Part 13

Rhadika sama sekali tidak menghentikan tangannya yang menekan kuat leher Camella. Yah, jika berhubungan dengan istri kecilnya maka Rhadika akan begitu sensitif.

"Ku peringatkan sekali lagi pada mu wanita sialan, jangan hanya karena putra ku menyukai diri mu kau bisa semena-mena akan posisi mu yang di tawarkan menjadi seorang pelayan. Ingat, sampai kapan pun, kau tidak akan pernah bisa menggantikan posisi istri ku," seru Rhadika berbisik pelan di telinga Camella.

Dengan kasar Rhadika mencampakkan Camella ke arah lantai.

"Dad, kenapa kau begitu kasar?" seru Shine dengan dingin. Entah kenapa, rasanya Shine begitu tertarik dengan wanita yang sedang duduk tidak etis di lantai itu.

Rhadika juga sebenarnya merasa tidak tega untuk memperlakukan wanita itu seperti tadi, dia seperti di tahan tangannya agar tidak melakukan itu, tapi dia terbawa suasana.

Camella sebelumnya membahas Rosaline dan itu membuat rasa bersalah Rhadika muncul kembali dan ingin melampiaskan rasa bersalahnya dengan mengeluarkan emosi dan melampiaskannya pada orang lain.

Rhadika acuh akan pertanyaan putranya Shine. Dia menggunakan kameja formalnya kembali. "Shine, apa kau sudah melupakan mommy mu?"

Kini bukan Shine lagi yang selalu mengingatkan tentang keberadaan Rosaline di hati mereka masing-masing, tapi justru Rhadika lah.

Camella terbatuk-batuk di sana karena dengan tiba-tiba mendapat kan pasokan oksigen kembali. "Kita lihat nanti Rhadika, apa kau akan tetap bertahan pada pendirian mu?" batin Camella di tengah rasa sakit di tenggorokan nya. Dia merasakan tenggorokannya panas dan sakit.

Rhadika pergi tanpa menunggu jawaban Shine. Clasy yang melihat Camella hanya diam terduduk di sana karena mendengar percakapan dua orang berbeda usia itu merasa iba. Dia tau apa yang di pikirkan oleh sahabat nya itu.

Clasy maju dan membantu Camella untuk berdiri. Shine juga menatap dalam ke arah Camella. Tatapan Camella juga yang sebelumnya kosong kini menatap ke arah Shine, namun tidak sedih tetapi tersenyum manis.

"Shine, susul dad mu. Dia sedang marah. Kau tau bukan maksud Bunda?" seru Clasy menengahi suasana tidak enak di sana. Shine menatap kembali ke arah Camella dan beranjak pergi dan pamit hanya pada Bundanya.

"Aku pergi Bunda," seru Shine.

Setelah melihat kepergian Shine, Clasy langsung memukul kepala Camella tanpa rasa bersalah, justru Clasy sangat geram dengan sifat Camella yang seperti ini.

"Bodoh, bagaimana tadi jika Tuan Rhadika benar-benar membunuh mu? Bagaimana jika kami tidak datang tepat waktu? Kau seperti tidak mengenal Rhadika saja. Dia bisa saja membunuh mu hanya dalam beberapa menit bodoh!!" ucap Clasy dengan kesal di sertai pertanyaan beruntun.

Camella menatap kosong ke arah Clasy, saat ini hatinya benar-benar sakit, bukan karena perlakuan Rhadika namun karena topik pembicaraan kedua pria itu secara terus menerus membahas tentang nyonya Rosaline.

Tanpa terasa air matanya menetes. "Kenapa mereka berdua selalu membahas Rosaline, kenapa? Terutama pria sialan itu, dia sok merasa kehilangan pada hal dia sudah memiliki tunangan sesaat setelah kematian istri nya. Aku sungguh jijik mendengar pria sialan itu jika mengatakan Istri ku dan istri ku," kesal Rosaline. Pipinya sudah di banjiri oleh air mata.

Clasy yang awalnya merasa kesal, kini dia m njadi luluh Karena pertanyaan wanita itu. "Jelas Tuan Rhadika sensitif, dia masih mencintai istrinya," seru Clasy.

"Tapi dia sudah bertunangan Clasy, apa itu namanya masih cinta?" Jika dia benar-benar cinta Kenapa dia langsung bertunangan?" Camella melemparkan pertanyaan kembali.

"Yah, mungkin karena sesuatu terjadi di belakang hari setelah kejadian itu," tebak Clasy.

"Boleh aku bertanya?" tanya Clasy lagi. Wajahnya saat ini begitu serius. Camella menatap Clasy tapi tidak memberikan jawaban mengangguk atau pun menggeleng.