Sekarang Nick sedang sendiri di ruang kerjanya, ia sedang melamun memikirkan tentang Efely, seorang perempuan yang merupakan teman lamanya. Nick sudah sangat lama terpisah darinya, ditambah lagi dengan keadaan keluarganya saat itu yang membuat Nick harus lost contact dengan Efely.
“Dimana kau Fely?” batin Nick terus bertanya tentang keberadaan temannya itu, karena ia sudah sangat merindukan Efely.
“Sepertinya aku melupakan sesuatu. Para gadis tadi... mm, kenapa senyuman salah seorang gadis itu sangat mirip dengan Fely?” batin Nick kembali bertanya-tanya saat ia baru sadar dan mengingat kembali senyum manis Elea.
“Siapa gadis itu? Apa aku harus mencari tau tentangnya?” Nick terus memikirkan Elea seakan Elea merupakan kunci yang bisa mempermudah dirinya untuk bertemu dengan Efely.
Nick mengambil ponselnya yang ada di atas meja, ia menghubungi sesorang melalui ponsel tersebut.
“Halo!” sapa Delvin melalui panggilan telfon tersebut.
“Apa kau punya waktu sore ini?” Nick bertanya pada Delvin.
“Ya, aku free nanti sore. Kau ingin bertemu?”
“Iya, di cafe pinggir pantai di kota ini. Alamat lebih spesifiknya akan ku kirim nanti” sahut Nick.
“Baik” sahut Delvin langsung mematikan sambungan telfonnya.
Nick kembali duduk santai dan membayangkan wajah cantik Efely saat ia masih kecil, sebab setelah dewasa Nick dan Efely tak pernah bertemu lagi. Mungkin pernah tapi mereka tak saling kenal, karena sudah sangat lama mereka terpisah. Mereka dulu sering bermain bersama pada usia Elea sekitar tujuh tahun dan Nick sepuluh tahun.
Nick dan Efely memiliki perbedaan usia, dimana Nick berusia tiga tahun lebih tua dibandingkan Efely. Dulu mereka sangat dekat seperti kakak beradik, mereka sama-sama anak tunggal dari keluarga bergengsi dengan harta kekayaan keluarga yang tak bisa dibilang sedikit.
“Kau dulu menceritakan tentang mimpimu, memberiku semangat, terus-menerus memotivasi diriku untuk menjadi orang yang baik. Kau tak pernah mau jika aku berbuat jahat kepada siapapun, walaupun itu hanya sedikit saja kau akan langsung memarahiku, Fely. Sekarang tak ada yang seperti itu di dalam kehidupanku ini, semuanya kini terasa hampa” ucap Nick yang terus mengenang Efely.
Tak terasa kini jam meja kantor milik Nick sudah menunjukkan pukul 04.30, lelaki tampan ini langsung bergegas mengenakan jas dan memakai kacamata hitamnya, membuat sisi dingin dan arogantnya keluar.
Nick langsung saja keluar dari ruang kerja pribadinya menuju pintu utama untuk menemui Arkha dan Delvin di cafe pinggir pantai, tempat yang sudah mereka sepakati tadi. Saat melewati lorong kantor Nick kembali menjadi pusat perhatian para karyawati karena ketampanannya, namun Nick tidak peduli walau ia menjadi sorotan di kantornya tersebut.
“Berapa jauh lagi, Paman?” tanya Nick pada sang sopir.
“Hanya sekitar 5-6 kilometer lagi Tuan” jawab sopir dengan sopan.
“Em, baiklah” sahut Nick.
Beberapa menit kemudian Nick sudah bisa melihat muka cafe tersebut. Sebuah cafe bernama island dengan tampilan yang wahh. Dipenuhi dengan kerlap-kerlip lampu, ditemani alunan debur ombak dan juga hembusan angin sepoi-sepoi, di bawah kolong langit berwarna pink keunguan dan jingganya matahari yang hampir terbenam, di atas lautan nan luas tersebut. Hal indah yang membuat suasana makan di sini terasa sejuk dan damai, Nick dan yang lainnya bisa menikmati makan malam mereka dengan tenang.
“Alasan apa yang membuatmu mengajak kita bertiga untuk bertemu Nick?” tanya Arkha.
“Aku ingin membahas banyak hal penting” jawab Nick.
“Langsung saja pada intinya, tidak usah bertele-tele” ucap Delvin yang mendesak Nick.
“Ok, jadi dalam perjalananku menuju kantor tadi siang aku bertemu dengan empat orang gadis berseragam SMA. Aku yakin mereka bersekolah di sekolah berkelas dan mahal, tapi mereka pulang berjalan kaki bersama, aku rasa mereka bersekolah di SMA dekat situ kalau tidak salah namanya SMA Nenggala” Nick menceritakan kejadian tadi siang saat ia bertemu dengan Elea dan yang lainnya. “Aku tidak sengaja menatap ke arah mereka, salah seorang di antara mereka berempat melemparkan sebuah senyuman manis padaku...”
“Hmm, apa kau sedang jatuh cinta? Dan kau mengundang kami hanya untuk memberitahu perasaanmu itu?” ucap Arkha memotong perkataan Nick yang belum selesai.
“Diam!!, aku belum selesai bicara. Sekali lagi kau menulanginya, akan ku cincang mulutmu itu” ucap Nick yang geram dengan memberi sorot mata tajamnya kemudian mengancam Arkha.
“Lanjutkan..!” timpal Delvin.
“Aku merasa bahwa senyuman gadis itu mirip dengan Efely. Apa mungkin itu keluarga atau saudaranya Efely?” Nick melanjutkan ceritanya lalu memberikan pertanyaan yang terus terbayang dalam benaknya.
“Aku rasa itu tidak mungkin, masa iya hanya karena senyuman mereka sangat mirip sehingga kau berkesimpulan seperti itu” ujar Delvin membantah tidak percaya.
“Ya, bisa jadi senyuman mereka hanya mirip tanpa memiliki suatu hubungan apapun, banyak hal yang seperti itu di dunia ini.” timpal Arkha. “Jadiii..., kau jangan cepat mengambil kesimpulan” sambungnya.
“Ya kalian benar. Kalau begitu, Arkha kau lanjutkan tugasmu, dan Delvin kau bantu aku mencari tahu tentang gadis tersebut!” titah Nick yang tak bisa dibantah.
“Laksanakan!!” ucap Arkha dan Delvin serempak.
“Kau bilang ingin membahas banyak hal penting Nick, tapi ini baru satu” ujar Delvin.
“Hal yang lainnya dibahas lain kali saja, kita lanjutkan makan dulu” kata Nick.
Delvin dan Arkha hanya menggangguk patuh pada perkataan Nick tersebut, kemudian mereka melanjutkan makan malamnya.
“Oh iya, ada tugas untuk malam ini. Vin, apa kau mau bergabung?” Arkha memberitahu dan mengajak Delvin.
“Siapa? Dan apa?” tanya Delvin singkat.
“Hanya penyelundupan obat-obat terlarang skala kecil, milik Edward” jawab Arkha.
“Tidak, terdengar tak begitu menarik di telingaku lebih baik aku akan menyelesaikan titah Nick saja” Delvin menolak ajakan Arkha. "Daripada aku harus mati" bisik Delvin pada Arkha, membuat mereka harus tersenyum demi menahan tawa.
"Apa yang kalian bicarakan?" tanya Nick dengan sorot mata tajamnya, Arkha dan Delvin hanya menggelengkan kepala mereka serempak.
"Jika berani macam-macam akan ku pastikan kalian tersiksa seumur hidup" ancam Nick dengan tegas dan tatapan yang setajam silet, membuat Arkha dan Delvin menelan ludah mereka kasar.
“Em, aku juga tidak akan turun, menurutku kau sendiri saja bisa mengatasinya. Aku punya urusan penting lainnya, tidak masalahkan?” Nick memberitahu bahwa dirinya tidak bisa bergabung karena memiliki tugas penting yang lebih mendesak.
“Baiklah. Lagi pula dengan jumlah segitu Edward sendiri tidak akan turun juga” jawab Arkha. Nick mengangguk dan kemudian mereka melanjutkan makan malam dengan tenang.
Selesai sudah mereka bertiga makan malam, setelah Nick membayar bon tagihannya tiba-tiba saja, Dooorr... bunyi tembakan terdengar jelas di telinga mereka, hal itu membuat para pengunjung cafe tersebut berteriak dan berlarian demi menyelamatkan diri masing-masing, untungnya tidak ada yang terkena tembakan tersebut.
Sementara itu Nick, Arkha, dan Delvin langsung mengeluarkan senjata mereka dan mengarahkannya sembarang, bersiap siaga untuk melawan musuh. Dooorr... Nick melepaskan pelurunya dan tertuju pada salah satu anak buah musuhnya yang tadi menembak. Peluru tersebut menembus kulitnya di bagian dada kanan atas dan bersarang di sana, rasa panas dari peluru itu bisa dirasakan oleh penembak tersebut. Kini ia hanya bisa pasrah tanpa membantah.
Anak buah musuh yang terkena lesatan peluru dari senjata milik Nick kini jatuh tersungkur ke tanah, anak buah Nick yang melihatnya langsung bergegas mengambil tubuh yang sudah tak berdaya itu.
“Kalian berdua pergilah, dan tuntaskan urusan kalian biar aku yang mengatasi tikus kecil ini” perintah Nick pada Arkha dan Delvin.
“Ya, berhati-hati lah Nick” ucap Arkha.
Kemudian mereka semua pergi meninggalkan lokasi tersebut dan melanjutkan tugas mereka masing-masing.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 46 Episodes
Comments