Nick dan anak buahnya membawa penembak tersebut pulang bersama mereka ke mansion milik Nick, namun orang tersebut diletakkan di markas yang tersembunyi di belakang mansion besar milik Nick tersebut. Markas tempat mereka menyimpan semua tawanan itu dilengkapi dengan pagar yang menjulang tinggi serta pintu besi dengan pengamanan ketat, sehingga tak sembarangan orang bisa masuk ke dalam sana.
Sementara Nick dan anak buahnya menginterogasi orang tersebut, Arkha dan Delvin sibuk berpencar untuk mencari tahu siapa orang yang telah mengirimkan para penembak ini dan mengganggu waktu berkumpul mereka.
“Katakan dengan jujur, siapa yang sudah mengirim mu kemari?” Nick mulai menginterogasi tawanannya dan memberikan sorot mata tajamnya yang sudah memerah karena marah. Namun, meski begitu tawanan tersebut tetap setia dengan diamnya bahkan ia tampak tak mengacuhkan perkataan Nick. Nick yang geram lalu mengambil tang, kemudian mencabut 3 buah kuku di tangan orang tersebut. 1 kuku di tangan kanan sebagai peringatan awal, dan sisanya 2 kuku di tangan kiri sebagai tanda penegasan.
“AAAAA...” tawanan itu menjerit kesakitan, tapi siapa yang peduli. Berani membantah berarti berani menerima akibatnya, itulah konsekuensi dunia mereka. “Aku bertanya untuk terakhir kalinya, siapa yang mengirim mu kemari?” ucap Nick yang meninggikan nada bicaranya karena amarah yang sudah sulit untuk ia kendalikan, namun tawanan tersebut tetap diam tak berkutik membuat Nick dan semua anak buahnya geram, dan ingin mencabik-cabik tubuh tawanan tersebut.
“A-aku... tidak akan memberitahu,, apa yang kalian ingin tahu” ucap tawanan itu terbata-bata dengan nafas yang sudah terengah-engah.
“Tuan aku sudah tidak tahan, apa perlu kita eksekusi dia?” tanya seorang anak buah Nick yang sudah sangat geram dengan sikap tawanan itu.
“Buat dia bicara!! Aku ingin informasi darinya” titah Nick yang tanpa basa-basi langsung dilaksanakan oleh anak buahnya.
Nick kembali ke mansionnya untuk membersihkan diri sementara para anak buahnya menyiksa orang tersebut, hingga akhirnya orang itu menyerah dan mau membuka mulut kemudian memberitahu siapa orang yang telah mengirimnya.
“Tuan, tawanan itu sudah setuju untuk membuka mulutnya” ucap salah satu anak buah Nick yang memberitahu.
“Ayo, aku ingin mendengar langsung nama siapa yang akan ia sebut” Nick sudah tidak sabar ingin tahu musuhnya yang mana yang sudah berani mengganggu ketenangan mereka, dan ia juga ingin membuktikan bahwa tebakannya itu benar tentang orang yang sudah mengirim para penembak ini.
“Katakan semuanya dengan jujur!” ucap salah seorang anak buah Nick yang melihat kedatangan tuannya.
“Aku hanya dibayar, kesetianku hanya dihargai sebelah mata...” tawanan tersebut memberitahu Nick dengan nafasnya yang masih terengah-engah.
“Tak usah bertele-tele, langsung pada intinya saja!” Nick menyela perkataan tawanan itu sembari mengepalkan kedua tangannya geram.
“Ed- Edward....” tawanan tersebut membuka mulutnya, walau suaranya terbata-bata.
Mata Nick melebar dan wajahnya langsung memerah begitu mendengar pernyataan dari tawanan tersebut.
“Benar saja dugaanku” kata Nick dalam batinnya. “Masukkan dia ke ruang 013” titah Nick untuk menyandera orang itu lebih lama. “Pastikan dia makan secara teratur, dia bisa kita gunakan” Nick hanya memanfaatkan situasinya saat ini.
“Jangan lupa untuk keluarkan peluru yang sedari tadi sudah bersarang di dalam tubuhnya. Jangan sampai dia mati karena peluru itu” tegas Nick.
Orang yang sudah tak berdaya itu hanya bisa pasrah, menikmati rasa panas dari peluru yang masih bersarang di dalam tubuhnya. Mengingat keadaan lebih baik jika dirinya hanya diam dan bertahan dari pada ia mati dan tidak ada yang bisa membiayai kehidupan keluarga kecilnya. Setelah mendapat pengakuan dari tawanannya tersebut, Nick berjalan keluar dari markasnya yang tersembunyi itu kemudian ponselnya berdering, ia mendapat panggilan telfon dari Delvin. Nick langsung mengangkat panggilan tersebut.
“Katakan informasi apa yang kau dapat?” tanya Nick tanpa basa-basi.
“Aku sudah tahu tentang gadis itu, tapi sulit untuk menjelaskan panjang lebar melalui telfon. Kita harus bertemu” ucap Delvin secara jelas.
“Temui aku di kantor besok pukul 11.00”
“Ok” Delvin langsung memutuskan sambungan telfonnya.
Mengingat masih banyak pekerjaan yang harus ia selesaikan, Nick memutuskan untuk menemui Delvin besok saja di kantornya. Kemudian, Nick kembali ke dalam mansionnya, dan langsung berjalan menuju kamarnya. Saat di kamar ia langsung merebahkan tubuhnya ke kasur, ia memijat pelipisnya tak sakit, ia hanya bingung memikirkan kejadian akhir-akhir ini.
“Aku merindukanmu...” batin Nick terus mengatakan hal itu ketika ia mengingat tentang Efely. “Aku akan menemukanmu dan mendapatkanmu kembali. Sudah lama terpisah darimu membuatku tidak tahu harus berbuat seperti apa, dulu kau yang selalu mengawasiku, sekarang...” tak terasa air mata Nick sudah sampai di pipi, mengalir bagai sungai yang tenang tanpa arus, air yang terjun dari ketinggian atas kesedihan yang selalu menghantui.
“Sekarang kita tidak bersama, tapi suatu saat kita akan bersatu. Aku berjanji Fely, tunggu saja waktu yang tepat itu tiba” lisan Nick mengucapkannya dengan nada lirih, Nick juga mengepalkan kedua tangannya kuat. Lalu Nick memilih untuk pergi beristirahat karena besok dia harus bangun pagi dan pergi ke kantor.
Kesedihan yang muncul saat ia mengenang sang kawan lama membuat hasratnya terhenti untuk menyelesaikan proyeknya, tubuh Nick yang sudah lelah kini dibuat semakin lemah oleh kenangan pahit yang bagaikan tiada habisnya. Rasa lelah yang menemani Nick malam ini membuatnya terlelap begitu saja dengan cepat, lelaki tampan ini sudah terkapar di atas kasur empuknya itu.
Elea juga sudah tertidur lelap sejak tadi, setelah selesai makan Elea langsung mengerjakan tugas sekolahnya lalu pergi tidur. Elea tertidur dalam pelukan Eve, karena ia tak punya lelaki yang bisa menemaninya tidur di malam hari, apalagi Elea masih berada di bangku kelas 12 SMA mana dia mau untuk melangsungkan pernikahan. Jadi lebih baik ia memeluk Eve saja untuk menemaninya yang sudah merasa lelah dan ingin segera berlabuh ke alam mimpi.
Eve memang terkadang menginap di rumah adik sepupunya itu, mereka terbiasa bersama karena mereka sama-sama anak tunggal dan sangat dekat satu sama lain seperti saudara kandung. Walaupun selisih usia antara Eve dan Elea adalah 6 bulan sama sekali tak mengganggu hubungan mereka. Sejak kecil sudah bersama membuat mereka tak terbiasa terpisah jauh satu sama lain, namun suatu saat harus mereka terima kenyataan bahwa mereka tak bisa terus berjalan bergandengan.
“Mimpi indah adikku sayang...” ucap Eve yang ternyata belum tertidur. Eve bangkit dari tempat tidur, ia menyalakan ponselnya mengecek notifikasi yang masuk kemudian menelfon salah satu anak buahnya yang sedang bersiap melakukan penyergapan terhadap berandalan yang sering mengganggu waktu santainya di sekolah.
“Tuntaskan mereka malam ini juga” perintah Eve pada anak buahnya melalui sambungan telfon.
“Baik Nona” sahut anak buahnya itu. Kemudian Eve langsung mematikan sambungan telfonnya dan pergi ke tempat tidur untuk menyusul Elea ke alam mimpinya yang indah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 46 Episodes
Comments