar Pak Masrullah. Tapi walau begitu, tangannya sembari menyambar makanan yang disuguhkan.
Menjelang tengah malam, Pak Masrullah meminta satu ruangan. Untuk berdoa katanya. Akupun mempersilahkannya di sebuah ruang kecil kosong di belakang yang sedianya ingin kujadikan gudang.
Sebelum masuk Pak Masrullah berucap, "Kalian sebaiknya masuk kedalam kamar masing-masing."
Alex mengangguk. Tak ingin mengganggu lebih lama ia memerintahkan Bi Sumi masuk ke kamar, dan mengajak isteri dan anak-anaknya menunggu di kamar.
Tak ada apapun yang terjadi berselang beberapa jam. Isteri dan anakku malah sudah pulas tertidur. Alex sendiri masih belum dapat memejamkan mata, ia sedari tadi duduk sambil membaca sebuah buku. Di tengoknya jam di dinding. Pukul setengah dua. Apa yang dilakukan Pak Masrullah selarut ini? Apakah dia tertidur?
Duarr!
Alex sampai melompat saking kagetnya. Langsung dibuka pintu kamar, ia berjalan setengah berlari, arahnya menuju belakang, ke kamar kecil tempat Pak Masrullah sedang bersendiri.
Wusss!
Satu gumpalan asap putih kelabu muncul dengan mengejutkan, asap itu keluar dari sela-sela pintu kamar, menggebubu menghilang ke arah belakang menuju dapur.
Selagi Alex terpegun, pintu kamar terbuka. Dari dalam muncul Pak Masrullah, keningnya tampak bercucuran dengan keringat.
"Apa yang terjadi Pak!?" Tanya Alex spontan.
Pak Masrullah menghapus keringat dengan punggung tangannya, bibirnya mengembang senyum. "Nyi Giring." Cuma itu yang keluar dari mulutnya.
Siapa Nyi Giring? Semua terungkap saat paginya Pak Masrullah memintaku mendatangkan Pak Karyo ke rumah.
Dari mulutnya semua terungkap jelas. Sebelumnya ia meminta maaf, tak menyampaikan perihal Nyi Giring, karena takut rumah itu susah untuk terjual.
Pak Karyo bertutur. Nyi Giring adalah adik perempuan ayahnya. Dulu waktu masih muda merupakan sinden yang sangat kondang, suara dan kecantikannya banyak memikat penggemarnya. Setelah beliau meninggal. Satu-satunya peninggalan dari Nyi Giring yang masih tersisa adalah sebuah tusuk kundai emas. Satu barang antik yang menurut Pak Karyo sangat berharga. Maka tak pernah satu kalipun ia tinggal, Pak Karyo merasa, tenaga dan semangatnya berlipat semenjak membawa tusuk kundai itu.
"Kurang lebih dua bulan yang lalu, rupanya lagi datang apesku. Listrik mati hingga terpaksa ku ambil air dengan timba. Malangnya, entah bagaimana, tusuk kundai yang ku taruh di saku atas baju tersenggol dan terpental, masuk ke dalam sumur." Tutur lelaki tua itu.
Dan lanjutnya, semenjak kejadian itu, sering ia alami kejadian aneh, seperti suara sesuatu tercebur ke dalam air, dan bekas-bekas genangan air di lantai. Apalagi kalau tidur sering di dengarnya satu suara bisikan memanggil-manggil, itulah sebab utama di putuskannya untuk menjual rumah, karena merasa sudah tak tahan lagi.
"Sekali lagi maafkan saya tuan muda, benar-benar tak kuduga akan merepotkan semacam ini." Pungkas Pak Karyo.
Pak Masrullah mengangguk pelan. Sejenak ia diam seperti sedang merenungkan sesuatu, kemudian mulutnya berucap, "Tak perlu khawatir, Nyi Giring takkan mengganggu lagi, sudah ku netralisir kekuatan gaib itu semalam."
Kemudian ia menoleh ke arah Alex. "Tapi, untuk berjaga-jaga akan segala kemungkinan. Ada baiknya kau tutup saja sumur itu Ananda. Buatlah sumur baru."
Alex tak membantah. Beberapa hari kemudian ia pekerjakan beberapa orang untuk menutup sumur tua itu.
Sekian.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 48 Episodes
Comments